Saturday, April 30, 2022

SAMPEYAN




Jam menunjukkan angka 15 lewat 15 menit sore, tatkala Aseng memasuki parkir sebuah tujuan Kawasan wisata budaya Candi di daerah perbatasan Jogja dan Solo. Cangkemun tersenyum sumringah ketika mengetahui kalau tujuannya sudah sampai ditempat tujuan. Maklum Cangkemun sudah dari tadi menahan tuntutan biologisnya yang harus dikeluarkan.

Tepat memasuki pelataran parkir yang kebetulan berdekatan dengan makam warga, Aseng dan istrinya pun disambut dengan meriah oleh para tukang parkir. Saking meriahnya, ia pun bingung untuk parkir motor karena para tukang saling pegang stang motor nya Aseng. Ia pun akhirnya menyerahkan motornya untuk diparkir oleh tukang parkir senior yang memenangkan perebutan dan mengakhiri ricuhnya para tukang parkir. Tampak di seluruh area memang penuh oleh motor maklum sekarang hari libur, jadi pengunjung pun membludak.

Cangkemun pun membayar parkir. ia yang sedari tadi diam seribu bahasa tapi tampak bergoyang goyang sambil mengapit pahanya pun segera menarik Aseng setelah membayar uang lima ribuan dan mengambil karcis dari tukang parkir.

“Pa, ayo buruan,….udah gak tahan.” Seru Cangkemun, sambil menarik lengan Aseng dan langsung menuju pintu masuk kawasan wisata.

“Ya,bunda, lets go….” Seru Aseng yang tampak sepertinya girang sekali menatap siluet Candi yang berada dikawasan wisata tersebut. Aseng pun berusaha menyeimbangi langkah Cangkemun yang tampak terburu buru.

“Akhirnya setelah sekian lama pengen kemari, kesampaian juga ya bun,” Aseng berceloteh memulai obrolan. Sambil matanya tidak lepas menatap siluet Candi yang semakin lama semakin jelas dimata Aseng. Aseng pun tampak kagum sambil mengeleng gelengkan kepala. Secarik senyum mengulas bibir kecilnya Aseng dan menarik matanya yang sudah sipit menjadi lebih sipit.

“Hm,…” jawaban singkat yang keluar dari mulut Cangkemun. Tampak tidak tertarik dengan obrolan suaminya. Ia malah menambah kecepatan jalannya.

Aseng pun yang tau akan kondisi istrinya pun hanya terdiam. Mereka memasuki gerbang masuk kawasan wisata tersebut dan tampak sudah ada beberapa satpam yang menjaga tempat tersebut dengan membawa tiket masuk. Setelah membayar beberapa rupiah sebagai tiket masuk, mereka pun segera menuju toilet yang tidak jauh dari tempat tersebut. Cangkemun pun tanpa basa basi pun langsung masuk ke toilet.

“Ayo pa,” sebuah suara yang mengejutkan Aseng yang sedari tadi tidak lepas memandangi Candi megah yang ada didepan mata. Tampak terlihat cangkemun yang sudah ceria berbeda dari yang dia tampilkan sebelumnya.

“ Ayo pa, kita photo dulu,” Teriak Cangkemun antusias sambil menarik Aseng kearah lapangan dengan latar beberapa Candi. Aseng pun mengikuti istrinya dan mereka pun tampak senang berphoto kesana kemari layaknya artis dadakan. Sewaktu waktu Cangkemun berganti posisi, dengan miring kesana kemari, buka jaket dan lain lain sebagainya. Sedangkan Aseng yang tidak tau menau mengenai posisi yang bagus untuk berpose hanya menampilkan gaya berdiri dengan kresek plastik berisi botol minuman mineral di tangan, tas istrinya melingkar didada dengan gandolan jaket dirinya dan istri menghiasai hasil jepretan istrinya.

Tidak beberapa lama pun, mereka tampak hadir didalam kerumunan barisan untuk memasuki komplek Candi. Setelah didalam, bagai anjing lepas dari kandang, Aseng pun kesana kemari memasuki beberapa Candi dengan berbekal HP butut buatan Korea tahun 2012. Ia pun sibuk mendokumentasikan beberapa hal yang sepertinya dia juga bingung untuk apa. Hanya ia dan hp nya yang tau tujuan Aseng mendokumentasikan photo photo candi tersebut. Terkadang juga ia mendokumentasikan dirinya dan beberapa relief sekedar untuk nampang.

Sedangkan Cangkemun yang sudah lelah, hanya memasuki 1 candi pun tampak terduduk lesu dan ia pun terduduk di luar candi sambil menunggu suaminya yang entah sudah beberapa candi sudah dimasuki olehnya. Ia pun membuka hp, update status sambil menyelonjorkan kakinya yang tampak pegal.

“gimana sudah puas pa,” Tanya Cangkemun ketika sang suami tiba dan duduk disampingnya.

“Lah jaket bunda mana?” Lanjut Cangkemun bertanya kembali, tanpa memberi kesempatan Aseng untuk menjawab pertanyaannya. Aseng pun tampak terkejut, ia pun lalu melemparkan pandangan matanya keseluruh area yang sudah dia jelajahi. Ia melihat seseorang kakek sedang membungkuk untuk memungut Jaket istrinya yang ia kenali berwarna hijau. Tanpa menjawab pertanyaan istrinya, ia pun segera berlari mendekati sang kakek dan menyambar jaket yang akan diambil oleh kakek tersebut.

“Maaf ya kek,” seru Aseng sambil memegang jaket istrinya

“ooooh, itu jaket sampeyan,” seru sang kakek sambil memandangi orang yang menyambar jaket yang akan diambilnya.

“ Bukan kek, ini jaket istri saya,” Seru Aseng ramah dan tersenyum.

“ia jaket sampeyan,” Jawab si kakek kembali sambil menatap lekat-lekat kearah Aseng

“bukan kakek..ini jaket istri saya bukan jaket sampeyan, itu istri saya. Saya gak kenal dengan sampeyan,” sahut Aseng setengah berteriak namun masih menahan suaranya, sambil menunjuk istrinya yang tengah berjalan kearah mereka.

Cangkemun merasa bahwa memang ada yang tidak beres dengan pembicaraan sang suami dan kakek. Oleh karena itu, ia pun mendekati mereka berdua.

“ia itu jaket sampeyan, sampeyan juga tidak kenal dengan saya.” Seru si kakek setengah menekan suaranya agar tidak terlihat melengking dan mengundang perhatian pengunjung lainnya. Ia pun berkata seraya mendekatkan dirinya kearah Aseng dengan sengaja, agar Aseng bisa mendengar dengan jelas perkataan dirinya. Si kakek merasa bahwa Aseng tidak mendengar perkataannya

Merasa kakek yang dihadapinya akan marah sedangkan mereka tengah berada di kerumunan orang orang dan tidak ingin menarik perhatian orang. Aseng pun mengendurkan suaranya dan berkata,

“Kakek, mohon maaf. Saya tidak kenal dengan sampeyan. Ini jaket istri saya bukan sampeyan.” Seru Aseng kembali ramah dan kembali berkata,

“Bun, kakek ini bersikeras kalau ini Jaket sampeyan, padahal ini khan jaket bunda.” Tanya Aseng kepada istrinya yang sudah bergabung dengan mereka.

Cangkemun yang kebetulan memang orang Jawa pun tertawa geli namun di tahan karena tidak ingin menyinggung perasaan dan harga diri suaminya. Seperti biasa Cangkemun pun dengan senyum seraya memeluk suaminya dan berbisik.

“Sayang, Sampeyan itu bahasa Jawa yang artinya kamu, minta maaf sana sama kakeknya. Kasihan sudah tua sekalian beli tuh brosur punya kakeknya,” Jelas Cangkemun sambil tersenyum lirih manis berusaha untuk melunturkan emosi suaminya.

“Oooh, gitu ya,” seru Aseng dan hanya kalimat tersebut yang keluar dari mulutnya karena merasa malu. Sedangkan sang kakek yang mendengar penuturan Cangkemun ke suaminya pun tersenyum lirih.

Kesalah pahaman ini membawa Aseng pulang dengan oleh oleh brosur tempat wisata  tersebut. Tempat wisata ini ternyata membawa rasa special yang paling dalam terhadap diri Aseng, karena selain tempat yang dulu ia idam idamkan juga sekaligus membawa pengalaman malu yang teramat sangat namun memberi kesan mendalam terhadap kecintaannya terhadap orang dan bahasa Jawa. 

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO