Seorang teman telah berbicara
kepadaku tentang suatu hal, namun baru aku mengerti sekarang ini apa yang ia
bicarakan. Pembicaraan tersebut sebenarnya terjadi sudah lama sekali. Saking
lamanya aku pun sudah lupa kapan aku melakukan pembicaraan tersebut. Atau
mungkin...ini hanya perasaanku saja ataukah pikiranku yang telah
menipuku...sehingga sebuah metode berpikir tercetus dalam benakku.
Cara berpikir yang berasal entah
dari mana namun yang pasti metode berpikir itu bukan metodeku tetapi metode
yang telah di ajarkan oleh temanku tersebut. Apakah ia seorang philsuf ?
ataukah seorang begawan bijaksana ? ataukah ia..."aha!!! sebuah buku yang
selalu membawa kebijaksanaan bagi para pembacanya ?" Namun entahlah, aku
tidak yakin dan sudah lupa karena sudah lama sekali.
Hal itu pun terbesit karena
terilhami oleh sebuah tontonan penghiburku di malam hari. Penghibur untuk
melepas penat sehari berkerja, melepas pikiranku yang mulai akan berpikir
kembali ke rumah mengenang anak-anakku. Sehingga pada akhirnya tidak dapat
tertidur dan hanya bisa menatap kosong langit-langit kamar kost ku. Bahkan
terkadang pikiranku liar mengembara ke sebuah ranah yang jarang di jamah oleh
orang.
Terinspirasi oleh sebuah film
fiksi yang lumayan lama sudah aku tonton
"Tanamlah
kakimu dan berdirilah, namun yang jadi pertanyaannya adalah sudah tepatkah
tempat di mana kakimu kau tanamkan?" Di utarakan oleh marry
elizabeth winstead yang berperan sebagai marry todd istri abraham lincoln dalam
film fiksi berjudul abraham lincoln the vampire hunter.
Kata-kata marry tersebut membuatku
terpaku, terhenyak sesaat merasakan apa yang sedang ku alami sekarang ini. Sebentuk
pertanyaan timbul,
"Apakah tempatku memaku atau
menanam kakiku untuk berdiri merupakan tempat yang benar? Sejumlah
jawaban-jawaban klasik mulai timbul menjawab semua pertanyaan tersebut.
Namun timbul lagi pertanyaan dalam
sisi diriku yang lain,"sudahkah dirimu sendiri berkaca dengan realita yang
terjadi saat ini?
Realita?...
Realita?...
Berbicara mengenai realita atau
kenyataan dalam hidup ini. Aku coba untuk melihatnya dari sisi perkerjaan yang
sedang kulakukan saat ini. Aku pertimbangkan mengenai untung dan ruginya bagi
keluargaku. Bukannya hidup ini kita harus pintar untuk menghitung untung atau
rugi. Bukannya setiap langkah yang akan kita ambil juga, yang di pikirkan
adalah untung atau ruginya. Pemikiran ini terlepas dari masalah Agama atau
kepercayaan masing-masing yang kita anut, terlepas dari pahala atau dosa yang
kita dapatkan. Namun satu hal prinsip yang aku pegang adalah setiap melakukan
kebaikan atau usaha baik untuk diri sendiri atau pun keluarga tentunya pahala
baik yang kita dapatkan, tergantung dari jalan yang kita tempuh. Okelah kalau
berpikir tentang hal tersebut kita cukupkan dahulu.
Pembahasan ini tidak akan
habis-habisnya dan kepalaku akan bertambah pening. Pada akhirnya keputusan ku
pun tidak akan selesai aku ambil. Hal ini penting untuk memotivasi diriku
sendiri yang sedang "galau"
ceu' orang seberang. eleuh...eleuh....
Untuk itu aku coba untuk memakai
pendekatan analogi menjadi suatu bentuk pertanyaan. Aku harapkan analogi yang
aku buat bisa menjawab segala sesuatu yang membebaniku selama ini. Sesuatu yang
dapat aku simpulkan sehingga bisa membuatku berkerja dengan ikhlas dan ridho.
Aku mulai menganalogikannya dari
sesuatu yang paling dasar terlebih dahulu. Di mana anak SD pun pasti bisa
menjawabnya. Aku juga mencoba untuk menghilangkan ego yang pasti akan muncul
tiba-tiba.
Kerja tentunya mengharapkan sebuah
hasil dan hasil tersebut ku gunakan untuk menghidupi keluargaku, Right?...
Namun tidak hanya untuk menghidupi
keluarga, namun untuk menabung, memikirkan nasib masa depan anak-anak serta bekal
di hari tua, right?...
Sekarang mengenai gaji? Cukup atau
tidakkah? Apa actionnya? Mencari yang lebih bagaimana caranya? Kalau memilih
bertahan masih bisa fokuskah jika harus di luar kota? Cari yang dalam kota,
berarti harus nego ke kantor pusat dengan pilihan di ijinkan? Tidak diijinkan
apakah harus hengkang?
Kondisinya sekarang kantor tidak
mengijinkan karena di harapkan tetap support daerah luar kota tersebut. Sudah
siapkah hengkang seperti option diatas? Persiapan sudah di mulai jauh jauh hari
dan sudah dapat panggilan interview dan test, tapi sampai sekarang belum ada
hasil. 7 panggilan tapi tidak ada hasil? Oh my god...Berarti belum maksimal
usahanya.
Sekarang melihat kenyataan yang
ada. Apa yang harus di simpulkan? Bertahan dengan mengharapkan kondisi status
quo (status nyaman) ataukah bertahan dengan masih bersikap profesional
mengharapkan kondisi bisa berubah. Pilihan lainnya keluar dan menganggur dahulu
sambil melamar perkerjaan. Untuk pilihan terakhir lebih baik di buang
jauh-jauh. Mending tidak usah hidup jika berpikir bisa hidup lebih baik hanya
dengan menganggur. Kalaupun mau berusaha melamar kembali untuk berkerja, tidak
ada harganya di hadapan perusahaan lain. Bisa-bisa jatuh harga (maksud disini
nego gaji) dan percuma perjuangan selama ini kalau hanya hasilnya untuk
menyerah.
Pilihan ada dua, "be
profesional" or "status quo". Kedua pilihan tersebut ada
ditangan saya. Jika "be profesional" berarti harus bisa menerima
keadaan yang ada, memaintenance nya dengan baik, menyelesaikan permasalahan
yang ada seperti masalah keuangan. Lebih pintar membagi dua dapur dengan
berhemat, sampai menunggu kondisi perusahaan sehat. Ataupun menunggu kesempatan
yang lebih baik. Dengan catatan tidak mengurangi loyalitas, fokus, pengabdian
kepada perusahaan yang sekarang sedang di perjuangkan. Hasilnya pasti lebih
baik di mata perusahaan, orang lain dan bahkan calon perusahaan lain yang akan
kita abadikan.
Jika memilih "status
quo" atau nyaman, sama saja seperti berkerja biasa-biasa saja tapi dapat
gaji buta. Tidak bisa di tutup-tutupi, orang lain dapat menilai kinerja kita.
Hasil yang akan menentukan pada akhirnya nanti. Taruhlah orang pusat atau
atasan tidak tau menahu namun akibatnya omzet turun dan bahkan gulung tikar.
Karena sudah gulung tikar, melamar perkerjaan ke perusahaan lain pun, orang
akan segan menerimaku menjadi karyawannya apalagi dengan posisi yang lebih
vital. Bisa-bisa banting setir menjadi penjaga toko, salesmen, administrasi
ataupun kuli gudang. Percuma kuliah tinggi dan pengalaman segudang yang telah
aku timba selama ini.
Pilihan ada di tanganku sekarang
ini. Semuanya aku analogikan tanpa ego yang muncul. Agak lebih tenang dalam
bersikap dan memutuskan dibandingkan hari kemarin. Tidak ada yang rugi dalam
berpikir karena Allah telah memberikan kita akal.
Sebuah ayat yang pernah aku dengar
dalam setiap ceramah dari para ustad, yang mengatakan ,
"Siapa yang bersungguh-sungguh pasti nikmat Allah yang akan ia
terima." Kata sungguh-sungguh itu memiliki arti yang baku, arti yang
"saklek" dan tidak dapat di tawar-tawar lagi. Untuk perjuangan dalam
kata-kata sunguh-sungguh itu pun tentunya mempunyai proses yang tidak mudah,
banyak godaannya, banyak lika likunya dan penuh perjuangan.
Kesimpulan yang aku peroleh
merupakan suatu kesimpulan di mana aku bisa dengan tenang menanamkan kakiku di
suatu tempat untuk menghadapi semua persoalan yang datang. Menanamkan kakiku
untuk berdiri dan menantang setiap hal yang dapat merusak apa yang sudah aku
buat untuk perusahaan tempatku mencari nafkah. Aku yakin ini tempat yang benar,
tempat sementara ku serahkan pikiran dan tenagaku secara penuh. Aku yakin suatu
saat aku akan berhasil dan keluar dari permasalahan yang membelitku. Aku akan coba
berikan penjelasan kepada orang-orang yang kucintai untuk bersabar. Mentari
pagi sebentar lagi pasti akan terbit dan menyinari kehidupan kita. Kita akan
tersenyum menyongsong masa depan bersama dengan anak-anak kita. Semoga apa yang
sudah aku putuskan merupakan keputusan yang benar. Aku tetap yakin benar...
No comments:
Post a Comment