“Pa,
kapan pulang? Suara yang terngiang ngiang di telingaku dan menggangu di setiap
tidurku. Suara yang selalu mengisi relung relung hatiku dan rasa ingin
merengkuh dan memeluk tanpa melepasnya.
Adinda anakku pertama yang sangat aku
sayangi. Sekarang sudah berumur 3 tahun dan tinggal bersama neneknya di
Kuningan. Istriku dan Aku berpisah, istri kerja di Bandung Kota sedangkan aku
sekarang terdampar di kabupaten Bandung. 2 Jam setengah jika memakai kendaraan
umum. Sepeda motor aku belum mampu untuk membeli atau kredit. Sudah satu tahun
Anakku bersama dengan neneknya dan sudah satu tahun juga aku belum bertemu
dengannya. Rasa kerinduan dan cemas terus menghantui ku sepanjang hari. Maklum
neneknya sudah sangat tua dan takut terbebani sehingga tidak mampu mengkontrol
kelakuan anakku yang sedang nakal nakalnya.
Hal
ini tentu saja mempengaruhi performance ku di tempat kerja. Aku masih sering
melamun apalagi ketika sedang mempehatikan anak kecil bersama dengan orang tua
masuk kedalam tokoku. Hal ini sudah tidak sangat terbendung lagi. Keinginan
untuk resign dari perkerjaan kemungkinan alternatif terakhir yang akan aku
ambil, maklum aku masih belum banyak pengalaman berkerja sedangkan pada saat
ini mencari kerja sangat sulit sekali. Apalagi jika berpikir untuk kembali ke
Cirebon daerah yang dekat dengan Kota Kecil Kuningan, lowongan perkerjaan
disana sangat kecil dan sedikit sekali. Ketika pada akhirnya aku di panggil ke
pusat untuk training terakhir. Disana kebetulan akumendapat info bahwa Cirebon
membutuhkan Personel Training Manajemen Toko, aku pun mengutarakan niatku untuk
pindah lokasi ke Cirebon. Tanpa pikir panjang pun aku langsung mengajukan diri,
rupanya doaku selama ini terkabul oleh Allah.
Disinilah sekarang aku berada, dalam sebuah bus antar kota
menuju kota Cirebon dengan berbekal surat pengantar. Menurut surat pengantar
per besok atau tanggal 15 November aku harus masuk ke toko dan memberikan surat
pengantar ini ke manajerial toko.
"Aku harap di tempat baru kudapatkan pengalaman
baru." Pikirku mengenang pembicaraan ku dengan pak Erwin.
"Orang cirebon kulturnya keras ri, harus benar-benar
bisa mengontrol dengan lebih baik," seru pak Erwin Kepala Toko Ciparai,
ketika aku berpamitan dengan mereka kemarin ketika berada di toko.
Aku tersenyum mengingat segala pengalaman yang telah aku
peroleh di toko tersebut. Teringat pusingnya kami orang toko untuk
mengantisipasi debu yang selalu masuk tebal memenuhi lantai toko. Maklum
setting toko kami memang terbuka dan tidak tertutup seperti kompetitor pesaing
kami. Belum lagi kotoran-kotoran kuda yang sering berceceran di pinggir jalan
dekat toko. Bukan kotoran kudanya yang kami pusingkan, namun aromanya yang
masuk ke toko. Cara pak Erwin memimpin teamnya patut di contoh. Teamnya sangat
kompak karena pak Erwin bisa turun ke bawah bersama anak buahnya membenahi
toko. Setiap ada masalah atau pun perkerjaan yang tidak bisa di selesaikan oleh
anak buahnya selalu di carikan solusi. Tidak pernah di kedepankan nyap-nyap
marah dahulu, semuanya di selesaikan dengan kepala yang dingin dan
bersama-sama. Sebenarnya tidak ingin kutinggalkan toko tersebut dan ingin
berkarir di sana. Namun karena di Cirebon masih kekurangan manajerial dan ku
pikir mungkin karirku bisa cepat naik di daerah. Serta faktor anakku Adinda
yang selalu mengisi mimpi mimpi tidurku, Akhirnya dengan berat hati harus ku
tinggalkan.
Tersenyum diriku jika mengingat kisah-kisah di toko tersebut.
Ku lemparkan senyumku sekali lagi sambil menatap keluar jendela bus. Memandang
kisah-kisah yang aku lewati dan tertinggal di belakang. Di mana jalan-jalan ini
akan terus menjadi saksi akan perjalananku mengarungi titik demi titik hidup
ini. Jalan ini akan aku terus lewati sampai aku merasa jenuh dan putus asa
dengan keadaannya. Mungkin suatu hari nanti...
Bus ini cukup penuh, tidak ada lagi kursi yang tersisa.
Perjalanan masih jauh baru seperempatnya dari sisa perjalanan yang harus aku
tempuh. Aku putuskan untuk menghentikan pikiran yang memenuhi kepalaku ini dan
mencoba untuk beristirahat sejenak melepaskan kantukku yang melahap pikiranku
sedikit demi sedikit, sehingga susah untuk berkonsentrasi.
Kepagian..., toko baru
akan buka jam 6.45 pagi. Sedangkan aku sudah berdiri di depan toko dari jam
5.30 pagi. Perjalananku tempuh dari jam 4 subuh tadi pagi dengan naik Elf
Kuningan-Cirebon. Berdesak-desakan dengan ibu-ibu yang mau ke pasar pagi serta
bersama para penjual sayur yang akan berdagang. Malah lebih pagi dari loper
koran yang akan buka di depan toko. Toko ini terletak di ibu kota Kabupaten
Cirebon yaitu Sumber, tidak jauh dari pusat pemerintahan kabupaten dan Polsek
Sumber serta pusat pendidikan Menengah Umum. Tidak lama kemudian bergabung bersamaku
kasir toko tersebut Henny dan Tim servisnya yaitu ghafur. Ghafur kalau di
perhatikan agak lebih gemulai. Seperti perempuan, baik dari cara berbicara
maupun berjalan dan bertingkah. Namun ia mengaku laki-laki loh...
Dari mereka aku tahu
bahwa kepala tokonya bernama Bu Nunie dan Asst Kepala Tokonya bernama Fajar.
Kebetulan pagi ini yang bertugas adalah Asst Kepala Tokonya Pak Fajar. Tidak
lama ia pun datang dengan mengendarai motor Honda Astreanya. Tampangnya cukup
mengejutkan seperti seorang kutu buku dengan menggunakan kacamata agak tebal,
wajah yang bertaburan lubang-lubang kecil bekas jerawat bagai bintang-bintang
menghiasi langit di malam hari. Bertubuh pendek dan kurus dengan setelan celana
berbahan katun dan memakai kemeja yang di kancingkan atasnya. Rambutnya pun
terkesan di sisir rapi dengan belahan di samping seperti model ABG (Angkatan
Babe Gue). Biasanya orang seperti ini penuh kebapakan dalam memerintah, suka
menasehati dan membantu teamnya.
"Seorang yang
sangat ideal memimpin," pikirku terkesan sedikit kagum.
Aku pun mengenalkan diri dengan memberikan surat pengantar dari kantor pusat. Respon yang di berikannya cukup baik dan welcome kepadaku. Namun sepertinya penilaian pertamaku atas dirinya salah besar. Ia sangat arogan, suka memerintah dan mengatur. Instruksi yang di berikannya cukup pedas menyakitkan hati bagi team yang mendengarkannya. Padahal hari masih pagi...kasihan...hanya karena kesalahan team yang tadi malam terburu-buru memasukkan bak sampah sehingga kotorannya terurai keluar.
"Orang Cirebon
itu harus di pecut pak, terkadang mereka harus di ingatkan terlebih dahulu baru
bergerak." Ujar pak Fajar menasehatiku sangat rasis. Padahal ia sendiri
orang asli Cirebon, tidak sadar diri juga...
"Mungkin tidak semua orang," pikirku karena aku yakin aku harus bisa menemukan cara memimpin yang baik secara efektif, karena mengurus toko yang sedemikian besar tidaklah mudah.
Acara pagi tersebut seperti biasa di mulai dengan briefing, Pak Fajar terlihat memberikan pengarahan secara terbata-bata, kurang jelas dan melantur kemana-mana, mengkritik performance perkerjaan karyawan pun secara bias, tidak langsung menyoroti apa yang salah dan solusinya apa. Terkesan menghakimi dan menyalahkan setiap yang di lakukan team. Aku memperhatikan wajah setiap orang di team yang ada pagi tersebut. Semuanya drop dan tertunduk lemas seperti tidak ada motivasi. Anehnya briefing ini malah memang tidak ada motivasinya sama sekali, tidak di tutup dengan harapan-harapan. Instruksi pun di buat apa adanya tanpa target waktu dan bagaimana mekanismenya. Aku baru sadar bahwa gaya memimpin pak Fajar seperti itu adalah untuk menutupi kelemahannya. Jika memang demikian, tentunya ia akan menjadi bahan olok-olok anak buahnya.
Hal tersebut akan
terbukti ketika aku sudah berkerja beberapa hari disana.
Tidak ada kesulitan yang aku temukan baik beradaptasi maupun berkerja. Aku pun di berikan tugas memegang departement drink dan susu, tidak masalah buatku. Lambat laun aku pun pasti bisa menguasainya. Toko cabang sumber ini tidak seperti toko ku sebelumnya. Letaknya lebih tinggi dari jalan, kira-kira setengah meter dari permukaan jalan, sehingga bebas dari debu jalanan. Atmosfernya pun lebih enak karena tidak terlalu ramai dan ukuran tokonya pun kecil. Omzet rata-ratanya pun sekitar 6-7 juta perhari untuk hari biasa. Untuk di hari akhir minggu atau week end sekitar 8-9 juta yang dapat toko peroleh.
Kagum juga melihat kreatifitas tim Sumber. Tidak seperti di toko ku sebelumnya yang asal memajang penuh di shelving (rak gondola). Mereka mengkreasikan dengan detail, seperti detergen di buat berdiri dan menatanya dengan rapi, drink juga di tata dengan labelnya menghadap ke depan, telur juga tidak sembarang pasang dengan tempatnya, namun di tata indah seperti lilin sarang lebah tersusun dengan rapi. Mungkin keadaan toko yang sepi sehingga mempunyai waktu bagi team untuk memajang barang dengan lebih baik. Berbeda dengan Toko ku sebelumnya, costumer selalu ramai. Waktu di buat sangat efisien untuk pajang barang. Di utamakan memajang barang yang shelving/raknya kosong, serta barang yang paling sering di cari costumer. Tidak menunggu waktu lama, semuanya yang ku perhatikan tercatat dan terekam dengan baik di otakku. Tim toko ini juga lebih gesit, kompak dan saling membantu, bahkan lebih ramah dalam menghadapi costumer menurut penilaianku.
Berbeda dengan bu
Nunie Kepala toko Sumber ketika di kenalkan kepadaku siangnya. Beliau lebih dingin,
jarang berbicara dan seperlunya saja. Namun ketika briefing tampak lebih
berwibawa dan cerewet. Semua di bahas terutama review mengenai perkerjaan yang
di lakukan oleh timnya, pencapaian sales, serta harapan-harapannya ke depan.
Instruksi yang di lakukannya pun jelas, mengkritik tepat pada sasaran dan
memberikan solusi juga tepat, tidak bias dan melantur kemana-mana. Anak-anak
sangat cepat mengerti tugasnya, promo yang akan di informasikan ke costumer,
sambil memperbaiki kinerja mereka.
Bu nunie seseorang yang sudah menikah, baru mempunyai satu anak perempuan berumur 3 bulan. Wajahnya cantik, keibuan dan berkacamata, dengan postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan berkulit sawo matang seperti kebanyakan perempuan Indonesia. Ia berasal dari Majalengka, suaminya pun satu perkerjaan dengannya sebagai Kepala Toko di Plered Cirebon yang berjarak setengah jam paling lama dari Sumber.
Siang ini aku
berkenalan dengan susi sang kasir dan Ari (nama yang sama kembali). Pada
awalnya aku tidak menyukai gaya ari, sangat nyeleneh, urakan dan tidak rapi.
Baju kerjanya di buat kecil dengan lengan baju di buat pendek. Bajunya pun di
biarkan keluar tidak di masukkan ke dalam. Ketika di tanyakan hanya tersenyum
kecil seperti meledek.
"Sudahlah,"
pikirku mungkin karena posisiku baru training sehingga di anggap sebelah mata.
Sore itu ketika bebas tugas dari toko, aku sempatkan untuk mencari rumah kost di sekitar toko dengan di antar ghofur. Akhirnya kutemukan rumah kost yang cukup bersih dengan kamar mandi di dalam dan baru di bangun. Lumayan murah hanya 200.000 per bulan. Berbeda ketika di bandung yang meminta 350.000 per bulan. Tempatnya pun tidak kumuh, masih asri dengan rimbunan bambu di belakang kost ku dan pohon-pohon mangga yang berderet rindang ketika memasuki rumah kostku. Aku berkesempatan untuk berkeliling kota sumber. Kotanya memang tertata rapi dan kecil karena memang khusus untuk perkantoran pemerintah kabupaten. Untuk ruang lingkup pemukiman memang agak mengarah ke arah kota Cirebon dan ke arah Kabupaten Majalengka serta Kabupaten Kuningan. Alamnya pun masih asri dan nyaman, tidak terlalu panas seperti kota Cirebon. Mungkin masih berdekatan dengan Kuningan dan Majalengka serta di dukung oleh adanya hutan Wisata Plangon yang di huni ratusan Monyet ekor panjang. Mungkin suatu saat akan ku kunjungi daerah tersebut, bersama hasratku yang berkeinginan menjelajah sampai aku menyerah dan lelah yang pada akhirnya kembali kepada pangkuan Illahi.
Setiap libur ku
wajibkan untuk pulang menengok anakku Adinda di Kuningan. Rasa kangen ku
sedikit demi sedikit terobati dengan kedekatan dengan anakku. Aku pun semakin
fokus untuk terus berkerja dan berkarya pada profesi retail. Tidak terasa
minggu ke tiga sudah kulalui di kota kecil ini. Sudah 3 kali juga aku bertemu
dengan anakku setiap liburan per minggu nya. Selalu kangen mendengar ocehannya,
selalu kangen mendengar rengekan manjanya, selalu kangen melihat dia terlelap
tidur dipangkuan dan gendonganku. Adinda putri kecil ku, tidak akan pernah lagi
terlepas dari pelukan Papanya.
No comments:
Post a Comment