Setelah berpakaian dan meletakkan kulit mutiara tersebut, Merpati mas
berusaha untuk membuka kulit mutiara tersebut. Namun setelah dicoba beberapa kali
tidak dapat terbuka jua. Dengan heran dia menaikkan kembali kulit mutiara
tersebut ke tempat yang lebih tinggi agar bisa terkena sinar matahari dan
kembali berusaha untuk membuka kulit mutiara tersebut. Namun ia pun kembali
gagal, dengan terheran heran ia pun meletakkan kulit mutiara tersebut dengan
maksud untuk menjemurnya agar kering. Merpati mas bersama dengan anak raja
lainnya pun menunggui kulit mutiara tersebut.
Melihat hal tersebut, Merak mas pun berkata,
Jikalau memang kosong
Hamba yang akan menanggung
Tiadalah hamba bicara bohong
Banyak terima kasih hamba
menjunjung
Siapa yang dapat itu jodohnya
Tak dapat tiada ada isinya
Masakan rumah tiada orangnya
Jikalau tiada ada hamba
gantinya
Adapun tersebut, Tuan Putri Budi Wangi yang berada didalam kulit mutiara
bersama dengan dayangnya Tun Delima dan Tun Anggur, biasanya setiap hari selalu
membuka kulit kerang tersebut untuk melihat apakah air telah surut atau belum.
Namun sudah lima hari ini mereka merasa enggan dan malas, sebab mereka berpikir
bahwa negeri mereka masih banjir dan belum surut.
Itulah sebabnya Tun Anggur pun berkata kepada Tun Delima,“Ya Tun Delima,
kita bertiga sampai kapan melihat daratan dan bertemu dengan manusia lagi.”
Tun Delima pun menjawab, “Hai Tun Anggur, jangan bicaramu melantur,
jikalau diingat yang demikian, tentulah menjadi teringat jua dengan si Merak
Mas dan ibu bapak kita tentu niscaya semakin sedih pikirannya. Bicaramu ini
suka membikin resah dihati, terlebih baik kita menghibur diri dengan bermain
pantun.”
Tun Delima pun akhirnya bersyair,
Yang sudah biarlah sudah
Jangan suka jadi penggoda
Kalau menggulung yang tiada
faedah
Baik lipurkan hati yang gundah
Karena kita disini tamatlah
sudah
Hati pun belum rasanya rendah
Kalau manusia kemari tiada
Apalah halnya pikir dalam dada
Lalu dijawab Tun Anggur dengan bersyair juga,
Jikalau pagi mengharap malam
Sebab pikiran terlalu kelam
Menjadi rusak hati didalam
Sampainya kapan melihat alam
Jikalau malam mengharap siang
Sebabnya hati sangat terbayang
Jikalau tiada nyawa kusayang
Niscaya ruh ku sudah melayang
Tuan putri pun menjawab pantunnya Tun Anggur dengan lirih,
Aku bernazar Sore dan Pagi
Siapa yang memungut aku tiadalah
rugi
Badan dan nyawalah aku bagi
Aku buat suami demikian lagi
Siapa yang pungut padaku
Itulah tandanya yang bela
nyawaku
Pada yang memungut itu jodohku
Biar sekalipun besi, kayu
atawa paku
Setelah berpantun menangislah mereka, mengenang nasibnya mereka.
Syahdan, pada masa itu matahari bersinar sangat terik sekali. Sehingga
panasnya langsung menuju ke kulit mutiara tersebut dan menjadi cepat kering. Karena
Air yang tadi menyelimuti kulit mutiara tersebut sudah kering sehingga panasnya
sinar matahari itu terasa sampai kedalam kulit mutiara tersebut sehingga
dirasakan oleh putri dan kedua dayangnya.
Mereka pun berpikir,“Apakah sudah kering air ini, sebab biasanya dingin
dan ini mengapa panas?”
