Saturday, March 25, 2017

BE PROFESIONAL OR STATUS QUO

Seorang teman telah berbicara kepadaku tentang suatu hal, namun baru aku mengerti sekarang ini apa yang ia bicarakan. Pembicaraan tersebut sebenarnya terjadi sudah lama sekali. Saking lamanya aku pun sudah lupa kapan aku melakukan pembicaraan tersebut. Atau mungkin...ini hanya perasaanku saja ataukah pikiranku yang telah menipuku...sehingga sebuah metode berpikir tercetus dalam benakku.

Cara berpikir yang berasal entah dari mana namun yang pasti metode berpikir itu bukan metodeku tetapi metode yang telah di ajarkan oleh temanku tersebut. Apakah ia seorang philsuf ? ataukah seorang begawan bijaksana ? ataukah ia..."aha!!! sebuah buku yang selalu membawa kebijaksanaan bagi para pembacanya ?" Namun entahlah, aku tidak yakin dan sudah lupa karena sudah lama sekali.

Hal itu pun terbesit karena terilhami oleh sebuah tontonan penghiburku di malam hari. Penghibur untuk melepas penat sehari berkerja, melepas pikiranku yang mulai akan berpikir kembali ke rumah mengenang anak-anakku. Sehingga pada akhirnya tidak dapat tertidur dan hanya bisa menatap kosong langit-langit kamar kost ku. Bahkan terkadang pikiranku liar mengembara ke sebuah ranah yang jarang di jamah oleh orang.

Terinspirasi oleh sebuah film fiksi yang lumayan lama sudah aku tonton 
"Tanamlah kakimu dan berdirilah, namun yang jadi pertanyaannya adalah sudah tepatkah tempat di mana kakimu kau tanamkan?" Di utarakan oleh marry elizabeth winstead yang berperan sebagai marry todd istri abraham lincoln dalam film fiksi berjudul abraham lincoln the vampire hunter.

Kata-kata marry tersebut membuatku terpaku, terhenyak sesaat merasakan apa yang sedang ku alami sekarang ini. Sebentuk pertanyaan timbul,

"Apakah tempatku memaku atau menanam kakiku untuk berdiri merupakan tempat yang benar? Sejumlah jawaban-jawaban klasik mulai timbul menjawab semua pertanyaan tersebut.

Namun timbul lagi pertanyaan dalam sisi diriku yang lain,"sudahkah dirimu sendiri berkaca dengan realita yang terjadi saat ini?
Realita?...

Berbicara mengenai realita atau kenyataan dalam hidup ini. Aku coba untuk melihatnya dari sisi perkerjaan yang sedang kulakukan saat ini. Aku pertimbangkan mengenai untung dan ruginya bagi keluargaku. Bukannya hidup ini kita harus pintar untuk menghitung untung atau rugi. Bukannya setiap langkah yang akan kita ambil juga, yang di pikirkan adalah untung atau ruginya. Pemikiran ini terlepas dari masalah Agama atau kepercayaan masing-masing yang kita anut, terlepas dari pahala atau dosa yang kita dapatkan. Namun satu hal prinsip yang aku pegang adalah setiap melakukan kebaikan atau usaha baik untuk diri sendiri atau pun keluarga tentunya pahala baik yang kita dapatkan, tergantung dari jalan yang kita tempuh. Okelah kalau berpikir tentang hal tersebut kita cukupkan dahulu.

Pembahasan ini tidak akan habis-habisnya dan kepalaku akan bertambah pening. Pada akhirnya keputusan ku pun tidak akan selesai aku ambil. Hal ini penting untuk memotivasi diriku sendiri yang sedang "galau" ceu' orang seberang. eleuh...eleuh....

Untuk itu aku coba untuk memakai pendekatan analogi menjadi suatu bentuk pertanyaan. Aku harapkan analogi yang aku buat bisa menjawab segala sesuatu yang membebaniku selama ini. Sesuatu yang dapat aku simpulkan sehingga bisa membuatku berkerja dengan ikhlas dan ridho.

Aku mulai menganalogikannya dari sesuatu yang paling dasar terlebih dahulu. Di mana anak SD pun pasti bisa menjawabnya. Aku juga mencoba untuk menghilangkan ego yang pasti akan muncul tiba-tiba.

Kerja tentunya mengharapkan sebuah hasil dan hasil tersebut ku gunakan untuk menghidupi keluargaku, Right?...

Namun tidak hanya untuk menghidupi keluarga, namun untuk menabung, memikirkan nasib masa depan anak-anak serta bekal di hari tua, right?...

Sekarang mengenai gaji? Cukup atau tidakkah? Apa actionnya? Mencari yang lebih bagaimana caranya? Kalau memilih bertahan masih bisa fokuskah jika harus di luar kota? Cari yang dalam kota, berarti harus nego ke kantor pusat dengan pilihan di ijinkan? Tidak diijinkan apakah harus hengkang?

Kondisinya sekarang kantor tidak mengijinkan karena di harapkan tetap support daerah luar kota tersebut. Sudah siapkah hengkang seperti option diatas? Persiapan sudah di mulai jauh jauh hari dan sudah dapat panggilan interview dan test, tapi sampai sekarang belum ada hasil. 7 panggilan tapi tidak ada hasil? Oh my god...Berarti belum maksimal usahanya.

Sekarang melihat kenyataan yang ada. Apa yang harus di simpulkan? Bertahan dengan mengharapkan kondisi status quo (status nyaman) ataukah bertahan dengan masih bersikap profesional mengharapkan kondisi bisa berubah. Pilihan lainnya keluar dan menganggur dahulu sambil melamar perkerjaan. Untuk pilihan terakhir lebih baik di buang jauh-jauh. Mending tidak usah hidup jika berpikir bisa hidup lebih baik hanya dengan menganggur. Kalaupun mau berusaha melamar kembali untuk berkerja, tidak ada harganya di hadapan perusahaan lain. Bisa-bisa jatuh harga (maksud disini nego gaji) dan percuma perjuangan selama ini kalau hanya hasilnya untuk menyerah.

Pilihan ada dua, "be profesional" or "status quo". Kedua pilihan tersebut ada ditangan saya. Jika "be profesional" berarti harus bisa menerima keadaan yang ada, memaintenance nya dengan baik, menyelesaikan permasalahan yang ada seperti masalah keuangan. Lebih pintar membagi dua dapur dengan berhemat, sampai menunggu kondisi perusahaan sehat. Ataupun menunggu kesempatan yang lebih baik. Dengan catatan tidak mengurangi loyalitas, fokus, pengabdian kepada perusahaan yang sekarang sedang di perjuangkan. Hasilnya pasti lebih baik di mata perusahaan, orang lain dan bahkan calon perusahaan lain yang akan kita abadikan.

Jika memilih "status quo" atau nyaman, sama saja seperti berkerja biasa-biasa saja tapi dapat gaji buta. Tidak bisa di tutup-tutupi, orang lain dapat menilai kinerja kita. Hasil yang akan menentukan pada akhirnya nanti. Taruhlah orang pusat atau atasan tidak tau menahu namun akibatnya omzet turun dan bahkan gulung tikar. Karena sudah gulung tikar, melamar perkerjaan ke perusahaan lain pun, orang akan segan menerimaku menjadi karyawannya apalagi dengan posisi yang lebih vital. Bisa-bisa banting setir menjadi penjaga toko, salesmen, administrasi ataupun kuli gudang. Percuma kuliah tinggi dan pengalaman segudang yang telah aku timba selama ini.

Pilihan ada di tanganku sekarang ini. Semuanya aku analogikan tanpa ego yang muncul. Agak lebih tenang dalam bersikap dan memutuskan dibandingkan hari kemarin. Tidak ada yang rugi dalam berpikir karena Allah telah memberikan kita akal.

Sebuah ayat yang pernah aku dengar dalam setiap ceramah dari para ustad, yang mengatakan , 
"Siapa yang bersungguh-sungguh pasti nikmat Allah yang akan ia terima." Kata sungguh-sungguh itu memiliki arti yang baku, arti yang "saklek" dan tidak dapat di tawar-tawar lagi. Untuk perjuangan dalam kata-kata sunguh-sungguh itu pun tentunya mempunyai proses yang tidak mudah, banyak godaannya, banyak lika likunya dan penuh perjuangan.

Kesimpulan yang aku peroleh merupakan suatu kesimpulan di mana aku bisa dengan tenang menanamkan kakiku di suatu tempat untuk menghadapi semua persoalan yang datang. Menanamkan kakiku untuk berdiri dan menantang setiap hal yang dapat merusak apa yang sudah aku buat untuk perusahaan tempatku mencari nafkah. Aku yakin ini tempat yang benar, tempat sementara ku serahkan pikiran dan tenagaku secara penuh. Aku yakin suatu saat aku akan berhasil dan keluar dari permasalahan yang membelitku. Aku akan coba berikan penjelasan kepada orang-orang yang kucintai untuk bersabar. Mentari pagi sebentar lagi pasti akan terbit dan menyinari kehidupan kita. Kita akan tersenyum menyongsong masa depan bersama dengan anak-anak kita. Semoga apa yang sudah aku putuskan merupakan keputusan yang benar. Aku tetap yakin benar...


No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO