Thursday, December 31, 2020

"CERITA MISTERI" PEREMPUAN BERGAUN MERAH (NEW RELEASE EDITION)


pengalamanku disaat berkuliah di Jakarta. Kota namun masih penuh mistis yang tidak dapat diterka oleh siapa pun. walaupun sudah tergerus dengan jaman, namun sebagai orang Indonesia memang tidak lepas dari hal hal mistis dan ini pun aku alami...


“Hei, kenapa bengong an," tanya derry kepada aan yang bingung melihat perubahan air muka aan, yang terpana menghadap ke luar pintu kamarnya.
Derry pun spontan ikut melihat ke arah yang di tatap aan, ia pun berulang ulang ikut memperhatikan ke arah yang di lihat aan, namun bertambah heran dan bingung karena tidak melihat sesuatu yang aneh.
"An, hei...jangan berlagak seperti baru melihat hantu," seru derry sambil melambai-lambaikan tangannya menghalangi arah tatapan aan di mukanya.
Aan pun menepis tangan derry sambil mengalihkan pandangannya dari arah pintu kamar ke muka derry.
"Nggak apa apa der, cuma...ketika kita ngobrol, aku penasaran karena sudut mataku selalu melihat sepertinya ada orang yang mondar-mandir di depan pintu kamar menuju kearah kamar mandi. " Ujar aan berusaha menjelaskan dengan menunjuk-nunjuk ke arah luar kamarnya.
"Makanya karena penasaran, aku panteng untuk melihat, tapi kok memang gak ada yang lewat, aneh..." lanjut aan seraya tangannya mengambil bungkus rokok kreteknya dan mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya.
Asap rokok keluar dari sela sela mulut dan hidung aan bergerombol saling berebut posisi untuk memenuhi ruangan kamar yang luasnya hanya 3x3 m. Tidak lama kemudian ruangan kamar berganti aroma tembakau rokok yang khas dan menyengat, serta di penuhi dengan asap yang membumbung di langit langit kamar.
Aan merupakan salah satu penghuni kost yang menempati kamar paling belakang. Di depan pintu kamar aan adalah 2 buah kamar mandi dengan pintu menghadap ke samping dan satu pintu akses keluar menuju halaman belakang, yang juga berfungsi sebagai tempat menjemur pakaian. Kamar ini paling disukai aan, selain karena tempatnya di belakang, penuh privasi serta jendelanya mempunyai ventilasi paling baik diantara kamar-kamar lain di rumah kost ini.
Rumah kost ini hanya mempunyai 5 kamar dengan luas yang hampir sama. Aan berasal dari kota Palembang, Sumatera Selatan. Kebanyakan seperti orang Palembang lainnya, aan mewarisi warna kulit putih, berparas seperti orang keturunan Cina dengan rambut hitam gelap. Kebanyakan ciri ciri fisik aan mewarisi genetik ibunya yang asli Palembang. Terlihat dari photo-photo keluarga yang di pajang aan di kamar kost-nya.
Seperti anak muda lainnya yang baru menginjak dewasa. Pertemanan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup mereka. Loyalitas yang tinggi terhadap teman-teman, sehingga tidak heran mereka sering membentuk komunitas sendiri seperti gank atau kelompok yang satu hobby, satu kelas ataupun satu kegiatan.
Begitu juga aan, ia mempunyai sifat yang lebih sosial dan menjunjung tinggi teman. Sesama teman satu kost, aan di kenal sebagai orang yang paling peduli dengan hidup teman-temannya. Dikala anak anak sudah kehabisan kiriman uang dari orang tuanya, aan bisa berbagi uang kiriman dengan teman-temannya. Hal ini bukan karena aan mempunyai kehidupan yang berkecukupan, namun memang tanggal jadwal kiriman uangnya selalu lebih awal di banding teman-temannya. Jika teman-temannya yg lain setiap tgl 1, sedangkan aan sudah menerima di tanggal 25 setiap bulannya. 

Gaya hidupnya aan juga tidak berlebihan. Masih suka berpuasa di hari senin dan kamis. Jarang sekali sarapan dan hanya meminum segelas air putih lalu ke kampus. Sifat yang rendah hati dan selalu mengalah membuat aan banyak di senangi teman-temannya. Aan bisa di pakai tempat berkeluh kesah, karena ia bisa sebagai pendengar yang baik, bisa di mintai pendapat, karena aan bisa memberikan masukan yang bisa di anggap tepat oleh anak anak yang lain. Mungkin karena aan anak pertama dalam keluarganya sehingga berpikiran lebih dewasa dibandingkan teman-temannya.
"Akh, perasaanmu saja an, dari tadi aku yang duduk di sini gak ada mahkluk satupun yang lewat, tuhhhhh...loe denger nggak? suara pay yang sedang mengobrol dengan rubby pun masih terdengar.” Seru derry mengingatkan.
Kamar pay sebenarnya tidak persis berada didepan kamar aan, namun agak menyamping dan tepat persis berada didepan kamar nya Apri. Hal ini disebabkan karena pintu kamar aan memang persis berada dilorong depan kamar mandi dan tepat mengarah ke pintu akses keluar pintu belakang kost.
“An..kedengeran gak? Pay juga masih ngobrol sama rubby," kata derry mengulangi kembali pertanyaannya, sambil merebahkan badannya ke kasur. Aan pun hanya mengangguk anggukkan kepalanya sambil terus termenung.
Kebetulan memang dery duduk di depan aan. Posisi nya memang menghadap kearah luar kamar. Jadi Derry pasti melihat siapapun atau bahkan seekor binatang pun, seperti kucing atau tikus yang lewat. Derry merupakan teman satu jurusan dengan aan. Sengaja malam ini derry menginap di kamar kost aan, karena kemalaman sehabis mengerjakan tugas kuliah.
"Benar juga, suara rubby dan pay masih jelas terdengar. Di sebelah ada apri yang sedang membaca majalah misteri. Sedangkan robert dan Dion bermain catur di kamar depan." Batin aan menerawang posisi teman-temannya.
Rumah ini merupakan rumah kost yang di sewakan kepada mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri, di sebuah tempat kota besar Jakarta. Posisinya persis di samping jalan raya menuju kampus perguruan tinggi tersebut. Sudah tepat 1 bulan mereka menempati kost-an ini semenjak mereka diterima menjadi mahasiswa.
Tepat di seberang kost merupakan gang masuk ke sebuah kampung. Di muka gang yang juga persis didepan kost tumbuh pohon waru yang besar sekali. Tidak jelas berapa umur pohon ini, orang kampung juga tidak tau menahu mengenai asal usul pohon tersebut. Yang Jelas pohon ini terlihat sangat tua jika di nilai dari besarnya batang pohon.
Rumah yang menjadi tempat kost tersebut berasitektur gaya lama. Memang ada beberapa perubahan supaya menampilkan seperti rumah-rumah kost lainnya. Seperti bagian depan ruang berkumpul di beri Jendela kaca nako yang sangat besar.
Menurut penuturan pak de, "Biar jelas kalau kalian melihat cewek-cewek kampus yang lewat di jalan ini," jelas pak de sambil bercanda.
"Pak de" nama panggilan yang di sebut oleh anak anak kost, merupakan orang yang mempunyai rumah kost ini. Pak de sebenarnya tidak lama membeli rumah ini dari sebuah developer property. Harga yang di tawarkan oleh pihak property pun sangat murah, tidak sebanding dengan posisinya yang strategis di pinggir jalan. Dengan posisi rumah seperti ini harganya pasti sangat mahal. Tetapi tidak dengan rumah ini, tidak jelas sebelumnya siapa-siapa saja yang pernah menempati rumah ini.
Pak de bercerita ikhwal awal keinginannya membeli rumah ini kepada setiap anak yang baru masuk kost pun, “tidak peduli siapa saja yang menempati rumah ini dan apa sejarahnya.” Seru pak de didepan anak anak kost
Pak de mempunyai tujuan membeli rumah ini memang untuk di renovasi menjadi rumah kost, yang kebetulan beliau berprofesi sebagai pengusaha rumah kost. Rumah kost yang di punyai nya terhitung ada lima di beberapa tempat ibu kota Jakarta. Namun tidak tahu alasannya kenapa, pak de memang tidak bertempat tinggal di rumah ini, hanya sebulan sekali ia mengontrol rumah kost ini. Satu kamar pribadinya pun paling depan di rumah ini dan selalu kosong. Hanya di tempati ketika ia berkunjung ke tempat kost ini dan itu pun tidak pernah lama.
Berstatus tercatat sebagai mahasiswa baru dengan lebel anak perantauan sangat beruntung mendapatkan tempat kost yang masih baru. Letak yang strategis, dekat dengan kampus, transportasi dan rumah makan mudah, sangat pas dan cocok untuk kebutuhan anak mahasiswa.
"Blentang..tong...prak" Sebuah bunyi yang cukup keras berbunyi tepat di depan kamar, mengagetkan aan dan derry.
Beberapa botol plastik tepat jatuh di muka pintu kamar sehingga menimbulkan bunyi yang begitu keras dan cempreng menyengat telinga dan melunturkan nyali. Melihat dari arahnya sepertinya di lemparkan dari samping kamar aan.
Tidak lama kemudian muncul robert dengan tidak memakai baju dan bercelana pendek casual memperlihatkan mukanya yang tersenyum tanpa merasa bersalah.
"Kaget ya, curhat melulu nih...gaplek dongggggg..." Serunya cempreng setengah berteriak namun dengan logat jawa timurnya yang kental. Ia pun masuk lalu duduk disamping derry dan tersenyum lebar memperhatikan kekagetan kami berdua.
Robert memang terlihat sangat berumur. Dia mengaku sudah berumur 25 tahun, umur yang cukup tua sebenarnya untuk memulai kuliah. Robert mengaku kepada kami bahwa, masa mudanya ketika selepas SMU di habiskan berkerja di Jawa Timur, kampung asal tempat orang tuanya, untuk membantu bisnis keluarga. Sementara itu orang tuanya sudah bertempat tinggal di Bekasi Jawa barat. Setelah dirasa cukup menikmati masa kerja, Robert pun kembali ke bekasi dan meminta untuk berkuliah.
Perutnya yang menonjol bulat seperti kantung gandum serta mukanya yang kebapakan menambah kesan lebih tuanya, melebihi umur anak-anak yang kost di rumah ini. Kesan pertama kali memang menimbulkan rasa segan ketika berhadapan dengannya. Namun hal tersebut akan segera luntur jika melihat kelakuan kocaknya. Walaupun sudah berumur, tapi tingkah robert masih kekanak-kanakan. Karena sifatnya tersebutlah rumah kost ini selalu ramai, ceria dan tidak membosankan.
Tidak beberapa lama muncul si cungkring, Dion teman satu kamar Robert. Di sebut cungkring memang anaknya sangat kurus bahkan kebih kurus kerempeng di banding aan. 

Menu makannya pun selalu irit, setiap makan siang dan malam hanya memesan nasi dan telur plus kecap "tok". Pedagang warung makan dekat rumah kost pun sudah hapal betul dengan menunya. Sehingga tidak di suruh pun sudah inisiatif menyediakan. Menu di pagi hari pun hanya makan mie plus telor serta susu coklat. Cukup bergizi juga sih, tapi tetap saja tidak merubah timbangan badannya menjadi naik.
Malam ini dion memakai celana pendek basket dan tidak memakai baju. Terlihat persis seperti tengkorak hidup yang sedang berjalan menuju tempat tidur pemakamannya.
"Gaplek yokkkk..."Serunya sambil mengeluarkan kartu gaplek dari saku celananya dan membanting kartu tersebut ke lantai. Terlihat guratan-guratan membentuk kerangka di dada ketika membanting gaplek. Dion pun duduk bersila disamping robert, dengan spontan mereka pun membentuk lingkaran berkeliling bagai menggelar suatu rapat kecil.
Tidak beberapa lama kamar sempit itu pun penuh. Hadir juga pay, rubby serta apri. Pay dan dion berasal dari daerah yang sama yaitu Cirebon. Walaupun dari asal yang sama tapi keduanya tampak tidak akur. Perbedaan karakter masing masing individual sehingga membentuk nilai sensitivitas yang tinggi di mata mereka berdua. Pada akhirnya keduanya tidak bisa saling menerima perbedaan tersebut dan saling membenci.
Dion lebih terkesan cuek, asal bicara sehingga tidak menyadari lawan bicaranya tersinggung atau tidak, namun memang mudah bergaul dan tidak pilah-pilih teman. 

Sedangkan pay lebih pendiam, berhati hati dalam berbicara serta sopan, sehingga terkesan lebih menutup diri. Pay tidak bisa menerima setiap perkataan ataupun guyonan yang bernada meremehkan atau tidak sopan, sedangkan Dion tidak pernah mau mengintrospeksi dirinya sendiri malah lebih sering mengolok-olok pay, karena pay tidak bisa menyembunyikan ekspressi rasa tidak sukanya dan lebih suka menghindar.
Tidak beda halnya dengan pay, rubby dan Apri yang mempunyai persamaan dalam bentuk tubuh gempal dan pendek, hampir mempunyai karakter yang sama dengan Pay. Tidak heran jika ketiga anak ini sangat dekat secara emosional. Hanya yang menjadi perbedaan asal daerah dan hobby masing-masing. 

Rubby yang berasal dari Sukabumi Mempunyai hobby seperti kebanyakan anak muda lainnya yaitu musik. Hanya Rubby, salah satu anak di kost an ini yang menguasai alat musik gitar, sekaligus mempunyai suara yang merdu. Karena mempunyai sifat yang tertutup, mungkin dengan musik Rubby bisa mengutarakan dan menyalurkan perasaannya. Sedangkan Apri berasal dari Jawa Timur, sangat kental dengan adat kejawen. Tidak heran jika hobby bacaannya adalah Majalah misteri serta hal-hal yang berbau mistis lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut sebenarnya bukan masalah dan tidak menimbulkan sesuatu yang merusak persahabatan, apalagi posisinya dalam satu atap. Pada kenyataannya mereka sudah dewasa dan mengerti kapasitasnya masing-masing. Sehingga masih bisa menempatkan diri dengan baik dan benar dalam pergaulan.
Malam ini seperti hari-hari sebelumnya, jika dalam keadaan kumpul, semua perbedaan tersebut lenyap. Berbaur dengan perasaan kebersamaan, kebahagiaan dan suka cita anak kost-an yang saling membutuhkan hiburan. Salah satu hiburan murah meriah dan tidak memerlukan uang banyak yaitu bermain gaplek, catur, ataupun berkumpul menyanyikan beberapa lagu. Kost-an ini memang tidak di lengkapi dengan media elektronik Televisi. Paling hiburan elektronik satu-satunya adalah Radio tape recorder, dimana setiap kamar mempunyai masing-masing satu.
"An, jam berapa nih," seru Robert, membuyarkan konsentrasi aan yang serius memperhatikan kartu gaplek yang berada di lipatan tangannya.
"Jam 11 malam bet," seru aan sambil melirik ke arah jam weker yang berada di atas radio tape nya
"An, setel radio "genjreng fm" dong, buruan...keburu sudah mulai acaranya...serunya dengan tidak sabar dan berusaha untuk menggapai tombol on/off nya radio aan namun tidak sampai sehingga akhirnya mengurungkan niatnya.
 "Buruan...an..acara nightmarenya sudah mulai....sekarang malam Jumat khan?," sambungnya dengan nada memaksa, sambil beralih meneruskan bermain.  Melihat kartunya lalu meletakkan salah satu kartu gapleknya merunut sesuai jumlah bulatan merah kecil sehingga membentuk barisan kartu yang seperti ular.
"Oh iya...ya... benar sekarang malam Jumat," mengulangi perkataan robert, aan secepat kilat menyalakan radio dan langsung menyetel frequensi Radio genjreng fm.
Terdengar suara penyiar radio yang sedang mengudara diikuti dengan suara-suara menakutkan seekor srigala dan gongongan anjing yang mencekam. Latar belakang suaranya pun diiringi dengan musik musik horor klasik mencekam. Terkadang ada suara perempuan tertawa mengikik dan mengeram diikuti dengan suara tangisan bayi dan eraman suara kucing berkelahi. Setiap malam jumat acara radio genjreng fm mengudarakan acara interaktif nightmares. Acara ini melibatkan pendengar yang mau berbagi cerita pengalamannya mengenai alam lain atau misteri yang pernah di temui. Setiap malam Jumat acara ini selalu menjadi rutinitas dan tidak pernah ketinggalan walau satu hari pun.
"Pas banget acaranya baru mulai, mantaplah," seru apri yang suka sekali dengan acara ini. Ia pun mengubah posisi duduknya dengan agak santai.
Aan, dery, robert dan dion, masih serius bermain gaplek sambil mendengarkan acara yang mengudara. Pay dengan posisi berbaring tertelungkup di tempat tidur aan, apri yang bersandar santai di dinding kamar dengan posisi di samping rubby yang sedang memegang gitar kesayangannya. Robert, dion yang duduk bersila membelakangi pintu masuk kamar, derry yang duduk membelakangi jendela kamar aan, sedangkan aan duduk menghadap ke pintu kamar dan membelakangi radio yang sedang mengudara.
Semuanya khusuk memasang telinganya masing-masing sambil masih memegang kartu gaplek, sibuk memasang posisi senyaman mungkin. Sesekali anak-anak mengomentari penyiar radio atau bahkan si pencerita. Bahkan apri dan robert sesekali mengklarifikasi kejadian-kejadian yang sedang di ceritakan. Menambah suasana mencekam di antara kami sebagai bumbu penyedap dari cerita yang sedang di bawakan. Ketika acara yang di bawakan menunjukkan tanda tanda akan selesai, bersamaan dengan itu juga turun hujan rintik rintik menyirami kediaman kost di malam jumat ini.
Ada sesuatu yang aan rasakan dari tadi sore sampai malam ini. Perasaan seperti ada sesuatu yang memperhatikan dirinya. Kali ini, ia merasa ada yang memperhatikan mereka yang sedang bermain gaplek. Perasaan ini membuat ia bermain tidak fokus dan sering mengocok kartu karena kalah. Terkadang aan terlihat memperhatikan sekitar atau sekeliling mereka dan melihat keluar kamar dengan perasaan gelisah. Bertambah gelisah ketika mendengarkan acara nightmare di radio karena suara-suara yang terdengar seperti bukan dari Radio tetapi berasal dari dalam rumah ini sendiri. Seperti ada penambahan suara perempuan di antara musik klasik horor, teriakan-teriakan menakutkan dan lolongan srigala.
"Suasananya sangat tidak biasa, tidak seperti malam biasanya. Mungkin karena cuacanya akan hujan dan bertambah dingin dengan turunnya hujan rintik-rintik." Pikir aan, namun batinnya berkata lain. Entahlah apa yang aan rasakan, ada sesuatu yang lain terjadi di rumah kost ini.
"Apakah ini perasaannya karena telah mendengarkan acara radio nightmares? Mungkin juga, " pikirnya lagi. Namun hal ini berlangsung semenjak dari tadi sore sampai sekarang. Jika di lihat dari kondisi teman-temannya yang lain, mereka sepertinya tidak merasakan seperti apa yang aan rasakan. Teman-temannya terlihat lebih ceria, tidak ada menampilkan mimik muka yang tegang atau pun gelisah seperti dirinya.
Malam pun bertambah larut sejurus dengan selesainya acara nightmares. Menjelang jam 12 malam, mendadak bulu kuduk aan meremang. Namun perasaan gelisahnya selalu di tepis aan dengan lebih banyak bercanda dan fokus pada permainan. Namun beberapa kali bulu kuduknya meremang sehingga akhirnya aan pun tidak tahan dan menjatuhkan semua kartunya ke bawah tanda permainannya selesai.
"Guys, maaf nih...jujur perasaan ku malam ini gak enak," seru aan.
"Kalau gak enak jangan di makan an," jawab dion sambil tertawa berusaha bercanda. Sedangkan anak anak lain menimpali hanya tertawa lirih.
Namun aan pun tidak tertawa, sambil mengosok-gosok belakang lehernya yang sebelumnya terasa bulu kuduk. Berharap dengan menggosok leher bisa meredakan bulu kuduknya yang meremang,
"Serius dion, ini bulu kudukku meremang terus setelah acara nightmares..sepertinya ada yang terus memperhatikan kita dech," lanjut aan sambil matanya mencari berkeliling berusaha menemukan sesuatu yang dia cari.
Namun yang ia cari tidak di temukan, malah aan melihat teman-temannya pada tertawa mengejek. "Akh...penakut loe an," seru apri, "tenang, sudah di terawang sama gue, gak bakalah ada setan ganggu," seru apri bangga.
"Iya an, tenang dukun apri sudah bertindak," dukung pay mengaminkan pendapat apri.
Robert terlihat mendadak diam setelah mendengar penuturan aan. Ia juga tidak menggubris guyonan dan ejekan teman-temannya ke aan bahkan tidak tertawa dan terkesan hanya diam. Satu persatu ia membereskan kartu yang berserakan di lantai, menyusun dengan rapi di lipatan telapak tangannya. Setelah rapi, gaplek tersebut dikocok sambil melihat ke arah muka aan dengan menampilkan senyuman yang di paksakan.
"Menurut sampeyan di rumah ini ada apa an," seru robert menatap serius.
"Paling hantu nenek-nenek an," dion menyahut menimpali perkataan robert.
"Aan...aan...ini cucu nak..." Seru dion menirukan suara nenek-nenek, sambil raut mukanya di ciutkan mengkerut dengan mata menyipit, serta tangan mengambai kedepan seperti ingin mencekik. Yang lain pun tertawa melihat tingkah dion.
"Pas banget loe dion jadi tengkorak hidup seperti itu. Berdiri aja di depan kostan jam segini di jamin pada kabur anak anak yang mau lewat," seru rubby sambil tertawa.
"Dari tadi sore perasaanku ada yang mondar mandir didepan kamar bet, kalau di lihat dari ujung mata menyamping tapi ketika di lihat, gak ada siapa-siapa" ujar aan menjelaskan sambil menunjuk ujung matanya sebelah kiri dan melihat ke luar kamar.
Robert kebetulan duduk menyamping menghadap aan, sedangkan pintu kamar masuk ada di sebelah kanannya agak membelakangi. Sedangkan yang paling membelakangi pintu kamar adalah Dion.
"Akh loe an, nakut nakutin," seru dion sambil melompat menjauhi pintu kamar dan memandang ke luar kamar.
Tepat memang di luar kamar adalah pintu menuju akses keluar ke arah jemuran. Di sampingnya adalah kamar mandi serta dapur, yang pada saat itu keadaannya gelap gulita karena lampunya memang lagi putus.
"Yah, itu lagi an, tadi khan udah di bilang gak ada siapa-siapa," kali ini derry berusaha menjelaskan bahwa itu hanya hayalan atau perasaan aan saja.
Aan pun tidak menghiraukan pendapat derry maupun teman-temannya yang lain untuk mengajak bercanda. Aan sekarang menatap Robert yang kelihatan kali ini menanggapi masalah ini dengan serius, terlihat dari sikapnya yang kali ini tidak banyak tertawa dan memasang mimik yang cukup tegang.
"Aku pikir, Robert pasti tahu apa yang terjadi di kost ini," batin aan pun berkata. "Dia pasti tahu sesuatu." Sambung pikir aan.
"Bet, do you wanna say something? Tanya aan. Melihat robert yang seperti menimbang-nimbang sesuatu dalam pikirannya yang ingin ia utarakan. Terlihat dari cara mengkocok kartu yang tidak teratur dan mukanya pun tertunduk berusaha menyembunyikan kecemasannya. Ia pun menghentikan kocokan kartunya, mendorong pintu kamarku sehingga tertutup sebagian dan mengeluarkan rokok Marlboro dari kantong celana pendek casualnya, lalu mulai merokok. Sambil menghembuskan asap rokok yang dihisapnya, robert pun berkata yang membuat anak-anak terdiam terpaku.
"Malam Jumat minggu kemarin aku melihat sesuatu ketika akan ke kamar mandi...,"ujar Robert tidak meneruskan.
