Jam menunjukkan angka 15 lewat 15 menit
sore, tatkala Aseng memasuki parkir sebuah tujuan Kawasan wisata budaya Candi
di daerah perbatasan Jogja dan Solo. Cangkemun tersenyum sumringah ketika
mengetahui kalau tujuannya sudah sampai ditempat tujuan. Maklum Cangkemun sudah
dari tadi menahan tuntutan biologisnya yang harus dikeluarkan.
Tepat memasuki pelataran parkir
yang kebetulan berdekatan dengan makam warga, Aseng dan istrinya pun disambut
dengan meriah oleh para tukang parkir. Saking meriahnya, ia pun bingung untuk
parkir motor karena para tukang saling pegang stang motor nya Aseng. Ia pun
akhirnya menyerahkan motornya untuk diparkir oleh tukang parkir senior yang
memenangkan perebutan dan mengakhiri ricuhnya para tukang parkir. Tampak di
seluruh area memang penuh oleh motor maklum sekarang hari libur, jadi
pengunjung pun membludak.
Cangkemun pun membayar parkir.
ia yang sedari tadi diam seribu bahasa tapi tampak bergoyang goyang sambil
mengapit pahanya pun segera menarik Aseng setelah membayar uang lima ribuan dan
mengambil karcis dari tukang parkir.
“Pa, ayo buruan,….udah gak tahan.” Seru Cangkemun,
sambil menarik lengan Aseng dan langsung menuju pintu masuk kawasan wisata.
“Ya,bunda, lets go….” Seru Aseng yang tampak
sepertinya girang sekali menatap siluet Candi yang berada dikawasan wisata
tersebut. Aseng pun berusaha menyeimbangi langkah Cangkemun yang tampak terburu
buru.
“Akhirnya setelah sekian lama pengen
kemari, kesampaian juga ya bun,” Aseng berceloteh memulai obrolan. Sambil matanya
tidak lepas menatap siluet Candi yang semakin lama semakin jelas dimata Aseng.
Aseng pun tampak kagum sambil mengeleng gelengkan kepala. Secarik senyum
mengulas bibir kecilnya Aseng dan menarik matanya yang sudah sipit menjadi
lebih sipit.
“Hm,…” jawaban singkat yang keluar dari
mulut Cangkemun. Tampak tidak tertarik dengan obrolan suaminya. Ia malah
menambah kecepatan jalannya.
Aseng pun yang tau akan kondisi istrinya
pun hanya terdiam. Mereka memasuki gerbang masuk kawasan wisata tersebut dan
tampak sudah ada beberapa satpam yang menjaga tempat tersebut dengan membawa
tiket masuk. Setelah membayar beberapa rupiah sebagai tiket masuk, mereka pun
segera menuju toilet yang tidak jauh dari tempat tersebut. Cangkemun pun tanpa
basa basi pun langsung masuk ke toilet.
“Ayo pa,” sebuah suara yang mengejutkan
Aseng yang sedari tadi tidak lepas memandangi Candi megah yang ada didepan mata.
Tampak terlihat cangkemun yang sudah ceria berbeda dari yang dia tampilkan
sebelumnya.
“ Ayo pa, kita photo dulu,” Teriak
Cangkemun antusias sambil menarik Aseng kearah lapangan dengan latar beberapa
Candi. Aseng pun mengikuti istrinya dan mereka pun tampak senang berphoto kesana
kemari layaknya artis dadakan. Sewaktu waktu Cangkemun berganti posisi, dengan
miring kesana kemari, buka jaket dan lain lain sebagainya. Sedangkan Aseng yang
tidak tau menau mengenai posisi yang bagus untuk berpose hanya menampilkan gaya
berdiri dengan kresek plastik berisi botol minuman mineral di tangan, tas istrinya
melingkar didada dengan gandolan jaket dirinya dan istri menghiasai hasil
jepretan istrinya.
Tidak beberapa lama pun, mereka tampak
hadir didalam kerumunan barisan untuk memasuki komplek Candi. Setelah didalam,
bagai anjing lepas dari kandang, Aseng pun kesana kemari memasuki beberapa
Candi dengan berbekal HP butut buatan Korea tahun 2012. Ia pun sibuk mendokumentasikan
beberapa hal yang sepertinya dia juga bingung untuk apa. Hanya ia dan hp nya
yang tau tujuan Aseng mendokumentasikan photo photo candi tersebut. Terkadang juga
ia mendokumentasikan dirinya dan beberapa relief sekedar untuk nampang.
Sedangkan Cangkemun yang sudah lelah,
hanya memasuki 1 candi pun tampak terduduk lesu dan ia pun terduduk di luar
candi sambil menunggu suaminya yang entah sudah beberapa candi sudah dimasuki
olehnya. Ia pun membuka hp, update status sambil menyelonjorkan kakinya yang
tampak pegal.
“gimana sudah puas pa,” Tanya Cangkemun
ketika sang suami tiba dan duduk disampingnya.
“Lah jaket bunda mana?” Lanjut Cangkemun bertanya
kembali, tanpa memberi kesempatan Aseng untuk menjawab pertanyaannya. Aseng pun
tampak terkejut, ia pun lalu melemparkan pandangan matanya keseluruh area yang
sudah dia jelajahi. Ia melihat seseorang kakek sedang membungkuk untuk memungut
Jaket istrinya yang ia kenali berwarna hijau. Tanpa menjawab pertanyaan
istrinya, ia pun segera berlari mendekati sang kakek dan menyambar jaket yang
akan diambil oleh kakek tersebut.
“Maaf ya kek,” seru Aseng sambil memegang
jaket istrinya
“ooooh, itu jaket sampeyan,” seru sang
kakek sambil memandangi orang yang menyambar jaket yang akan diambilnya.
“ Bukan kek, ini jaket istri saya,” Seru
Aseng ramah dan tersenyum.
“ia jaket sampeyan,” Jawab si kakek
kembali sambil menatap lekat-lekat kearah Aseng
“bukan kakek..ini jaket istri saya bukan
jaket sampeyan, itu istri saya. Saya gak kenal dengan sampeyan,” sahut Aseng setengah
berteriak namun masih menahan suaranya, sambil menunjuk istrinya yang tengah
berjalan kearah mereka.
Cangkemun merasa bahwa memang ada yang
tidak beres dengan pembicaraan sang suami dan kakek. Oleh karena itu, ia pun
mendekati mereka berdua.
“ia itu jaket sampeyan, sampeyan juga
tidak kenal dengan saya.” Seru si kakek setengah menekan suaranya agar tidak
terlihat melengking dan mengundang perhatian pengunjung lainnya. Ia pun berkata
seraya mendekatkan dirinya kearah Aseng dengan sengaja, agar Aseng bisa
mendengar dengan jelas perkataan dirinya. Si kakek merasa bahwa Aseng tidak
mendengar perkataannya
Merasa kakek yang dihadapinya akan marah
sedangkan mereka tengah berada di kerumunan orang orang dan tidak ingin menarik
perhatian orang. Aseng pun mengendurkan suaranya dan berkata,
“Kakek, mohon maaf. Saya tidak kenal
dengan sampeyan. Ini jaket istri saya bukan sampeyan.” Seru Aseng kembali ramah
dan kembali berkata,
“Bun, kakek ini bersikeras kalau ini Jaket
sampeyan, padahal ini khan jaket bunda.” Tanya Aseng kepada istrinya yang sudah
bergabung dengan mereka.
Cangkemun yang kebetulan memang orang Jawa
pun tertawa geli namun di tahan karena tidak ingin menyinggung perasaan dan
harga diri suaminya. Seperti biasa Cangkemun pun dengan senyum seraya memeluk
suaminya dan berbisik.
“Sayang, Sampeyan itu bahasa Jawa yang
artinya kamu, minta maaf sana sama kakeknya. Kasihan sudah tua sekalian beli
tuh brosur punya kakeknya,” Jelas Cangkemun sambil tersenyum lirih manis
berusaha untuk melunturkan emosi suaminya.
“Oooh, gitu ya,” seru Aseng dan hanya
kalimat tersebut yang keluar dari mulutnya karena merasa malu. Sedangkan sang
kakek yang mendengar penuturan Cangkemun ke suaminya pun tersenyum lirih.
No comments:
Post a Comment