Tuan Putri pun berkata,“Tun Anggur, cobalah diri pergi membuka dan lihat
apa yang menyebabkan panas ini, kenapa tidak seperti hari biasanya,”
Tun Anggur pun bergegas membuka perlahan lahan, maka dilihatnya lah
bahwa mereka tidak berada didalam air lagi malahan berada diatas tanah yang ada
rumputnya. Maka senanglah hatinya Tun Anggur melihat hal tersebut, ia pun
menutup kembali dengan perlahan lalu ia memberitahukan hal tersebut ke Tuan
Putri,
“Ya Tuan Putri, cobalah tuan membuka sendiri, karena beta melihat suatu
padang dan kita ini ada terletak diatas tanah yang ada rumputnya,”
Maka Tuan Putri Budi Wangi pun membuka sendiri dan bersuka cita hatinya
meilhat yang terjadi sesungguhnya benar apa yang dikatakan Tun Anggur. Ia pun
segera mengeluarkan kepalanya sampai sepinggang badan seperti keong. Melihat
kesana kemari, ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa dirinya sudah diatas bumi serta
terlihatlah olehnya banyak manusia tiada terkira. Karena merasa malu di
saksikan banyak orang, maka masuklah kembali Tuan Putri ke dalam Kulit Mutiara.
Takjublah semua anak anak raja menyaksikan adanya manusia didalam kulit
mutiara tersebut, apalagi yang merasa saksikan adalah Tuan Putri yang cantik
paras mukanya, bagai digambarkan oleh syair,
Gilang gemilang kilau-kilauan
Rupanya tiada dapat dilawan
Bagai hati jadi tertawan
Sebab melihat lela (cantik)
rupawan
Demikian juga Merpati Mas dan Merpati Perak, tatkala melihat rupanya
tuan putri yang didalam kulit mutiara , tidak dapat berkata kata lagi Merpati
Mas, seperti yang digambarkan oleh syair,
Serasa mendapat gunung permata
Tiada boleh lagi dikata
Serasa hilang sekalian anggota
Hatinya Merpati Mas bagai di
getah
Betapa mujurnya nasib Merpati Mas dan itulah jodohnya.
Setelah anak raja melihat paras mukanya Tuan Putri, maka menyesallah
mereka tiada terkira. Maka bermufakatlah mereka hendak berniat merampas Kulit
Mutiara. Berkatalah Anak Raja Tunca Wasi pada anak raja Talala Saca,
“Baiklah kita merampas, kedua orang tersebut tidak seberapa kuatnya,”
Menyahutlah Buanda Nari,” sungguhlah seperti kata saudaraku, apalah
gunanya kita hidup kembalike dalam negeri dengan tangan kosong, tiada membawa
apa apa.”
Ngalangsa Kara pun menambahkan,”baiklah kita kerubungi mereka, masakan
ia bisa melawan kita semua.”
“Sudahlah ia yang dapatkan dan sudah menjadi jodohnya dan kita tiada beroleh. Janganlah merampok
orang yang punya barang,” seru Banca Wangi menasehati.
“ Hai Banca Wangi, itulah tandanya kamu penakut, kelak engkau nanti yang
kami kerubungi, ikutlah denganku jika engkau tidak mau di kerubungi,” Seru Anak
Raja Warta Nali Marah.
Terdiamlah Banca Wangi merasa bahwa ia juga terancam dan tidak berani
akan perkataan Raja Warta Nali.
Mendengan perkataan anak anak raja tersebut, Merak Emas pun merasa
kasihan terhadap Merpati Mas dan Merpati Perak, maka berkatalah ia,
Masakan kami akan berdusta
Jikalau sudah dilihat nyata
Rasanya terbayang Tuan Putridi
bulu mata
Akan mendapat gunung mahkota
Tuan putri itu namanya Budi
Wangi
Yang dapat itu mau dikerubungi
Anak raja tiada pandai
bersilam di sungai
Kasihan sungguh mari beta
tulungi
Pada mutiara itu patik
terbangi
Kedua bersaudara itu sebenarnya sudah mendapat firasat setelah melihat
gelagat anak anak raja yang menatap tajam dan berbisik-bisik. Setelah Merpati
Mas melihat rupa tuan putri, maka segera dihampiri dan berniat akan
mengamankannya.