Aan ingat, malam Jumat kemarin ketika mereka bermain gaplek di kamar Robert, sambil mendengarkan nightmare. Aan melihat perubahan pada wajah Robert sehabis kembali dari kamar mandi. Ia begitu pucat dan ketakutan serta langsung berhenti bermain dan mulai merokok, diam membisu. Robert malam itu begitu pendiam dan pintar menyembunyikan perasaannya. Ia hanya menatap teman-temannya bermain saat itu, tidak ada lagi celetukan-celetukan yang membuat kami harus tertawa. Misteri itu pun terungkap malam ini dan menjadikan kami penasaran.
"Melihat apa bet," seru rubby mendekatkan wajahnya kedepan sambil menatap Robert.
Sedangkan yang lain diam membisu penasaran sehingga berusaha menyimak dan menunggu kata-kata selanjutnya dari Robert. Kali ini semuanya melupakan apa yang sedang mereka lakukan dan pikirkan. Semuanya senyap, suara yang terdengar kali ini adalah suaru Radio yang sedang melantunkan lagu mancanegara, itu pun segera di kecilkan volumenya oleh Rubby.
"Perempuan bergaun merah...ia membelakangi ku dan rambutnya panjang,...ia bernyanyi dengan bergumam...tidak jelas apa yang di nyanyikannya...ujar Robert pucat dan sambil matanya menatap pintu kamar yang tadi di dorongnya untuk berusaha menutup pintu kamar aan.
Kalau aku perhatikan, Kali ini robert berkata serius. Terlihat dari mimik muka robert yang pucat pasi serta agak tersendat dalam berbicara. Tidak seperti biasanya, kali ini mukanya tidak menampilkan kesan segan ataupun menarik orang untuk tertawa. Kesan  yang timbul adalah masih ada rasa takut yang tersembunyi di hati nya sehingga menampilkan muka pucat pasi tanpa darah, bibirnya yang terbuka bercerita seperti bergetar ketakutan. Tidak ada lagi celetukan kocak dari mulutnya. Semuanya diam membisu dan terpaku, tidak ada celetukan kocak dari Dion teman sekamar Robert. Sepertinya Dion pun terpaku dan mempercayai apa yang di bicarakan Robert.
Setiap orang yang berada dikamar ini diam terpaku beberapa saat. Saling tidak percaya bahwa sudah satu bulan mereka berada di kost ini dan tidak satu pun yang pernah mengalami, hanya Robert dan kali ini pun Aan. Apri yang merasa punya keahlian dalam hal mistis pun pada akhirnya membuka percakapan setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Bet, serius loh...kata apri tidak percaya. "aku kok gak pernah merasakan kalau rumah ini ada penghuninya," sambung apri.
"Masa sih, jadi penasaran pengen ketemu,"sahut apri kembali dan mengambil ancang ancang untuk berdiri. Ketika akan melangkah ke luar kamar dengan maksud ingin melihat tempat robert bertemu dengan perempuan bergaun merah, tiba-tiba...
Klik...
Senyap...lampu padam...
Aan melihat ke arah jendela untuk melihat siluet lampu tetangga dan ternyata menyala...kesimpulannya hanya listrik kost kami yang padam.
Suara satu-satunya adalah desahan napas dan degupan jantung mereka yang berdebar kencang...
Tiba...tiba...entah dari mana asalnya muncul suara perempuan yang sedang menggumamkan sebuah lagu. Entah lagu apa...suara perempuan tersebut seperti terpendam atau tertahan suatu dinding namun jelas terdengar.
Braaaaaak....
Tiba-tiba entah dari mana ada angin yang begitu kencang menghentak pintu kamar aan, sehingga pintu tersebut membentang terbuka. Sangat mengagetkan, membuat beberapa dari kami hampir meloncat dari tempatnya dan reflek merapat saling berdesakan. Debaran jantung kami satu sama lainnya bisa terdengar, saking rapatnya kami berdekatan.
Malam ini kebetulan malam bulan Purnama, siluet sinarnya pun menembus kisi-kisi dapur dan kaca ventilasi kamar mandi, menyinari bagian dapur, di tambah siluet dari lampu tetangga belakang rumah. Tempat yang tadi di ceritakan robert pun terbentang di depan kami di terangi siluet sinar bulan yang masuk. Tidak ada siapa pun di sana, namun suara perempuan bergumam menyanyi pun masih terdengar. Terkadang menjauh terkadang mendekat....
Apri yang tadinya bernyali ingin bertemu...kini terlihat meringkuk ketakutan dan memejamkan mata sambil berkomat-kamit. Ingin rasanya lari, tapi entahlah ada sesuatu yang menghalangi mereka melakukan hal tersebut. Kenyataannya di depan mereka tidak ada penampakan apapun. Hanya ada suara...dan kemungkinan itu pun bisa terjadi dan hanya bisa menduga-duga di dalam hati...dimana asalnya suara tersebut. Sedangkan untuk lari keluar, mereka harus melewati lorong kamar yang kemungkinan makhluk bergaun merah tersebut ada disana. Tempat yang aman ya di sini berada bersama teman-teman.
Muncul angin dingin yang bertiup sepoi sepoi dari luar kamar ke arah mereka. Angin dingin yang membawa aroma bunga melati sehingga membuat bulu kuduk mereka bertambah meremang. Suara gumaman perempuan tersebut masih terus terdengar, bersamaan dengan tiupan angin dingin yang mengusap muka mereka yang pucat pasi, terpaku, dan dingin.
Entah beberapa waktu mereka seperti ini, tiba-tiba...
Dari samping kiri pintu kamar muncul dengan pelan sekelebatan perempuan bergaun merah dengan rambut panjang sepinggang melintas di hadapan mereka menembus dinding kamar mandi dan menghilang. Kemunculan tersebut sempat membuat aan dan teman-temannya menahan napas terperangah tidak percaya, semua persendian terasa kaku, jantung serasa mau copot keluar, lidah pun kelu dan kering tanpa air liur.
Bersamaan dengan menghilangnya perempuan tersebut, listrik pun menyala. Aan dan teman-temannya masih terpaku di tempatnya. Aan pun masih terlihat melotot ke arah tempat hilangnya perempuan tersebut. Satu-satunya yang menyadarkan mereka adalah munculnya semi si tukang mie 24 jam di depan pintu kamar aan.
"Woiiii, kirain sudah pada tidur...listrik turun gak ada yang naekin,"teriaknya lantang.
Wajah bulat semi yang polos dengan senyuman dan suara sundanya yang khas, terngiang dan terpampang jelas di mata kami. Menyadarkan mereka semua dari kekakuan atas kejadian barusan. Sadar atas apa yang terjadi, tanpa di komando, mereka pun lari lintang pukang ke luar rumah. Tujuan satu-satunya adalah menuju warung mie semi, mereka kabur tanpa berpikir panjang serta meninggalkan semi yang berdiri mematung, bingung, di tinggal sendiri di pintu kamar aan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 malam ketika tiba di warung semi. Warungnya memang tidak jauh dari kost, tempatnya pun berada di samping pohon waru depan kost mereka berada. Selain tempat kost, warung semi memang merupakan post kedua tempat berkumpulnya para anak anak kost yang memang doyan bergadang. Namun untungnya kali ini anak-anak kost lain tidak ada, hanya ada mereka dan dua orang petugas ronda yang cukup tua.
Tidak menunggu waktu lama, semi pun akhirnya mengetahui apa yang terjadi. Petugas ronda yang sedari tadi menyimak penuturan kami pun akhirnya angkat bicara.
"Dahulu, bangunan yang jadi kost kalian tidak sebesar ini. Hanya setengah dari bangunan sekarang. Di belakang rumahnya tumbuh pohon waru menaungi rumah tersebut. Pemilik rumah itu dahulu mempunyai seorang anak perempuan yang mati gantung diri di pohon waru tersebut. Sebab gantung dirinya masih menjadi tanda tanya orang kampung dari dahulu. Kebetulan anak perempuannya menyukai pakaian-pakaian yang berwarna merah, sehingga ketika gantung diri pun ia memakai gaun tidur berwarna merah." Jelas pak tino si petugas ronda. Pak tino merupakan orang paling tua di kampung tersebut. Usianya sudah 78 tahun dan terlihat masih kuat untuk menjadi hansip petugas ronda kampung ini.
"Sudah puluhan orang yang menjadi penghuni rumah tersebut, tidak ada yang betah," lanjut pak tino.
"Apa? Puluhan..." Seru aan dalam hati.
"Wajar kalau puluhan orang yang menempati tidak betah, wong setannya juga berani menampakkan diri sama orang banyak,"seru apri. "Baru kali ini setannya juga berani." Sambungnya.
Pak Tino hanya tertawa, "gak usah takut, ia biasanya hanya menampakkan diri satu kali, istilahnya perkenalanlah dengan orang baru, setelah itu menghilang," jelas pak Tino berusaha menghibur. Tapi terdengar seperti konyol juga menurut aan.
"Yang di khawatirkan ya itu...orang-orang baru yang menginap atau main di kost-an kalian. Pasti akan di ganggu," ujar pak tino.
"Masa begitu sih pak? Kok bapak tau," seru pay menyelidik dan curiga.
"Saya pernah ngontrak di rumah kost kalian, cukup lama juga, ada 3 tahunlah." Jelas pak Tino sambil berdiri dan memberikan uang sepuluh ribuan kepada semi sang tukang warung.
"Ayo dek, saya ngelanjutin rondanya ya, saran saya...terusin saja kost nya. Kost kalian sangat bagus, strategis dan paling bersih," jelasnya menasehati sambil membayar dan pergi keluar warung untuk kembali meronda.
Penuturan Pak Tino membuat perasaan sedikit lega juga, namun masih tetap penasaran. Mungkinkan perempuan tersebut akan terus-terusan mengganggu mereka lagi atau hanya kali ini saja. Dari hasil rembukan, akhirnya mereka sepakat untuk satu kamar di huni dua orang. Lagian mereka juga sudah membayar uang kost untuk jangka waktu yang panjang yaitu satu tahun, sayang jika harus keluar mencari kost lain karena sudah pasti akan keluar biaya lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Sayup sayup terdengar suara orang mengaji dari pengeras suara Mesjid untuk membangunkan orang yang akan bersalat Subuh. Waktunya juga buat mereka untuk kembali ke kamar masing-masing dan tidur. Walaupun masih mempunyai perasaan yang sama seperti keluar dari kost, dengan langkah cepat mereka memasuki kamar masing-masing dan mengunci pintu.
Seiring berjalannya waktu, ucapan pak Tino ternyata benar. Setelah itu tidak ada lagi keanehan yang terjadi kepada para penghuni kost. Penampakan dan gangguan aneh memang terjadi pada teman-teman kampus mereka yang menginap ataupun bermain hingga subuh di kost. Secara logika memang aneh juga ada makhluk yang seperti ini, tapi mau gak mau harus percaya adanya alam lain.

Secara positif juga, kost juga aman dari pencuri yang ingin berbuat jahat. Karena kabar seperti ini memang cepat menyebar di kampung dan kampus tempat mereka berada. Tidak terasa 4 tahun, mereka habiskan di rumah kost tersebut. Tinggal bersama si perempuan bergaun merah sampai hari kelulusan tiba. Kabarnya ketika malam mereka ingin meninggalkan kampus dan kost, si perempuan bergaun merah pun muncul dengan isakan tangis yang terdengar pilu. Hanya robert, dion, rubby dan pay yang menyaksikan, sedangkan aan yang sudah mengantisipasi hal tersebut menginap di kost teman yang lain.

Jika kalian ingin bertemu dengan si perempuan bergaun merah, berbau melati. Cukup bisikkan sebuah kata, "perempuan bergaun merah jl timbul aku ingin bertemu,...." Ia pasti sudah ada di belakangmu sekarang...


CERITA PENDEK SURAT KECIL LINDA UNTUK KEONG AJAIB (Inspiration by Adinda Zahra Putriana)



Hanya bunyi deru dan geretan gesekan halus gerbong kereta yang bernyanyi ditelingaku pada malam ini. Kereta malam yang membawaku ke Surabaya melibas dingin dan gelapnya malam, melibas pikiranku yang melayang kembali ke rumah. Berbeda dengan malam malam sebelumnya yang selalu dihibur oleh nyanyian azam si bungsu yang melantunkan lagu kereta api serta rentetan protes linda yang selalu meluruskan lagu sang adik.
"Ini untuk papa, untuk bacaan papa di kereta biar inget sama linda ya," seru linda sambil memeluk dan mencium pipi kiri dan kananku.
"Papa ati ati ya," seru azam agak terbata karena memang baru berumur 3 tahun, yang bergantian memeluk dan menciumku.
Ada rasa haru yang membuncah sesak di dadaku, keinginan untuk tidak pergi sempat terlintas di kepalaku, tapi aku harus pergi demi anak anakku, demi masa depan mereka juga. Aku pun tersenyum dan menciumi mereka satu persatu. Kertas yang di berikan linda pun aku selipkan di saku depan tas kerjaku.
"Linda jangan nakal dan jaga adik azam ya," seruku pada linda sambil memeluknya,
"Azam juga jangan nakal sama teteh linda, jaga bunda ya," keduanya aku peluk erat seakan tidak mau berpisah.
Ku lepas perjalanan ini dengan langkah yang berat, diiringi air hujan yang seakan di tumpahkan dari langit, menumpahkan kesedihan melihat seorang anak manusia yang harus berjuang meniti hidup di luar kota demi anak anaknya.
Aku berkerja pada sebuah perusahaan distributor pemasaran udang yang berpusat di Surabaya. Udang-udang tersebut di datangkan dari daerah madura dan pesisir jawa timur. Untuk proses pengolahan pengawetan dan pengepakan di kantor pusat Surabaya kemudian di pasarkan di seluruh kota di Jawa. Sebelum bergabung di perusahaan ini, aku berkerja di perusahaan retail consumer good yang berpusat di Bandung. Karir profesional ku tersebut di mulai selepas aku meraih gelar sarjana Strata 1 di sebuah Universitas Swasta Jakarta.
Pilihanku untuk berkerja di bandung sangat tepat sekali, karena di kota itulah aku meniti keluarga kecilku. Dengan mempunyai dua orang anak, paling sulung linda dan sang bungsu azam. Sedangkan Istriku adalah seorang putri mojang asli sunda, dengan latar belakang pendidikan Diploma 3 bahasa Inggris. Berkerja sebagai guru swasta yang tidak jauh tempatnya dari perumahan tempat tinggal kami. Namun 1 tahun belakangan ini istriku selalu mengeluh sakit dada setiap malam. Diagnosis dokter bahwa istriku mengidap penyakit jantung.
Ini bermula ketika aku mengundrukan diri dari perusahaan consumer good dimana saat itu linda merayakan ulang tahunnya yang ke-5 tahun dan azam baru berusian 8 bulan. Saya di fitnah bawahanku bahwa saya menerima suap dari suplier. Padahal bukti-bukti menunjukkan bahwa saya tidak bersalah. Karena sifatku yang lebih mengalah dan merasa sudah tidak nyaman lagi berkerja akhirnya saya mengundurkan diri. Sikap tersebut ternyata tidak disukai istriku. Namun istriku selalu memendam perasaan tersebut dan lebih memilih diam. Hal ini berlanjut ketika saya menerima tawaran berkerja di Surabaya, tanpa bertukar pikiran dengan istriku. Hal ini kulakukan karena anak anak membutuhkan biaya yang berlebih kedepannya, sehingga tawaran kerja dengan gaji yang lebih tinggi pun menjadi prioritas ku.
Perasaan tersebut baru di tumpahkan istriku setelah mendapatkan vonis dari dokter. Namun tanggapan dingin yang aku berikan ke istriku dan seolah olah penyakit yang di derita oleh istriku adalah hanya penyakit ringan dan tidak membebani pikiranku sama sekali. Aku tetap memberikan perlakuan yang sama dan tidak ada yang berubah. Mungkin ada sesuatu yang bisa merubahku kelak...entah siapa dan apa...
Kertas buku tulis bergaris yang hanya 2 lembar bergoyang goyang dalam peganganku mengikuti irama tubuhku yang duduk santai dalam gerbong kereta kelas eksekutif. Terlihat tulisan kapital besar dan kecil di tulis menggunakan pensil. Di sudut kiri atas tertulis karya Linda kelas 2b, di tengah tengah kertas tertera judul karya anakku, "Linda dan Keong ajaib," dibawah judul tersebut terdapat gambar kasar sketsa pensil seorang perempuan dengan rambut panjang di kuncir menyamping di kiri, tersenyum serta memakai gaun panjang hingga menutupi kakinya. Disamping anak perempuan tersebut terdapat keong kecil yang sedang tersenyum.

Aku pun tertawa melihatnya,"dasar imajinasi anak anak, tapi lumayan pintar juga untuk anak kelas 2,"pikirku, perasaan bangga terhadap linda pun membuncah dalam senyum kecilku. Untungnya di sebelahku tidak ada siapa siapa. Gerbong kereta ini tidak terisi penuh. Masing-masing orang menempati dua kursi setiap deretnya menurut no kursinya. Jadi aku pun bebas berbuat apapun tanpa harus merasa ada yang terganggu. Aku pun mulai membaca isi cerita pendek karya anakku...
Pada suatu hari linda disuruh ibunya untuk ke hutan mencari kayu bakar. Tiba-tiba ada yang bilang,"toloooong....!! Linda lalu menuju ke arah yang minta tolong.
Tau-taunya ternyata itu keong yang terjepit kayu. Linda segera mengangkat kayu itu dari si keong.
Keong itu berkata,"terima kasih, kamu telah menolongku," kata keong (aku pun tersenyum membacanya,"ini gak bisa dua kali di sebutkan kalau keong itu berkata,"koreksiku dalam hati)
linda terlihat kaget, "hah!!! ka...ka...kamu...bi...bi...bisa bicara? Teriak linda sambil kaku.
"Iya, saya bisa bicara! Jawab keong,"saya khan keong ajaib (huruf keong ajaib di besarkan dan di beri kreasi seperti garis garis yang membentuk lingkaran spiral yang bila dilihat seperti cangkang keong)

"Oh...jawab linda, linda pun lalu membawa keong itu ke rumahnya. (Teriakan Oh...seperti memang pribadi anakku linda yang jika di beri tahu atau dinasehati olehku,"kenangku)

Tiba-tiba pas di rumah, ada yang teriak minta tolong. Ternyata itu ibunya Linda, dia sakit parah.
"Ibu..., ibu kenapa? tanya linda," tidak apa-apa kok linda,"kata ibu menjawab.
"Ibu jangan bohong,"kata linda,"kalau bohong masuk neraka! Kata linda juga.
"Baiklah nak!" Kata ibu,"ibu...ibu...ibu sakit jantung!" Jawab ibu.
"Apa bu? Kata linda kaget, lalu linda pun memanggil ambulance. Ambulance pun membawa ibunya linda ke rumah sakit.

(Aku pun tertegun, membaca bait demi bait percakapan terakhir."Tidak mungkin istriku menceritakan penyakitnya ke anak-anak. Tidak ada seorang pun yang tau penyakit istriku selain aku, istriku dan dokter konsultasi,"pikirku. "Atau jangan-jangan istriku teledor, akh..tidak mungkin," kutepiskan argument demi argument yang menghinggapi pikiranku, karena tadi sore ketika berangkat istriku telah meyakinkan ku kalau tidak ada seorang pun tahu," tapi bagaimana cerita ini bisa sama?" Pikirku sambil mataku mengulang kembali bait demi baik tulisan anakku)

Walaupun kalut bertambah cemas, aku pun melanjutkan kembali...
Saat tiba di rumah sakit, Linda bilang ke keong ajaibnya. "Keong bagaimana ini ibuku sakit parah," tanya Linda. Kata keong, "iya,sama aku tidak bisa berbuat apa-apa,"
Akhirnya dokter pun keluar dari ruangan pemeriksaan. "Bagaimana dok," kata linda, "keadaan ibu saya?"
Kata dokter, "mohon maaf nak,"
"Ada apa dok,"tanya linda khawatir
"Ibu mu sudah tiada," kata dokter
"Maksud dokter, ibu saya sudah meninggal?" Kata Linda, ia pun menangis dan sekarang Linda pun tinggal berdua dengan keong.

Selesai (huruf besar dengan garis dan lekuk membentuk lingkaran atau huruf spiral. Pada huruf S di kasih mata dan mulut yang tersenyum serta rambut yang di kuncir satu).

Untuk kedua kalinya aku pun tertegun. Memahami makna demi makna karya anakku. Apakah aku keong yang dimaksud anakku? Apakah nanti anak anakku akan tinggal bersama keong yang kata anakku ajaib tapi tidak bisa memberikan hal ajaib untuk menyembuhkan ibunya Linda? Aku pun tertunduk, menghempaskan badanku di kursi tempat dudukku, mencoba untuk meredakan emosi haru ku dan nalar pikiranku. Ku coba untuk memandang keluar menembus kegelapan malam tapi tidak berhasil, tidak ada sesuatu objek pun yang terpandang di depan mataku.

Aku sayang keluargaku, aku salah meninggalkan mereka tanpa kehadiranku. Aku salah tidak memperhatikan mereka selama ini. "Tunjukkan jalan yang terbaik ya Tuhan, kalau menurutmu ini yang terbaik tetapkan lah hatiku untuk berjalan, ridhokanlah dan berikan yang terbaik sebagai penggantinya. Aku pun meraih ponselku di saku celana.

Ku putuskan untuk berhenti kerja malam ini juga dan tidak ku teruskan perjalanan ke Surabaya. Tiba di Stasiun transit Tugu Yogyakarta aku pun memesan tiket ke Bandung untuk pagi harinya. Sengaja tidak aku kabari anak anakku sebagai kejutan buat mereka. Senin sore aku pun tiba di depan rumahku, tampak lenggang dan tidak seorang pun di rumah. Ke khawatiran ku pun meningkat, ku ambil ponsel dan menelpon kakak iparkuku, tidak ada jawaban. Sampai ketiga kalinya akhirnya telp ku di terima, namun sambutan tangisan yang ku dengar dari kakak iparku yang memang tinggal 2 blok dari rumahku.

Aku memang keong, ku usahakan untuk menghidupi kedua anakku dengan ajaib. Selalu ku usahakan hal hal ajaib untuk mereka. Aku berusaha untuk membuat hidupku ajaib untuk mereka. Seperti harapan anak ku Linda. Love u my princess dan my prince. Forever and together.


CERITA PENDEK AAN KECIL "PEREMPUAN MALAM"



Haaaaa, mah...mah...itu ada suara apaan di luar," seruku ketakutan, berusaha membangunkan mamaku. Malam ini ku sesali untuk tidur terlalu malam, karena ke asyikkan menonton film tengah malam. Aku ingat...itu TVRI, satu-satunya program yang ada dan masuk ke daerah kami.

Suara seperti bayi menangis ditambah suara cekikin tertawa berasal dari luar dekat dengan jendela kamarku, bersahutan.... ditambah suara anjing tetangga meraung-raung dekat dengan pagar hidup rumahku.

"Ma, bangun...," bertambah panik diriku membangunkan mama dengan setengah berteriak.

Namun mama ku hanya membuka matanya," shhhhhhhtt," ucapnya sambil menempelkan jari telunjuk ke mulutnya menyuruhku diam.

Aku heran melihat begitu tenangnya mama dan hanya menepuk-nepuk bantalku sebagai isyarat untuk tidur kembali. Aku mengikuti isyarat tersebut dan hanya menikmati suara yang berasal dari luar kamar yang berangsur-angsur menjauh sampai lenyap sama sekali. Malam ini pilihanku tepat sekali, mengajak mama untuk tidur menemaniku.

"Untung ada mama," pikirku.

Esok harinya perihal suara tersebut akhirnya terbongkar, walaupun masih tidak percaya mendengar apa suara tersebut, namun hanya itu yang bisa aku percaya. Mendengarnya pun membuat diriku bergetar dan menambah pucat raut wajahku yang cukup imut-imut kalau menurut ibu-ibu di kampungku.
"Mungkin malam ini aku bakal tidur ditemani mama lagi," pikirku.

Berita tersebut aku dapatkan dari seorang ibu yang menjadi tetanggaku. Kebetulan ia lebih dahulu menanyakan kepadaku, apakah aku mendengar suara aneh tadi malam? Aku pun dengan cepat menceritakan kepadanya. Ia hanya tertawa senang melihatku ketakutan. Tertawanya ibu tetangga rumahku ini membuatku sewot, "orang serius cerita, ia malah tertawa," pikirku sambil menatap tetanggaku itu dengan sewot dan tatapan mencurigakan, "jangan-jangan ia yang punya ulah menakut-nakutiku," pikirku curiga.

Ia pun menghentikan tawanya dan menjawab serius hanya dengan satu jawaban
            “kuntilanak....!!!”

            Setiap ibu-ibu di kampungku termasuk para gadis-gadis dewasa sangat senang membuatku ketakutan...bukan hanya kaum perempuan di kampung ini tetapi kaum perempuan yang masih berstatus saudara ku pun sangat senang melihatku sewot ataupun ketakutan. Alasannya mereka senang melihat tampangku yang tiba-tiba pucat pasi tanpa darah, terdiam membisu dan mengkerutkan kening seperti berpikir, belum lagi tatapan mataku yang membelalak seperti tidak percaya menatap mereka yang membuatku sewot.

            Entahlah, menurutku biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh dan tetap tidak mengerti melihat tingkah orang-orang dewasa ini. Bahkan ada beberapa orang dewasa yang senang memegang daun telingaku setiap bertemu, katanya kenyal dan menggemaskan...

            "Sungguh aneh orang-orang dewasa," pikirku melihat kelakuan mereka. Terkadang aku risih, ringkuh tetapi karena pendidikan orang tuaku yang mengharuskan aku menghormati orang yang lebih tua, ya mau tidak mau hanya pasrah.

            Memang aku akui bahwa tampangku cukup menggemaskan, dengan tubuh yang berkulit putih, muka tidak ancur-ancur banget tapi menurut para fans aku seperti Andy Lau...huekkkk..., dengan rambut hitam ikal dan hidung mancung. Kelebihanku hanyalah mempunyai jidat licin dan luas seperti lapangan sepak bola dan telinga caplang seperti para Profesor-profesor pintar di televisi. Mungkin suatu saat aku akan seperti mereka barangkali...

            Sebagian besar diriku merupakan duplikat dari mama yang berasal dari Palembang. Dari ayahku yang kuwariskan hanyalah sepasang mata yang sipit sipit belo'...Mama...ya mungkin ketika melihatnya kalian bisa menebak bahwa asal mama mungkin ada keturunan Etnis China. Menurut cerita kebanyakan dari suku asli beliau berasal dari keturunan para perampok selat malaka, yang dulu menguasai reruntuhan kerajaan Sriwijaya, sikapnya pun kasar seperti orang-orang asli lainnya.

            Yah...aku akui sekeliling kampungku juga pergaulannya kasar dan berbahaya. Tidak aneh kalau melihat sesama saudara berkelahi dan berlari kejar-kejaran dengan membawa parang. Setiap hari berita pertikaian berdarah antar sesama teman, bersenggolan atau bertatapan kasar pun bisa jadi masalah besar, apalagi kalau menabrak ayam yang lagi parkir di tengah jalan, bisa-bisa di tukar dengan nyawa.

            Ditengah tengah suasana seperti itulah aku dibesarkan. Dengan memegang nama panggilan Aan, simple keren dan tidak bertele tele kata mama. Namun sifatku ternyata penakut, cemen, ayam sayur. Aku hanya beraninya berantem dengan sesama lelaki, tetapi sangat takut dengan gelap. Apalagi jika malam telah tiba dan kegelapan menyelimuti jalan-jalan di kampungku, aku pun menjadi ciut.

            Kampungku sebenarnya tidak banyak penghuninya. Rumahnya pun jarang-jarang dan masih banyak di tumbuhi pepohonan dan kebun kepunyaan masyarakat sekitar. Selain itu di depan rumahku terdapat Lapangan bola voli yang sudah berganti fungsi menjadi lapangan bola kaki milik anak-anak kampung ini yang jumlahnya cuma segelintir. Karena jaraknya antara rumah yang satu dan rumah yang lain jarang-jarang, makanya masih ada tanah sekitar jalan yang tidak di terangi lampu jalan. Di tambah dengan jarang penghuni, sehingga ketika malam tiba tidak ada seorang pun yang berada di jalan atau nongkrong di luar. Sialnya...ada saja tugas yang di berikan mama ketika malam menjelang, seperti malam ini.

            "Aan, beli mie goreng, gula dan kopi ya di warung bi unah," suruh mamaku ketika selepas salat magrib. Tidak menunggu waktu lama, aku pun sudah kembali dengan muka merah dan ngos-ngosan karena capek berlari. Jarak antara rumah dan warung bi unah lumayan jauh sekitar 100 m, berarti pulang pergi aku sudah menempuh jarak 200 m...gimana gak ngos-ngos-an!!!. Itu alasan mama ku menyuruhku berbelanja di malam hari, karena ia yakin aku pasti akan cepat kembali dan tidak akan menyimpang kemana-mana. Mamaku tau mengenai kelemahan anak sulungnya, tapi tetap di biarkan saja. Menurutnya masih terlalu kecil dan belum pantas melihat dunia di luarnya
.
            "Hm....ada benarnya juga, karena sekarang aku sudah besar dan bisa melihat dunia luar...sehingga malah lupa pulang dan kelayapan hingga pagi tiba,"

            Ketakutanku yang lain adalah dengan yang namanya makhluk cantik yang tidak pernah aku mengerti sampai sekarang. "Duuuuh...gak tau dech, apa perasaaaku jika bertemu perempuan cantik, tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata dan tulisan...hm...kaya gitu dech...deg-degan...senyam senyum...keluar air liur...menelan lidah sendiri hingga tersedak, mata berbinar-binar, pikiran mengangkasa seperti berada di surga dengan di iringi oleh musik indah yang di petik oleh cupid yang mengitari kepalaku. Aku...hanya bisa memandang dan tidak punya keberanian sedikitpun untuk berkenalan ataupun berbicara sepatah kata pun...diam...membisu dan hanya bisa mengagumi...kasihan...cemen amat.

            Pernah kejadian suatu waktu sehabis hari raya. Aku melihat teman-teman perempuanku satu kelas di sekolah dasar, memasuki pekarangan rumahku. Aku pun pucat pasi, tidak tau harus bagaimana...tanpa pikir panjang aku pun keluar dari pintu belakang rumah dan memanjat pagar tembok belakang rumah lalu bermain bersama teman-temanku. Mama ku hanya berdiri mematung dan hanya melihat kelakuan anaknya yang aneh. Baru ketika pintu depan di ketuk dan di buka, baru mama mengetahui bahwa aku kabur karena akan kedatangan teman-temanku perempuan satu sekolah. Jujur sih, sebenarnya di sekolah juga aku tidak pernah akrab dengan kaum perempuan. Hanya bertegur sapa saja dan biasanya teman perempuan ku yang duluan menyapa baru aku membalas...

            Alhasil, aku pun di ceramahi panjang lebar oleh ayah dan mamaku. Tapi ya...harus bagaimana lagi...belum ada keberanian untuk berkenalan dengan makhluk aneh yang bernama perempuan. Padahal adik ku perempuan, memang tidak pernah akur, tidak pernah aku mengerti maunya apa?, super bawel, banyak maunya, cengeng dan manja.

            Malam menjelang tiba. Muncul sudah kekhawatiran ku dari tadi pagi. Akan tiba saatnya si perempuan halus yang akan menyusahkan malam malamku kembali.

            “hadeuuuh..hadeuuuh..memang yang namanya perempuan kok selalu menyusahkan. “ pikirku sambil termenung.

            “aku harus membujuk mama agar nanti malam kembali menemaniku tidur,“ pikirku kembali sambil melihat mama yang sedang mengaji setelah melakukan ritual salat Magrib.

            Setelah melihat mama yang sedang menutup Alquran dan akan beranjak dari tempat salat. Aku pun dengan sigap sudah berada disamping mama.

“Ma, hm....emang waktu kecil mama gak pernah takut kalau malam tiba?” tanyaku sambil mendongak melihat mama yang terkejut aku sudah ada disampingnya.

“hmmm. Gak tuh, khan waktu itu mama punya Mama Nawar (Mama adalah panggilan untuk Laki laki yang dituakan, biasanya merupakan panggilan untuk para cucu ke orang yang lebih tua dari saudara bapak atau ibu), Wa Asmah (Wa adalah panggilan untuk saudara perempuan yang yang dituakan, biasanya merupakan panggilan untuk para cucu ke orang yang lebih tua dari saudara bapak atau ibu) dan mama nurdin.” Jawab mama sambil tersenyum.

“loh tidurnya barengan,” jawabku bersemangat.

Iya, memang kenapa.” Jawab mama sambil menatap wajahku untuk menebak arah pembicaraanku.

“Nyai sama Abah tidur bareng juga,” selidikku sambil berusaha untuk tidak menatap mama.

“Nggak sih, nyai sama Abah tidur dikamar nya sendiri.”Jawab Mama sambil meletakkan Alquran dan alat salat di atas meja kamar mama. Lalu mengacuhkan ku yang sepertinya mama berpikir bahwa Aku hanya berbasa basi memberikan pertanyaan anak anak yang hanya ingin tahu.

“Mama gak merasa ketakutan tidur dengan mama dan wa? Mereka khan masih kecil. Kalau ada apa apa di tengah malam gimana?” Tanyaku.

“ya, Alhamdulillah tidak ada apa apa kok, buktinya mama masih ada disini,” jawab mamaku acuh tak acuh.

“Maksud aan, kalau tiba tiba ada hantu muncul di kamar gimana mah?” Tanyaku sambil melotot ke arah mama, ada kekakuan di lidah dan perasaanku yang tidak menentu. Ada gelombang takut yang tiba tiba muncul seakan akan tidak mau melewati malam ini.

Mama pun tersenyum dan mengerti arah pembicaraanku. ia pun berjongkok di depanku lalu menatap wajahku dan berkata pelan namun mantap.

“Hantu itu sebenarnya hanya setan atau iblis yang ingin menggoda manusia An. Mereka juga sebenarnya takut kepada manusia, apalagi manusia nya berani. Tapi.....jika aan takut, mereka dengan sukarela akan terus menggoda bahkan muncul di depan manusia tersebut. Jadi....aan harus jadi anak berani ya sayang...berani dong....udah sekolah dan harus bisa jadi contoh Rika dan Deni.” Jelas mama sambil terus menatap ku seolah olah sedang mencoba menebak apakah aku akan menerima perkataan mama atau hanya lewat saja di telingaku.

Aku pun hanya mengangguk pelan dan berusaha untuk mematri hati ku untuk berani, namun ada pertanyaan yang masih ingin aku berikan ke mama.

“tapi kenapa mama waktu kecil tidurnya bisa sama mama dan wa, ma?” tanyaku pelan dan malu malu karena pertanyaanku merupakan pertanyaan yang merupakan kebalikan dari apa yang barusan mama jelaskan kepadaku untuk berani sendiri.

“Ya iyalah, waktu mama kecil ya rumah mama kecil dan tidak sebesar sekarang yang di tempati oleh nyai,” sahut mama tertawa sambil berlalu ke arah dapur.

            Aku pun termangu dan termenung sendiri di depan kamar mama. “Apakah aku bisa berani melewati malam ini, tapi kata mama jika aku takut para hantu akan semakin berani menampakkan diri,” aku pun bergidik jika membayangkan hal tersebut terjadi padaku. Namun ada yang menyeruak dalam hatiku. Perasaan ingin membuktikan bahwa aku berani dan bisa melalui malam ini. Akhirnya tekad ku pun bulat, aku akan mengajak Deni untuk menemani ku tidur malam ini,” ha ha ha ha, masih juga takut ya An,” pikirku.

            Hasilnya aku pun tidak sukses membujuk adikku untuk tidur dikamarku. Ternyata deni sudah mendengar kisah tadi malam juga dari ibu tetangga rumahku, lalu memutuskan untuk tidur dikamar mama. Akhirnya kembali radio butut kepunyaan papaku yang menemani dan mengiringiku tidur. Aku pun dengan sengaja mendengarkan suatu frekuensi radio seperti kebiasaanku. Kebiasaanku ini di mulai setelah aku mendapatkan ijin untuk membawa masuk radio tape recorder kepunyaan papa masuk kedalam kamarku. Hanya itu yang mampu menemaniku belajar, tidur dan beraktifitas di dalam kamarku ini.

            Denah kamarku terletak paling depan dan bersebelahan dengan ruang tamu. Jarak dari pagar hidup yang membatasi jalan umum dengan halaman rumah depan dari kamarku hanya sekitar 5 meter. Jadi tidak heran segala hal hal yang terjadi didepan rumahku dapat terdengar jelas dari kamarku. Sebelah kanan dari kamarku adalah halaman samping yang berjarak 4 meter dari kali yang di kelilingi oleh pagar hidup yang sengaja di tanam oleh papa. Papa merupakan seorang yang sangat mencintai tanaman dan tanah. Pintar untuk menanam apapun dan sudah pasti tumbuh dengan baik. Jadi tidak heran ada beberapa tumbuhan yang di tanam oleh papa tumbuh dan berkembang dengan baik dan menghasilkan buah buahan yang dapat kami nikmati sekeluarga, seperti Jambu air, Jambu bangkok biji, jeruk Nipis, Rambutan, bahkan pohon pisang.

            Seperti malam ini juga, aku pun sudah standbye di depan meja belajarku. Mencoba untuk mengusir rasa takut yang sebentar lagi akan memuncak bersamaan dengan jarum jam yang semakin mengarah ke atas. Jam 9 malam, akhirnya ku putuskan untuk beranjak ke atas tempat tidur dan meninggalkan tas yang berisi buku yang sudah ku persiapkan untuk besok diatas meja belajar. Aku pun mengecilkan volume radio dan membawa komik kesukaan ku yang sudah berkali kali aku baca. Kebiasaanku membaca hanya merupakan pemancing lelah di mata supaya aku pun lekas tidur. Namun bukannya tidur, pikiranku mengembara kemana mana. Telingaku dengan tajam menembus keluar mendengarkan beberapa gerakan gesekan dedahan pohon rambutan yang berada dekat dengan kamarku. Dengkingan kodok yang bernyanyi riang bersahut sahutan di kali sebelah rumahku. Siuran angin yang menggoyangkan beberapa daun daun dan mulai bergoyang turun ke tanah lepas dari dahannya. Beberapa jangkrik yang berteriak monoton bersahut sahutan tidak mau kalah dari kodok yang tingal bersebelahan dengan mereka di rerimbunan pagar hidup yang mengelilingi kali.

            Walaupun radio mendengarkan beberapa lagu pilihan yang tengah hit dan mengalun pelan mengisi kamarku, namun tidak menghalangi telingaku mendengarkan apa yang terjadi di luar. Derikan pelan sepeda yang di kayuh dan ban yang bergulir pelan melewati kubangan becek di depan rumahku pun terdengar.

“ Pak Eman baru pulang dari kerja.” Pikirku sambil membayangkan wajah ramah pak Eman. Pak eman merupakan orang tuanya Indra yang merupakan teman sepermainan denganku di kampung ini.

            Tidak beberapa lama aku pun mendengar langkah langkah binatang yang berlarian entah ada beberapa ekor serta dengusan napas anjing yang sedang berpacu berlari, entang anjing siapa. Di sekitar rumahku memang ada beberapa keluarga yang masih memelihara Anjing dan sering dilepas keluar jika malam tiba. Aku pun menebak nebak anjing siapa yang baru lewat di depan rumahku ini. Beberapa nama keluarga lewat di kepalaku, walaupun mata ku tetap terpejam dan memikirkan keluarga siapa saja yang sering melepas anjingnya berkeliaran di malam hari. Tidak beberapa lama terdengar beberapa kucing mengeong di depan kamarku. Sepertinya kali ini ada 2 ekor kucing yang sedang bercengkrama. “ mungkin kucing mau kawin kali.” Seruku dalam hati sambil tersenyum dalam diam dan masih dalam posisi mata terpejam.

            Entahlah sudah beberapa jam pikiran dan telingaku mengembara menyelusuri detik demi detik, menit demi menit bahkan jam demi jam. Menyelusuri titik demi titik, langkah demi langkah, suara demi suara. Entahlah hanya angin, kabut yang bisa menyaksikan apa yang terjadi di luar kamar. Namun seperti biasa aku pun masih terjaga seperti terjaganya beberapa ekor kodok dan jangkrik yang menemaniku malam ini. Ada perasaan nyaman ketika mendengarkan mereka masih ada menemaniku malam ini. Ditambah deburan air kali yang menandakan ada beberapa ikan yang mencoba masih terjaga mencari makan dalam kepekatan malam ini.

            Tidak ada sang perempuan malam seperti malam kemarin, namun aku mencoba untuk tidak berpikir ke arah sana. Aku hanya seorang anak kecil yang pasrah atas apa yang akan terjadi di kamar ini. Aku hanya lah seorang anak kecil yang mencoba untuk mencari jati diri dan pengalaman untuk aku alami dan jadikan pelajaran kedepan demi langkahku kemudian. Kata kata mama sore tadi masih membekas di ingatanku. Aku pun tersenyum dan menyapu pipiku kearah bantal empukku. Kucoba untuk mendengarkan lagu beberapa teman temanku sang pengisi malam di luar. Kucoba satukan dengan lagu lagu yang mengalun pelan keluar dari radio bututku yang mengisi relung relung kamarku. Aku bersyukur bahwa malam ini aku di temani oleh sang pengisi malam yang selama ini aku tidak pernah sadari bahwa mereka ada karena mereka memang ada untuk menemaniku. Berharap bahwa mereka terus bersuara karena jika mereka tidak bersuara sudah pasti ada sesuatu yang akan terjadi. Namun ingatan kecilku terus berusaha mengusir segala sesuatu yang membuatku khawatir malam ini.


            Akhirnya aku pun tidak ingat apa yang terjadi, yang pasti aku pun telah menyatu dengan alam bawah sadar kecilku. Terbuai dengan alunan sang pengisi malam. Tidak tahu dan tidak sadar bahwa sang pengisi malam tidak beberapa lama tengah terdiam karena yang di nanti sedang bergentayangan mencari sasaran yang tengah dituju.  Yang pasti besok malam aku akan mendengar dari tetangga sebelah rumah bahwa si perempuan malam telah hadir disamping rumahku menunggu sesuatu yang ada di perut mamaku. Ya calon adikku tengah tidur bersemayam didalam perut mama dan tengah diincar oleh si perempuan malam, ya... perempuan malam atau si kuntilanak...  

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO