“Dari mana mah?” tanya Aan menyelidik
sambil memperhatikan mama yang seperinya kedinginan. Mama terlihat pucat lalu dengan
cepat memakai Sweater kesayangan mama. Sweater tebal polos berwarna biru sampai
menutupi leher sudah sering aku lihat mama memakainya. Semenjak aku masih
berumur 4 tahun dan masih kanak kanak, hanya sweater tersebut yang selalu menemani
mama kemanapun mama pergi.
Mama
yang sambil sedang memakai sweaternya menjawab,” Dari depan pos jaga suster
an,” Jawab mama masih sambil merapikan sisi kanan dan kiri lengan sweaternya,
lalu menyedekapkan tangannya tampak seperti orang yang memang menahan dingin
luar biasa. Memang malam ini rasanya dingin luar biasa. Aku pun mengecek
temperatur AC yang ada di atas kepalaku.
Tampak 24 derajat dan normal menurutku. Mama yang berada tidak jauh dari
depanku tampak seperti orang kebingungan, melihat ke kanan dan kekiri tampak
seperti mencari sesuatu. Lalu tertegun menatap wajah guanteng anaknya (hi hi
hi...) dan mencoba untuk tersenyum. Melihat mama tampak seperti orang linglung,
aku pun mecoba membantu, maklum aku orangnya rajin membantu orang tua dan tidak
sombong, aku pun ikut ikutan menengok ke kanan dan kekiri lalu mampir dan
tertegun melihat gadis cantik yang tengah tidur di seberang kanan ranjangku.
“hm, seksi dan tampak cantik sekali,
kapan aku jadi pacarmu ya.” Pikirku sedikit jorok, lalu mengalihkan perhatianku
karena ibunya yang tengah tertidur disofa samping tempat tidur anaknya
menggeliat.
“lihat apa Aan, masih kecil udah mulai
kotor otaknya.”
“lihat yang indah indah ma, kata ustad
mubazzir jika tidak dilihat.” Jawabku sembarang mencoba untuk menghibur mama
“hm, bandelnya gak sembuh sembuh udah
dikasih sakit juga.”
“he he he, baiklah mama. Iya iya
bercanda. Mah...kenapa sih ma kok gak panjang berkoteknya malam ini? Tadi sudah
jalan jalannya? Ada info terupdate dan termuktahir?” Tanyaku merentet panjang
dan aku pun mencoba untuk memperbaiki posisi berbaringku dan mencoba untuk
berbaring agak tinggi supaya bisa mendengan mama berkotek panjang.
“gak ada apa apa kok, besok dokter jam 9
pagi kontrolnya. Ya sudah mama bobo ya.” Mamapun lalu membentangkan selimut diatas
tubuhnya lalu merapatkannya di bawah lehernya menutupi hampir semuat tubuh
mama, lalu ia pun menutup matanya dan menikmati empuknya sofa di samping tempat
tidurku. Aku pun hanya menatap mama heran, jam diatas meja kecil samping tempat
tidurku pun menunjukkan jam 12 kurang 10 menuju tengah malam. Sedangkan diluar
hujan rintik rintik pun masih berkonser ria membasahi bumi Palembang nan indah
dan sejuk ini.
“mungkin mama lelah karena seharian ini
menemaniku di rumah sakit ini, lagian dari sore sampai malam, mama tidak henti kemana
mana bercengkrama dengan seluruh penghuni rumah sakit ini, seperti kontestan
pemilihan gubernur yang terus bersafari menjelaskan rencana kerjanya mereka ke
rakyat rakyat yang hanya mengerti harga sembako dan bahan bakan murah saja,
yang lain mereka pun tidak mengerti.” Pikirku sambil kembali mengelusur kebawah
dan coba untuk menikmati empuknya kasur dan bantal rumah sakit ini.
Aku pun mencoba untuk memandang keluar
menembus kaca kamar tempat aku dirawat mencoba untuk melihat kegelapan malam
yang menyelimuti taman di tengah faviliun ini serta bulir bulir air hujan yang
mengguyur rata. Di tengah remang remangnya lampu teras pedesterian depan kamarku,
aku pun menangkap sesosok tubuh sebaya denganku. Tampaknya ia tengah menengadah
menatap air hujan yang jatuh di tengah taman tersebut. Ia pun memakai pakaian
pasien seperti ku, aku pun terperanjat, “kok bisa?’ kok suster mengijinkan
pasien bisa keluar kamar seperti itu,” Aku pun penasaran dan mencoba untuk
mendekat ke arah jendela kamarku untuk memperhatikan anak tersebut, siapa tau
aku bisa bermain main ditengah hujan seperti itu, ya minimal merasakan
dinginnya terpaan air hujan walaupun hanya di tepi pedesterian. Namun ketika
mendekat, yang aku lihat hanya lah pohon bonsai kaca piring yang tengah
bergoyang goyang di terpa angin malam dan hujan.
“loh kok, aku yakin aku benar benar
melihat anak sebayaku ada di tempat tersebut. Lama dan aku yakin benar dengan
pandanganku. Lagian aku sudah capek tidur dari sore dan malam ini mataku benar
benar tidak bisa di tipu. Aku pun bisa membedakan tanaman dengan tubuh
seseorang apalagi sebayaku..
Rasa heran dan penasaran terus menerpaku
sambil terus mengedarkan pandanganku untuk memastikan bahwa ada seseorang
pasien sebayaku yang tengah berada di luar.
“mungkin orang tuanya tidak ada dan dia
memanfaatkan waktu disaat suster juga tidak keliling.’ Pikirku untuk mengusir
perasaan aneh dan penasaranku. Akhirnya ku pendam jauh jauh keinginanku untuk
beranjak keluar mencari tau, kerena aku pun harus melewati tubuh mama yang
tengah berada disamping tempat tidurku. Menggeser sofa tempat mama tidurku pun
akan membangun kan mama, lebih baik aku kembali mencoba untuk tidur. Aku pun
kembali menggelusur dan berbelok berbaring menghadap mama, yang otomatis pun
aku juga menatap si gadis cantik yang juga tengah menghadap ku. Aku pun
tersenyum melihat hal tersebut, perempuan tersebut tampak cantik dan bersinar
di terpa lampu kamar ini dan sorot lampu pedesterian luar. Dibanding lampu
kamar ini, lampu pedesterian luar tampak lebih terang di banding lampu kamar
pasien. Mungkina maksud manajemen rumah sakit ini supaya pasien bisa tidur
dengan tenang atau memang tadi sore mama
sudah mengatur frekuensi terang nya sehingga tidak terlalu menyilaukan di dalam
kamar.
Namun tampak sesuatu menghalangi sorot
terang lampu luar. Sesuatu yang seperti tengah memperhatikan ku dari luar kamar
dan menempel dikaca jendela belakang ku. Sesuatu yang membentuk bayangan proyeksi
anak kecil yang gelap pada bidadari didepanku. Aku pun mencoba untuk berbalik,
namun tampaknya ada sesuatu yang membuat aku tidak bisa bergerak. Aku pun terus
mengerang dan mencoba untuk melawan untuk berbalik, melihat siapa gerangan yang
berusaha untuk memperhatikan ku dari balik kaca. Namun tetap saja tubuh ku
tidak merespon. Keringat dingin pun mengucur diatas dahiku, badan ku pun terasa
keram karena berusaha untuk terus melawan mengusir motorik motorik ototku yang
tidak bisa bergerak mengikuti kemauan otak sadarku. Tidak ku perhatikan lagi
detik detik jarum jam ku yang terletak di depan mataku yang betada diatas meja
kecil, Aku hanya memperhatikan sesosok proyeksi bayangan hitam yang membekas
gelap tersorot oleh lampu luar pedesterian dihadapanku yang tidak hilang dan
terus memperhatikanku dari belakang. Pada akhirnya aku pun tersentak berbalik
kebelakang sesuai keinginanku dan aku pun langsung menatap ke kaca jendela yang
tampak kosong, bening dan tidak ada seseorang pun disana. HENING.......
Kulongokkan kepalaku sampai menempel ke
kaca jendela untuk melihat kanan dan kirinya kamarku serta melihat ke bawah
kaca. Siapa tau ada seseorang yang coba untuk mempermainkanku. Namun tidak ada
seseorang pun yang ada, jelas itu adalah bayangan anak kecil sebayaku, dan
tidak ada seseorang anak kecil sebayaku pun diluar. Serta memang tidak ada
seseorang pun juga yang terlihat. Aku pun bingung, aneh dan mulai bermunculan
pikiran pikiran aneh yang menerpaku. Aku pun merasa akhirnya lelah karena sudah
mengeluarkan tenaga hanya untuk berbalik. Ku buang dahulu rasa penasaranku,
yang kurasa hanyalah rasa lelah yang
luar biasa. Kuhempaskan tubuhku lalu ke tutup mataku dan melupakan apa yang
barusan terjadi. Karena hanya itu yang bisa kulakukan saat ini dan kubuang juga
jauh jauh rasa penasaran karena pikirku dengan tidur aku pun bisa melupakan
apapun yang tengah terjadi didunia ini.
“An, gimana perasaannya? Sudah merasa
sehat kah?” Tanya Mama pagi ini ketika ku baru membuka mata. Raut muka mama
menampakkan muka penasaran menunggu jawaban yang keluar dari mulutku. Aku pun
mencoba untuk merasakan semua hal yang ada di tubuhku, “everything is oke,” pikirku,namun
nampaknya mama tidak sabar menunggu jawaban dari ku.
“kalau udah enakan, menurut mama lebih
baik rawat jalan aja ya An, lebih fokus ngerawat aan dirumah. Mana di rumah khan
banyak makanan, semua pasti diperbolehkan sama mama. Apapun yang aan minta,
mama sediakan” lanjut mama tanpa sabar menunggu jawaban dari ku.
Tumben mama seperti ini, padahal baru
satu malam dirawat dirumah sakit ini. Dikontrol dokter pun baru pagi ini dan
ini pun belum datang dokternya.
“Mah, emang Aan sakit apa sih? Kalau
masuk rumah sakit kan berarti agak parah, setidaknya ada beberapa makanan yang
tidak boleh dikonsumsi. Aneh si mama”
“Ya benar sih, mama juga tidak tahu
sakit persisnya apa. Cuma kata dokter ya tipes. Kalau tipes ya memang yang di
serang hati atau radang hati. Ya memang tidak semua makanan di perbolehkan sih
An,”
“Nah itu tahu ma, terus memang kenapa
kok maksa Aan pulang sih. Hm....ngomong ngomong Aan sih rada betahan, he he
he,” Seruku sambil tersenyum menggoda mama. Namun mama tampaknya tidak terlalu
menghiraukan gurauanku. Mama hanya memangdangku dan tampak ada nada cemas di
raut mukanya.
Tumben, seru benakku,
mama kok serius sekali tampaknya dan tidak menghiraukan gurauanku. Aku pun
merasa ada yang disembunyikan mama sehingga mengganggu konsentrasi mama pagi
ini
“Nanti mama obrolkan dengan papa An,
mama perlu tukar pikiran dengan papa. Mudah mudahan papa ketika jam istirahat
kantor bisa ke rumah sakit.” Seru mama sambil berjalan keluar menuju ke ruang
suster jaga untuk meminjam telp.
Aku pun memperhatikan kepergian mama. Lalu
pandanganku ku alihkan menuju wanita cantik yang tengah berbaring tidak jauh
dari tempatku. Tampaknya ia masih tertidur pulas dan tidak terganggu dengan
pembicaraanku dengan mama. Ibunya pun tengah membereskan selimut serta beberapa
pakaian untuk ganti. Aku pun mengalihkan pandanganku tidak ingin di cap orang
yan selalu ingin tau urusan orang lain. Tampak sinar matahari mulai bersinar
terang menyinari koridor depan kamar tempatku dirawat. Teringat kejadian tadi
malam dimana tempat anak sebayaku berdiri sambil memandangi derasnya hujan
sudah mulai di terangi oleh sinar matahari pagi.