Pikir Merpati Mas,”Jika Merak Mas menerbangkan Mutiara ini, dapat tak
dapat juga anak raja akan merampas. Dapatlah mereka melempar Merak Mas,
sekalipun terbangnya tinggi juga pasti akan kena.”
”percaya tak percaya pasti para anak raja merasa sakit hati dan akan
merampas padaku, biarlah aku mati, relalah sebab membela buat jadi Istri.” Pikir
Merpati Mas kembali
Maka kedua bersaudara pun segera bersiap siap dengan mengencangkan sabuk
dan mengikat baju mereka serta meninggikan kainnya sehingga hampir kelihatan
celana pendeknya.
Melihat hal tersebut, Merak Mas pun berkata,
Ya tuanku Merpati Mas
Tuanlah budiman yang baik
paras
Beta melihat terlalu belas
Sebab tuanku hendak di rampas
Hambalah ini seekor paksi
Tiada dapat membela dengan
mengasih
Pada tuanku yang sangat perish
Kebaikan tuanlah ada masih
Sayang hamba seeokor unggas
Tuanku raja patik yang baik
paras
Patik menjadi hambalah dengan
ikhlas
Tetapi tuanku hendak dirampas
Jangan tuanku berbuat gegabah
Tuanku jualah raja hamba
Tetapi tuanku hendak di tuba
Hati tuanku jangan berubah
Merpati Mas berkata kepada saudaranya,”Ya Adinda alangkah baiknya adinda
yang memegang mutiara ini, jikalau akan dirampas, biarlah kakanda yang melawan
dahulu, kalau kakanda sudah mati barulah Adinda yang melawan.”
Maka kulit mutiara ini di berikannya kepada Merpati Perak, dengan
berkata,” Ya kakanda, seperti yang kakanda katakan, tapi alangkah baiknya kalau
adinda dulu yang melawan dari pada kakanda.”
Tiada mengapa, biarlah kakanda dahulu hadapi. Jikalau di rampas, relalah
kakanda mati ditangan para bedebah itu,” Seru Merpati Mas kepada Merpati Perak
Setelah berbincang bincang, melangkahlah mereka membawa kulit mutiara
menuju pada kampungnya. Melihat tuannya berjalan, maka terbanglah Merak Mas
diatas kepala kedua saudara tersebut, mengikuti jalannya kedua saudara
tersebut. Sayapnya yang lebar pun melindungi kedua saudara tersebut dan kulit
mutiara dari cahaya matahari seperti sedang memayungi.
Diceritakan bahwa anak raja yang 32 orang itu jumlahnya sudah berjalan
terlebih dahulu. Mereka berhenti dipinggir padang dimana sebuah pohon yang amat
besar, hendak berniat menghadang jalan serta untuk merampas kulit mutiara pada
kedua bersaudara tersebut. Terlihat bahwa kedua bersaudara tersebut tengah
berjalan menuju ke tempat dimana para anak raja sudah berkumpul menghadang. Amat
senanglah para anak raja, setelah sekian lama menunggu akhirnya kedua saudara
tersebut sudah didepan mata. Setelah saling berhadapan, Merak Mas pun
menghindar dengan terbang yang sangat tinggi. Ia berusaha menghindari agar
tidak dilempar para anak raja sehingga bisa jatuh diatas kepala kedua
bersaudara tersebut. Dari atas udara ia dapat melihat para tingkah laku anak
raja dan kedua saudara tersebut dan berdoa semoga kedua saudara tersebut dapat
menang mengalahkan para anak raja tersebut. BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment