Dedicated fo my Friends Almarhumah Riza
"Minta no togel dra kalau ketemu," ujar topan sambil masih tertawa.
"ketika akan mendekati, pandanganku beralih sebentar untuk menghindari lobang di depan jalan. Tetapi ketika melihat kedepan kembali, orang yang naik sepeda gak ada bos...orangnya gak ada sepedanya gak ada..." Ucap topan sambil setengah berteriak dan menghempaskan kedua tangannya seperti membanting sesuatu kedepan.
Tidak menunggu lama, terror itu pun di mulai...
(For my friends Riza, semoga Arwahmu di terima di sisi Allah SWT, aku tidak akan melupakanmu. Akan ku tulis cerita yang kita lalui bersama dulu...)
Menempati posisi baru di tempat
yang baru merupakan suatu pertualangan yang mengasyikkan menurutku. Bertemu
dengan costumer baru, bawahan baru, permasalahan baru, serta tempat tinggal
kontrak yang baru juga. Tempat tinggal kontrak ini merupakan fasilitas tambahan
yang di berikan perusahaan kepada Manajerial yang bertempat tinggal jauh dari
tempat asalnya.
Fasilitas ini berupa pemondokan
gratis tanpa biaya, yah... sebutlah rumah dinas. Mempunyai 3 kamar, di lengkapi
dengan dapur, musholla, ruang tamu dan ruang berkumpul. Manajerial toko yang
menempati rumah tersebut kebanyakan memang berasal dari luar kota, Dudung yang
berasal dari Majalengka. Topan yang berasal dari Balikpapan, kebetulan menamatkan
kuliah di bandung. Riza yang berasal dari Indramayu dan saya yang berasal dari
sumatera. Karena rumah tersebut hanya tersedia 3 kamar, maka kamar yang
berkapasitas besar harus berbagi kamar berdua. Kebetulan aku menempati kamar
yang berkapasitas besar, terletak di depan dekat ruang tamu dan memiliki 2
tempat tidur. Aku dan Dudung memang sebelumnya sudah sepakat untuk menjadi
teman satu kamar, Riza di kamar dekat ruang televisi, Topan di Kamar dekat
Garasi Mobil.
Kami sebenarnya sudah saling kenal
lama, karena sebelumnya saya memegang toko yang masih berdekatan dalam satu
kota atau satu area. Namun pada akhirnya aku di percaya dan mendapat tugas di
area sebelah yang kebetulan beda kota. Hanya satu tahun ku habiskan waktu ku di
kota tersebut, pada akhirnya aku kembali berkumpul bersama teman-temanku
lainnya. Berkumpulnya kami ini juga bertepatan dengan pemberian fasilitas
pemondokan ini. Ujung dicinta ulam pun tiba, lumayan untuk mengirit uang gaji.
Topan seorang yang lebih muda
serta mempunyai postur tubuh yang lebih tinggi dari kami, atletis, serta
mempunyai wajah yang ganteng. Tidak heran kalau satu minggu sekali ia sering
berganti-ganti pasangan. Di tambah kelebihannya yang bisa memikat lawan
jenisnya lewat cara berbicaranya yang lebih simpatik. Berbeda dengan Dudung dan
Riza, mereka mempunyai kelebihan masing masing, yaitu kelebihan lemak dan
mempunyai perut yang buncit sehingga tampak lebih bulat. namun jika di
bandingkan dengan Dudung, Riza yang ternyata lebih buncit perutnya di banding
Dudung...he he he. Kedua anak ini mempunyai sifat periang dan lebih suka
bercanda namun berbedanya kalau dudung bercandanya lebih halus sedangkan riza
terkadang bercanda ala kuli (sering kelewat batas).
Ketiganya pun mempunyai karakter
berbeda jika dalam memimpin bawahannya di toko, Riza terkenal lebih mudah
diajak berkerja sama dan "down to earth", dudung lebih terkenal
pendiam namun otoriter, sedangkan Topan masih berstatus sebagai Asst Kepala
Toko. Topan sebelumnya bergabung dengan ku di cabang yang berlokasi pada pemukiman
tengah kota. Merintis dari Training Manajerial toko di bawah bimbingan ku.
Akhirnya melesat serta di percaya menjadi Assisten Kepala Toko pada sebuah
Cabang Dekat Pusat Industri di Pinggir Kota/Kabupaten. Karakter kepemimpinannya
pun tidak kalah denganku. Kalau aku di juluki sang kompeni (sangat otoriter)
namun lebih bijaksana (bukan berarti aku yang menulis jadi di
lebih-lebihkan...ini pendapat orang lain loh), Topan pun kurang lebih mempunyai
karakter tersebut.
Rumah dinas kami ini terletak di
tengah kompleks sebuah pemukiman warga. Kompleks ini berada di pinggir jalan
Tol antar kota. Sehingga dari rumah dinas, kami dapat melihat arus kendaraan
yang sedang lewat. Karena berada di tengah kompleks, rumah ini berada di huk
atau pertigaan jalan. Dengan letak seperti itu maka kami mempunyai dua sisi
depan. Tepat Di seberang rumah ini terdapat Lapangan Volli yang tidak terurus
dan terbengkalai. Hanya tersisa garis-garis lapangan yang sudah tergerus air
hujan. Rumput-rumput liar menggerogoti sebagian besar lapangan tersebut. Di
sudut tepat seberang rumah dinas kami, tumbuh pohon kapas besar menaungi
sebagian lapangan tersebut. Pada halaman rumah, terdapat pohon-pohon mangga
yang tumbuh rindang terasa ikut menyemarakkan keteduhan yang menaungi teras depan
rumah. Rumah ini bersebelahan dengan rumah kosong yang tidak pernah di tempati.
Bagian belakang yang berbatasan dengan dapur sedangkan kamar mandi bersebelahan
dengan rumah yang di tempati oleh sepasang orang tua yang sudah berumur. Di
seberang sisi depan samping rumah merupakan lahan kosong yang sedang akan
dibangun oleh pemiliknya. Karena kondisi di sekeliling rumah ini tidak padat
penghuni, maka tidak heran kalau lingkungan sekitar rumah ini pun cenderung
sepi. Setiap pulang dari berkerja baik shift pagi maupun shift malam selalu
terasa nyaman untuk beristirahat.
Namun kondisi seperti itu tidak
akan berlangsung lama...
Timbul kejadian-kejadian aneh yang
awalnya hanya di pandang bergurau oleh kami. Di pandang bergurau, karena
menganggap sudah bukan jamannya lagi mengenal hal yang seperti itu. Setiap tamu
dari teman-teman kami yang menumpang menginap, sering mengalaminya. Salah satu
contohnya indra, seorang asst manajerial toko satu area dengan kami. Ia
menceritakan bahwa ketika tengah malam mendengar ada yang menggunakan kamar
mandi. Padahal ia yakin tidak ada seorang pun yang keluar kamar. Posisinya ia
sedang menonton televisi di ruangan sedangkan riza, dudung dan topan tertidur
di samping indra. Aku pun terlelap di dalam kamar yang pintunya sedang terbuka.
"Ingin rasanya aku cek ke
kamar mandi, namun tidak berani." Cerita indra esok paginya. Terlihat
lingkaran hitam di matanya indra yang berarti tadi malam ia bergadang.
"Dra, tabahkan
hatimu...berarti penghuni rumah ini sedang ingin berkenalan dengan
dirimu," seru riza dengan nada dan mimik muka serius. Namun tidak lama
tertawa terbahak-bahak di ikuti oleh kami berbarengan.
"Sial, lihat saja nanti,
kalau kejadian...tau rasa kalian," seru indra mengancam, namun ikut
tersenyum dan tertawa, merasakan kebodohannya sendiri menceritakan sesuatu yang
di rasanya mustahil terjadi.
"Minta no togel dra kalau ketemu," ujar topan sambil masih tertawa.
"Sok aja kalau berani
pan...alahhh paling kabur..." Ujar indra bercanda
Pagi tersebut akhirnya bersambung
dengan cerita-cerita lainnya yang berbau hal gaib. Seperti kejadian aneh di
toko, kejadian yang dialami ketika pulang melewati jalan terowongan di bawah
jalan tol, yang tidak jauh tempatnya dari rumah dinas kami sekarang. Di mana
memang di seberang jalan tol tersebut merupakan tempat pemakaman umum.
"Biasa ketika pulang masuk
shift siang," jelas topan mengawali ceritanya.
"Gak tau, perasaan pengen
cepat pulang, makanya aku putuskan untuk lewat jalan tersebut, sebelum memasuki
terowongan tepat di depan pemakaman umum, aku yakin melihat seseorang sedang
bersepeda.”
“Yakin...!! itu benar-benar orang yang sedang bersepeda.
Kira-kira 100 m lah jaraknya dengan di lihat lewat lampu besar sepeda motorku.
khan pasti jelas bos sambil menerangi jalan, baju dan sepedanya juga sangat
jelas." Urai topan menekankan penjelasannya berulang-ulang, sambil
menggunakan tangannya yang terkadang menunjuk mata dan terkadang mengarahkannya
kedepan. Ia berusaha untuk sedapat mungkin kami yang mendengarkan ikut
merasakan situasi yang sedang terjadi."ketika akan mendekati, pandanganku beralih sebentar untuk menghindari lobang di depan jalan. Tetapi ketika melihat kedepan kembali, orang yang naik sepeda gak ada bos...orangnya gak ada sepedanya gak ada..." Ucap topan sambil setengah berteriak dan menghempaskan kedua tangannya seperti membanting sesuatu kedepan.
"Serius bos gak ada
orangnya...aku coba untuk mengendarai motor dengan jalan pelan, ku perhatikan
kanan dan kiri. Takut tuh orang nyungsep ke semak-semak atau sedang celaka
Namun tidak ada..."
"Pada akhirnya kucoba agak
ngebut, mungkin dia langsung ngebut di kira aku rampok...tapi tetap gak ada
bos...nyali ku langsung ciut...bulu kuduk merinding...teuing lah bodo amat
pikirku...langsung tancap gas saat itu juga dan pas di dalam terowongan tidak
ku lihat kanan dan kiri langsung bablas. Mana itu terowongan gelapnya minta
ampun, anginnya kencang dan dingin lagi. Pucat aku bos...merinding bulu kuduk
ku sampai rumah sini. Aduuuuh...gak mau lagi aku lewat jalan situ," ujar
topan mengulum senyum.
Wajahnya masih tampak pucat karena
menjiwai cerita yang ia sampaikan, seolah-olah kejadian tersebut memang baru
terjadi. Bergilir kami pun menceritakan pengalaman kami masing-masing.
Tidak terasa waktu pun mulai
berlalu, kami pun mulai berkemas untuk menuju ke tempat berkerja masing-masing.
Bagi yang masuk siang, sibuk mencuci baju ataupun mencari sarapan. Kebetulan
aku masuk shift pagi, sedangkan ketiga temanku ada yang midlle shift dan masuk
siang. Untuk yang midle biasanya taufan karena Kepala tokonya biasanya ada
acara meeting area.
“Ya, sekarang jadwalnya meeting
area bos." Infoku karena kebetulan acara meeting bertempat di tokoku dan
dipimpin oleh Supervisor dimana semua kepala
toko pasti akan kumpul.
Pulang kerja ku lakukan setelah
menunaikan salat Magrib di toko. Sengaja mengambil waktu panjang di toko karena
harus mengerjakan tugas-tugas yang di berikan spv area sewaktu meeting.
Suasana di depan rumah cukup gelap
dan sepi. Terasa aneh juga menginjakkan kaki di rumah ini sewaktu teman-temanku
tidak ada. Taufan shift midle dan long shift sampai malam, riza dan dudung juga
masuk siang yang otomatis jam 10 lebih baru datang. Ku nyalakan semua lampu,
dari lampu teras sampai lampu kamar mandi seperti biasanya. Ku tunaikan
kebiasaanku dan berakhir di depan televisi, dengan menikmati makan malam yang
ku beli di warung nasi sewaktu pulang dari tempat kerja. Waktu terus berjalan,
kunikmati acara demi acara televisi sambil beristirahat untuk melepaskan penat
seharian berkerja. Jam 10 kurang 5 menit sekarang,
tiba-tiba...
Sayup sayup ku dengar ada
seseorang perempuan yang menangis. Posisinya di luar dekat jendela sisi samping
depan rumah yang mengarah ke tanah yang kosong. Ku kecilkan suara televisi dan
ku pasang pendengaranku dengan lebih jelas, benar suara tersebut adalah
tangisan perempuan. Namun terkadang jelas terkadang hilang terbawa angin.
Suaranya parau terdengar dan memilukan hati, suara tangisan yang berasal dari
suatu tempat dengan suara mendengung seperti terhalang sebuah dinding yang
tebal.
"Hm...paling dari para
tetangga...," hiburku. Tidak lama terdengar sayup sayup dari jauh
dentingan suara sendok di pukulkan ke piring...
"Akh...tukang baso juga masih
lewat," seruku dalam hati, menguatkan hati dan pikiranku bahwa itu bukan
suara-suara yang bisa menimbulkan perasaan negatif.
Jujur pikiran seperti itu langsung
muncul di benakku, apalagi tadi pagi teman-temanku bercerita hal-hal yang
mengundang bulu kudukku meremang dingin. Pikiran ku pun otomatis flashback
kembali ke cerita-cerita tersebut,
"lain kali mending aku gak
usah mendengar cerita aneh seperti itu lagi," pikirku sambil mengusir
pikiran pikiran tersebut.
Aku pun kembali memfokuskan diriku
untuk menonton acara di televisi. Suara tersebut memang menghilang. Namun masih
membuatku penasaran dan menimbulkan sepercik pertanyaan yang terus
menggangguku. Siapa yang menangis?" Karena di sekelilingku tidak pernah
aku jumpai perempuan dewasa.
"Namun letaknya di halaman
samping depan rumah ini," pikirku. Dengan rasa penasaran dan untuk
mengusir pertanyaan-pertanyaan dalam diriku akhirnya Ku beranikan diri untuk
membuka gordin yang menutup jendela samping depan tempat arah perempuan
tersebut menangis. Tidak ada siapa-siapa, halaman tersebut dalam keadaan gelap
gulita. Lampunya kebetulan padam karena putus.
"Besok pagi, akan ku pasang
lampunya lah. Biar gak jadi tempat maksiat," pikirku. Karena selintas
pikiranku mungkin anak-anak muda sedang pacaran lalu perempuannya menangis.
Namun sebagian diriku menampik dugaan tersebut. Teringat selintas pengalamanku
sewaktu kuliah. Pengalaman di tempat kost ku yang menyimpan banyak cerita
termasuk cerita bertemu hal-hal yang berbau mistis.
"Persis asal suaranya seperti
itu," pikirku kembali.
"Akh...sudah lama terjadi mungkin salah,"
"Akh...sudah lama terjadi mungkin salah,"
Kututupkan kembali gorden jendela
samping tersebut. Kembali ku rebahkan tubuhku di depan televisi sambil ku
usahakan untuk melupakan kejadian barusan.
Tidak lama kemudian sudah
bergabung teman-temanku yang lain dalam rumah ini. Tidak ada tamu yang
menumpang menginap malam ini. Dudung ternyata pulang ke Majalengka karena
kebetulan besok jadwalnya off/libur. Tinggal kami bertiga yang menginap di
rumah dinas malam ini.
"Za, an," seru topan
berusaha membuka obrolan sambil makan di depan televisi, menonton bersama kami.
"Serius euy, cerita
indra...." perkataannya terhenti oleh teriakanku yang tiba-tiba memotong pembicaraan
topan.
"Udah dech van, gak usah di
bahaslah, parno nih," ujarku memotong pembicaraannya.
"Sebentar bos, kasih waktu
aku untuk menjelaskan sebentar. Bukan untuk menakut-nakuti. Tapi kejadian si
indra, terjadi juga di gue," seru topan bernada serius dan memasang muka
yang tidak menampakkan bercanda
Seperti biasanya, Riza dan aku
tidak menggubris apa yang di ucapkan oleh topan. Riza sibuk menguyah suapan
terakhir dari makan malamnya. Sedangkan ku berusaha untuk mencerna sebuah film
yang di tayangkan oleh sebuah stasiun televisi. Karena tidak merasa di tanggapi
akhirnya topan pun tidak meneruskan obrolannya dan sibuk menghabiskan nasi
bungkus jatah makan malamnya.
Seperti biasa nya lagi, topan
sehabis makan menyeduh teh manis untuk kami bertiga. Tidak ada yang menyuruh
namun memang sudah jadi kebiasaannya untuk menyenangkan hati kami
teman-temannya. Karena tidak merasa enak sudah disiapkan teh manis dan
suasananya pun sudah dalam keadaan santai, aku dan riza pun berusaha untuk
mengorek kembali apa yang mau di katakannya.
"Begini bos, kejadian si
indra juga terjadi di aku," singkat topan.
3 hari sebelum kejadian si indra, pas mau ke kamar mandi. Aku melihat ada seorang perempuan membelakangiku di depan kamar mandi, aku pun tidak jadi ke kamar mandi dan kembali tidur. Tapi tidak di kamar tapi di ruang televisi bersama riza dan dudung," lugas cerita topan dan berirama cepat seakan-akan tidak mau ceritanya di potong kembali.
3 hari sebelum kejadian si indra, pas mau ke kamar mandi. Aku melihat ada seorang perempuan membelakangiku di depan kamar mandi, aku pun tidak jadi ke kamar mandi dan kembali tidur. Tapi tidak di kamar tapi di ruang televisi bersama riza dan dudung," lugas cerita topan dan berirama cepat seakan-akan tidak mau ceritanya di potong kembali.
Mukanya pun terlihat tegang dan
aku mengerti kenapa topan tidak menceritakan hal ini dari tadi pagi. Ia melihat
sendiri indra yang sebegitu seriusnya bercerita tetapi tidak di tanggapi oleh
kami bertiga. Namun malam ini, ia sepertinya tidak tahan dan memutuskan untuk bercerita.
Ia melanjutkan ceritanya bahwa teror itu terus menerus terjadi kepada dirinya.
Mendengar suara orang menangis, tertawa bahkan bersenandung lagu yang tidak
jelas dan tidak dimengerti selama 3 hari berturut-turut.
Pantas saja kenapa kok topan yang
sebelum-sebelumnya selalu tidur di kamar malah tidur bersamaku atau terkadang
tidur di depan televisi bersama riza dan dudung. Teman-temanku selalu tidak
pernah merasa betah tidur di kamar, namun baru topan yang aku tau alasannya.
Sedangkan riza tetap bungkam, kalaupun dudung masih sering hanya menemani riza
tidur di depan televisi di ruang tengah alasannya.
Aku merasakan aliran darahku
bergerak cepat, bersamaan dengan berdirinya bulu kuduk dari tangan menuju ke
belakang leher. Sepertinya Riza merasakan hal yang sama, terbukti ia langsung
menggeser tempat duduknya ke arahku. Kata-kata perempuan yang tiba-tiba hadir
dalam rumah ini di waktu tengah malam terdengar mustahil. Belum lagi cerita
topan mengenai suara-suara yang ia dengar, hampir sama seperti yang aku dengar
pada malam ini juga.
Hal tersebut yang membuat
pikiranku secara otomatis berpikir ada sesuatu yang tidak beres dan yakin kalau
dirumah ini ada makhluk lain yang hadir menemani kami. Pikiran itulah yang
membuat detak jantung dan aliran darahku bergerak cepat, di tambah dengan rasa
merinding yang tiba-tiba muncul.
"Pan, itu yakin kau lihat
sendiri?" Tanya ku memastikan kisah balik cerita pertamanya.
"Yakin bos, sempat tidak bisa
melangkah dan tertegun. Pengen teriak takut sang perempuan malah berbalik
menatap saya. Lebih apeslah nasibku malam itu, bisa-bisa kencing
berdiri..." Jelas topan sambil menengok kanan dan kiri. Seperti takut ada
yang mendengar pembicaraan mereka.
"Terus kau buang air kecil di
mana pan," tanya riza kali ini dengan pandangan menyelidik.
"Bekas botol air mineral
bos," serunya sambil tertawa menahan malu. Kami pun semua tertawa lepas
sehingga melupakan perasaan tegang yang barusan terjadi.
"Badan gede doang loe pan,
buang air kecil di botol, jorok loe akh," seru riza sambil tertawa ngakak
sambil memegang perutnya saking tidak tahannya.
"Gimana lagi bos, masa gue
liatin burung ku di depan si perempuan. Kalau doyan gimana dong," ujarnya
bercanda, menambah serunya kami tertawa malam tersebut.
Malam semakin larut...tidak ada
seorang pun yang coba untuk beranjak ke kamar masing-masing. Bahkan tidak ada
seorang pun diantara kami bertiga yang coba untuk berjauh-jauhan tidur. Namun
tidak ada seorang pun di antara kami yang akhirnya jatuh tertidur lelap.
Semuanya masih terbangun dan dalam posisi mencoba untuk berpikir bagaimana
untuk melewati malam ini.
Teringat kejadian yang aku alami
barusan, suara tersebut. "Apakah benar itu suara dari perempuan yang di
lihat topan? Tapi dari penuturan topan ya, itu benar suara sang perempuan.
Klarifikasi dari topan persis sama."
"Apakah malam ini ia akan
beraksi kembali? Karena sudah 3 hari bahkan ini hari ke empat teror tersebut
topan alami, termasuk aku di hari keempat." Pikirku mengulang-ulang
pertanyaan tersebut. Benar-benar mengganggu jadwal tidurku.
"Cuma riza yang tidak pernah
mengalami, atau memang ia simpan.” Tanyaku dalam hati
“Terkadang ia memang penuh
misteri. Terkadang blak-blakan bercerita namun kalau masalah seperti ini, ia
tidak pernah mau mengungkapkan apa yang ia rasakan," pikirku sambil
menengok keberadaan teman-temanku yang lain.
Ternyata mereka sama-sama masih
belum tidur, entahlah...mata mereka ke televisi tetapi aku yakin pikiran mereka
pasti mengawang-awang kemana mana. Tidak ada yang membuka mulut atau pertanyaan
ataupun ingin bergurau malam ini. Semuanya diam membisu, memasang telinga
rapat-rapat, memposisikan tempat tidur saling berdekatan dan tabah menghadapi
apa yang akan terjadi malam ini.
Kejadian yang menimpaku tadi tidak
ku ceritakan ke teman-temanku, karena aku sendiri bakal menambah ketegangan di
malam ini. Bisa jadi riza pun akhirnya bercerita, biarlah hanya topan yang
mengungkapkan dan menganggap kami masih berani untuk menghadapi. Terkadang hal
tersebut perlu di kondisikan seperti ini, jika semuanya menjadi penakut berarti
malam ini mereka bakal tidur di luar rumah ataupun di mesjid.
Tiba-tiba terjadi suatu kejadian
yang benar-benar membuat kami bertambah ciut dan pada akhirnya berusaha untuk
keluar dari rumah tersebut.
Listrik tiba-tiba padam...bertiga
tanpa berusaha panik berjalan menuju panel listrik yang kebetulan berada di
depan pintu masuk rumah ini. Untungnya senter, korek api matic, lilin sudah
tersedia lengkap di depan televisi, sehingga kami mencoba untuk tidak terlalu
panik menanggapi. Walaupun secara jujur kaki sudah ingin melangkah lari menuju
pintu keluar rumah. Ternyata hanya panelnya yang turun.
Secara logika, pemakaian listrik
satu-satunya yang besar adalah televisi. Tidak ada yang menyalakan atau
menggunakan listrik yang berlebihan, karena posisi kami pun berada di depan
televisi tanpa menambah beban pemakaian listrik.
Sudahlah...kami berusaha untuk
tidak memikirkannya terlalu dalam. Mencoba untuk berpikir positif, mungkin
panelnya sudah tua dan harus di ganti, entahlah... Namun naluri kami tidak bisa
di bohongi, kami masing masing sama takutnya, apalagi untuk menghadapi sesuatu
yang tidak bisa kami lawan atau atasi. Hal-hal aneh yang kami alami membuat
kami harus berpikir dua kali. Bisakah kami melewati malam ini?
Malam ini langit tampak akur
dengan cahaya rembulan dan bintang-bintang bertaburan memenuhi angkasa. Angin
dingin yang menerpa wajah dan tubuh kami yang terbengong-bengong duduk di luar
mencoba untuk mencari solusi menghadapi malam ini. Tetap tidak ku ceritakan
kejadian yang menimpaku malam ini. Jujur aku pun takut, apalagi teman-temanku,
mereka sepertinya terlihat berusaha untuk tidak panik namun tetap tidak bisa di
bohongi dari prilaku masing-masing.
Akhirnya topan pun mempunyai ide
untuk tidur bersama-sama di salah satu kamar. Akhirnya kami memilih kamar
topan, lebih simple karena lebih kecil dan tidak terlalu besar. Kasurnya pun
besar cukup untuk bertiga dan kami menduga kamar topan yang paling aman.
Kami harapkan pilihan ini pasti
tepat, namun kenyataannya pilihan ini ternyata salah. Salah karena sebentar
lagi kami pasti akan mengalami gelombang adrenalin yang tinggi, stress bahkan
trauma. Keputusan yang bakal kami sesali selanjutnya...
Kamar topan tidak terlalu besar.
Berukuran 3x4 m, cukup untuk kami bertiga. Terlihat berjejer botol air mineral
1500 ml di dinding kamar dekat pintu. Ada rasa jijik ketika melihatnya, setelah
mendengar pengakuan topan sebelumnya atas apa yang ia lakukan dengan
botol-botol tersebut.
"Za, ati-ati kalau minum,
jangan-jangan kau minum air seninya si topan," ujarku bercanda. Riza pun
tertawa senang ditambah melihat topan dengan muka yang malu berusaha
menyingkirkan botol-botol tersebut ke ujung menjauh dari tempat tidur.
"Dari pada gue ketemu itu
kuntilanak," ceplos topan bergurau.
Kami rebahkan tubuh ke kasur
tempat tidur topan. Dengan posisi aku di pinggir dekat dinding yang mengarah ke
garasi, riza di tengah, topan di pinggir yang mengarah ke ruang tengah.
jam telah menunjukkan angka 12.47
menjelang ke angka satu dini hari.
Tidak menunggu lama, terror itu pun di mulai...
"Za, dengarkah?" Seru
topan tiba-tiba membuyarkan lamunanku sebagai pengantar tidur ku malam ini.
Berusaha untuk melupakan apa yang terjadi dan apa yang sudah di ceritakan
teman-temanku.
Riza kulihat menatap melotot ke
atas eternit...ada perasaan tegang yang kulihat dari wajahnya, tapi...whatever
lah...sudah sangat mengantuk pikirku."
"Iya pan," seru riza
mengiyakan dengan terbata-bata dan setengah berbisik.
Aku tidak mengerti apa yang di
dengar dan apa yang di iyakan oleh Riza. "Masa bodohlah," pikirku
tidak ku gubris apa yang menjadi bahasan mereka di tengah malam buta ini.
Namun pada akhirnya sayup sayup
telingaku kembali mendengar suara perempuan menangis dalam keadaan seperti
tadi. Namun asalnya berada dalam ruangan ini...jelas sekali berada dalam
ruangan kamar ini, tapi di mana?
Aku pun beringsut bangun dan
duduk. Menatap kesemua pojok kamar dan eternit. Kutatap satu persatu dinding
dan eternit jika ada yang bolong tempat asal suara di hembuskan. Teman-temanku
pun berbarengan beringsut bangun. Sama-sama menatap ke seluruh ruangan mencari
sesuatu yang mencurigakan. Tidak ada yang aneh dan tidak ada yang meragukan.
Terdengar kembali suara perempuan
tersebut berganti dari menangis menjadi tertawa mengikik senang...lalu menangis
kembali. Terus-menerus kembali berulang. Suara tersebut sayup sayup jelas
terdengar. Berasal dari kamar ini namun seperti tertahan oleh dinding yang
tebal dan menggema.
Terduduk dan terpaku menatap ke
seluruh ruangan kamar. Tidak ada yang berbicara, bergumampun tidak. Lama
kelamaan bosan menjadi penonton dan jenuh karena pengalaman yang sudah-sudah
aku alami semenjak kost di masa kuliah. Ada sedikit keberanian yang timbul dari
diriku, menanggapi rasa penasaran yang menghinggapiku untuk mencari asal suara.
Walaupun secara jujur, bulu kudukku sudah meremang sedari tadi. Ku raba dinding
demi dinding mencari asal suara yang terkadang terdengar, terkadang hilang.
Akhirnya aku pun menyerah, rasa
takutku pun menang. Aku tersudut bertiga bersama teman-temanku di teror suara
menangis, tertawa dan bersenandung. Saling berebut untuk pindah ke tengah,
namun riza tidak mau mengalah. Kami benar-benar ketakutan setengah mati.
Entahlah...berapa jam yang kami
habiskan hanya dengan berhimpit-himpitan, menutup muka dan telinga. Hingga
akhirnya suara azan sayup sayup terdengar seperti suara alunan musik yang indah
masuk kedalam relung-relung telinga kami, mengisi dan mengganti suara-suara
iblis betina yang menghantui kami semalam suntuk. Suara azan yang menyirami
relung hati kami yang setengah mati ketakutan. Suara yang menenangkan hati kami
untuk sujud terhadap kekuasaan Allah yang telah menciptakan semua makhluk.
Tidak ada makhluk yang tidak tunduk kepada-Nya. Suara yang membawa kami
terlelap lelah sampai pagi menjelang tiba.
Segera ku bereskan perangkat
pakaian dan perabotanku untuk pindah hari itu juga. Begitu pun teman-temanku
melakukan hal yang serupa. Dudung sudah kami info dan ia pun mengerti serta
mengikuti pindah ke tempat yang baru. Tempat yang baru memang tidak jauh hanya
3 blok dari rumah dinas kami dan masih berada dalam satu kompleks.
Kesibukan kami pindah akhirnya
menarik perhatian seorang sesepuh dari daerah tersebut. Rumahnya memang 5 rumah
dari rumah dinas kami. Ia pun bercerita dan mengungkap asal usul rumah
tersebut.
Tanah tersebut pada awalnya
merupakan tanah kuburan dari etnis Cina. Namun baru di didiami oleh satu
kuburan yang berusia sudah sangat lama. Menurut cerita yang beredar di kampung
tersebut, kuburan yang di kebumikan di situ adalah seorang perempuan yang
meninggal bunuh diri karena suaminya hilang entah kemana. Posisi kuburan
tersebut adalah di pinggir antara rumah yang kosong dengan rumah dinas kami.
Jika saya perhatikan tempat kuburan tersebut tepatnya di kamar topan. Karena
dinding kamar topan sebelah kanan berdampingan dengan rumah kosong, sedangkan depannya
bersebelahan dengan garasi.
"Oh...my god...," pantas
saja pikirku.
Rumah kosong disamping rumah dinas
kami selalu kosong tidak ada yang menempati. Kalaupun ada yang mengontrak hanya
di pakai untuk gudang distribusi perusahaan-perusahaan marketing. Malamnya
tidak ada yang menunggu atau tidur di rumah tersebut.
"Dari dulu semenjak kedua
rumah ini di bangun tidak pernah ada yang betah tinggal di sana," jelas si
bapak tua, menutup ceritanya tentang asal usul rumah tersebut.
Sampai saat ini, kedua rumah berdampingan
tersebut belum ada yang menempati. Sudah jadi rahasia umum ternyata...ketika
melewati rumah tersebut pun ada perasaan aneh, seakan seseorang tengah menatap
ku dan menimbulkan perasaan aneh yang membuat bulu kudukku merinding. Hingga
pada akhirnya aku pun mencoba untuk tidak melewati rumah itu dan coba untuk
melupakannya...
(For my friends Riza, semoga Arwahmu di terima di sisi Allah SWT, aku tidak akan melupakanmu. Akan ku tulis cerita yang kita lalui bersama dulu...)