Monday, March 27, 2017

AAN KECIL “TRAGEDI DI RUMAH SAKIT (BAG 2)”

Malamnya....
                   Ramai sekali malam ini, papa datang bersama dengan para saudara, paman dan adik adikku. Di ranjang sebelah juga sedang berkumpul saudara saudaranya si makhluk cantik. Aku akui kalau keluarga mereka, adik adiknya juga cantik sehingga tidak heran jika hal tersebut sangat menarik perhatian para saudara dan adik laki laki ku. Tidak heran, jika mereka tidak beranjak sama sekali keluar dari kamarku ini. Tidak seperti sebelumnya, beberapa waktu yang lalu ketika kami sekeluarga menjenguk feby anak dari Mama Nawar (panggilan Mama adalah panggilan untuk paman atau saudara laki laki tertua di Palembang) yang masuk rumah sakit. Hanya sebentar bersalaman dan menanyakan kabarnya Feby, aku dan adikku akhirnya nongkrong di luar kamar dan membiarkan mama dan papa mengobrol di dalam kamar. Tapi kali ini mereka tidak beranjak sedikitpun dari tempat mereka. Aku pun hanya tersenyum melihat kelakuan para saudara dan adik laki laki ku.
                   “satu keluarga memang mata perempuan, meihat perempuan cantik pun luluh, dasar” pikirku sambil memperhatikan satu persatu adik laki laki serta saudara laki laki ku lainnya, yang memang saat itu sangat kalem sekali tidak seperti biasanya. Merasa dipandangi satu persatu mereka pun dengan kalem tetap tersenyum, walaupun mata mereka tidak lepas mencuri curi pandang ke keluarga sebelah.


                   Dikantor medis faviliun, tampak dua orang suster sedang membereskan berkas berkas pasien yang masih terpakai dan tidak terpakai. Sedangkan jam sudah menunjukkan waktu pukul 22.30 Malam dan sebentar lagi Shift Malam akan bertugas menggantikan mereka. Tampak dari jendela kaca yang mengarah ke belakang ruang medis ini cahaya temaram lampu lampu jalan yang berada di seberang kali buatan. Kali tersebut membatasi Rumah Sakit dengan Jalan Kompleks Perumahan, yang kabarnya kali tersebut sudah ada sejak lama semenjak Belanda menguasai daerah ini. Angin lembut membawa bulir bulir air yang turun dari langit tampak berjejer tak beraturan memenuhi jendela kaca kantor medis ini. Suara air yang konstan beraturan bertemu dengan benda benda keras bergelotak membentuk irama hujan rintik rintik yang menghiasi malam yang kelam ini.
                   Ruangan ini berbentuk persegi panjang dengan pintu masuk berada di tengah dari pedesterian panjang yang menghubungkan faviliun satu dengan yang lainnya. Sedangkan meja resepsionis berada di samping dari pintu masuk untuk memantau tamu tamu serta berfungsi sebagai tempat melapor pasien yang baru masuk dan juga keluar. Dari Meja resepsionis, terlihat pedesterian di dalam faviliun yang menghubungkan kamar pasien. pedesterian tersebut melingkar sampai pada akhirnya akan berakhir kembali di depan meja resepsionis. Ditengah faviliun ini juga di percantik dengan adanya taman hidup dibawah atap terbuka sehingga udara segar tetap terjaga.
                   “Sus ini pasien anak yang 3 hari lalu sudah meninggal sudah di data belum?” seru suster yang bertubuh langsing dan mempunyai muka yang bulat serta memakai kacamata. Ia tampak memegang sebuah map yang isinya beberapa berkas. Tampak di depan map tersebut tertera sebuah nama “Aditya Suseno” (mohon maaf jika ada kesamaan nama)
                   “belum sus, itu masih menunggu karena kasusnya masih ditangani kepolisian. Kebetulan masuk ke UGD keadaannya sudah dalam kondisi pengaruh obat terlarang dan tidak sadarkan diri bahkan jika sadar muntah dan pingsan kembali, terus berulang ulang. Di UGD sudah ditangani dan keadaannya sudah mulai membaik namun ketika masuk ke Faviliun ini keadaanya malah kembali drop dan tidak tertolong lagi.” Jelas Suster yang bertubuh gemuk tidak bergeming ketika menjelaskan, sambil matanya terus memperhatikan satu persatu berkas berkas yang ada atas mejanya. Tubuh gemuknya terlihat sampai memenuhi lengan kursi yang di dudukinya. Belum lagi lipatan pipinya tampak menggembung searah dengan kepala yang tertunduk.
                   “3 hari juga faviliun ini mengalami kejadian aneh semenjak anak tersebut pergi,” Gumam sang suster yang bertubuh langsing, sambil meletakkan tumpukan map tadi kearah meja suster gendut dan mengambil tumpukan kertas lainnya yang memang sudah disepakati harus di pindah ke ruang arsip atau tetap di lemari failing faviliun ini. Suster gendut pun mengerlingkan matanya lalu menoleh ke arah suster langsing tersebut. Lalu matanya menatap tajam ke arah suster tersebut.
                   “jangan membuat cerita cerita aneh yang bisa membuat pasien dan para keluarganya resah suster, sudah kewajiban kita untuk mengurus mereka dan membuat mereka nyaman sehingga keluarga yang sakit bisa cepat sembuh.” Serunya tampak berwibawa, namun ia pun menambahkan dengan suara lebih pelan, ”Bukan kali ini saya mengalami kejadian ini, namun 10 tahun karirku dan semenjak rumah sakit ini di dirikan aku pernah mengalami hal hal aneh namun memang belum pernah sampai bertemu....” tampak sang suster menghembuskan nafas dan seperti berat untuk berkata kata kembali namun ia pun melanjutkan, “...memang...sekarang yang sering terjadi hal hal aneh di faviliun ini semenjak selesai di bangun,” Nadanya pada akhirnya setuju dengan apa yang diutarakan sebelumnya oleh suster yang bertubuh langsing tersebut.
                   Suster yang bertubuh langsing pun tersenyum dan meminta maaf. Dia memaklumi ucapan suster gendut tersebut karena memang dia adalah suster paling senior di rumah sakit ini sedangkan ia baru 1 tahun. 1 tahun pertama di habiskan bertugas di faviliun Melati. Baru genap 1 tahunnya diangkat jadi suster tetap di rumah sakit ini, dia mendapat tugas untuk berjaga di faviliun Delima. Sampai dengan malam ini ia sudah berusia 1 tahun 10 hari bertugas di rumah sakit ini. 10 hari bertugas di faviliun Delima, ia pun sudah merasa ada kejanggalan yang terjadi di faviliun ini.
                   Menurut cerita, di awal berdirinya rumah sakit ini, faviliun Delima merupakan kompleks kamar mayat. Seiring dengan bertambahnya peningkatan pelayanan dan pasien yang masuk, maka Rumah sakit ini memindahkan kamar mayat dan menjadikan tempat sebelumnya sebagai faviliun Delima. Dilihat dari kondisinya memang Faviliun Delima merupakan faviliun paling baru diantara faviliun lainnya. Namun semenjak didirikan banyak kejadian diluar nalar yang terjadi baik di alami oleh pasien dan keluarga beserta staff medis Rumah Sakit.
                   “Jika dulu sering muncul hal aneh dari arwah penasaran yang menghuni kamar mayat, namun sekarang ini malah arwah penasaran dari orang orang yang meninggal di Faviliun ini,” Gumam Suster gendut sambil kembali menghembuskan nafas dan menarik tinggi tubuhnya keatas untuk meluruskan badannya yang sedari tadi menjadi tumpuan dari berat tubuhnya. Sedangkan suster yang bertubuh langsing malah berdehem dan merapatkan diri ke arah suster gendut karena perkataan suster tersebut bukannya mencairkan masalah malah menambah suasana seram di antara keduanya. “padahal di Faviliun lain banyak yang meninggal tapi tidak pernah ada yang mengalami hal hal aneh,” Sambung Suster gendut sambil menekuk kepalanya kebelakang untuk merenggangkan otot otot lehernya yang tegang karena terlalu lama menunduk. Lalu kembali terpekur menghadapi dokumen dokumen yang ada didepan mata mereka. Sedangkan Suster yang bertubuh langsing sekarang tampak berlutut di bawah untuk membongkar arsip yang ada di lemari bawah tersebut.
                   “Sus......saya boleh minta tolonggggggg......” terdengar suara laki laki yang tiba tiba terdengar nyaring sampai kedalam ruangan. Asal suara tersebut berada di luar kamar medis, tepatnya di pintu masuk pedesterian yang menghubungkan faviliun satu dengan yang lainnya. Tidak sempat kedua suster tersebut menengok ataupun beranjak dari tempatnya, suara tersebut terdengar lagi dengan lebih menghipnotis sehingga membuat mereka terpaku dan lebih  memilih berdiam diri.
                   “Sus.....saya boleh minta tolongggggg......saya Adit sus....kamar 5...tolong saya Sus, saya mau.....” suara tersebut awalnya menggema seperti suara pertama namun perlahan lahan melemah dan terputus sama sekali sampai tidak terdengar apa apa lagi. Yang terdengar hanyalah klotakan suara rintik air hujan yang turun membahasi jendela kaca ruangan medis ini.

Tiba-tiba...

                   “Sus, besok dokter kontrol jam berapa ya?” Seru suara seorang perempuan setengah baya, memecahkan rintikan suara hujan dan membuyarkan kekakuan kedua suster tersebut. Berdua secara refleks melihat kearah seorang perempuan yang tiba tiba hadir di tepi meja resepsionis dengan muka oval dan bermata sipit serta mempunyai rambut hitam pendek dengan berperawakan kurus. Kedua suster tersebut tampak sangat terkejut dengan mulut teranga dan mata melotot melihat kehadiran tiba tiba perempuan tersebut didepan mereka. Suster yang bertubuh langsing tampak refleks beringsut mundur dan terduduk bersilang sedangkan suster gendut tampak tertekan kebelakang kursi dengan raut muka tertekuk ke belakang. Perempuan yang melihat keterkejutan mereka atas kehadirannya, juga sama sama kaget tidak menyangka kalau kehadirannya bisa membuat hal yang sangat luar biasa bagi kedua suster tersebut.
                   “apa karena aku mirip artis kali ya?” pikir perempuan tersebut sambil masih tidak percaya kalau kehadirannya bisa membuat kedua suster tersebut terkejut.
                   “atau....make up ku ada yang aneh? Atau memang rambut ku acak acakan, ada belek gede, ada tahi lalat ngegede kali atau ada bekas makan di bibir?,” seru perempuan tersebut tampak panik sambil meraba pipi, mata, hidung tepi mulut sampai bibir dan rambutnya sendiri. Perempuan tersebut celingak celinguk sibuk mencari kaca cermin.
                   “Cari apa ya bu? Tanya suster yang bertubuh langsing sambil berdiri dan berusaha untuk tersenyum ramah berusaha untuk melupakan apa yang terjadi barusan.
                   “Cari kaca cermin atau punya kaca kecil rias kali sus,” Seru perempuan tersebut seperti tampak memaksa dengan menempelkan tubuhnya ke meja resepsionis ingin menggapai sebuah tas yang tampaknya tas suster tersebut.
                   “oh ini bu, pakai punya saya aja,” Sekarang giliran Suster yang bertubuh gendut yang menjawab dan mengambilkan dari dalam sebuah laci meja tempat duduknya. Sebuah tempat bedak berwarna putih yang jika di buka terdapat kaca dan alas bedak. Perempuan tersebut pun tidak menunggu lama, segera membuka dan langsung berkaca di depan kedua suster tersebut. Sambil memperhatikan tingkah aneh perempuan yang ada didepan mereka serta memastikan semuanya baik baik saja dan memang tidak ada orang yang minta tolong. Suster gendut pun tergelitik dan penasaran sehingga akhirnya keluar dari tempatnya dan meminta maaf untuk permisi ke depan pintu faviliun sebentar kepada perempuan tersebut. Tidak beberapa lama suster gendut pun kembali dan memberikan isyarat dengan dua lengan di bentangkan dan bahu di naikkan ke atas kepada suster bertubuh langsing.
                   “tidak ada siapa siapa,” serunya tanpa bersuara dan hanya isyarat bibir yang berucap kepada suster yang bertubuh langsing.
                   “Semua oke dan tidak ada yang perlu di khawatirkan,” pikir perempuan tersebut sambil memperhatikan permukaan kaca cermin kecil tempat bedak yang ada di telapak tangannya. Pada akhirnya dia menyadari bahwa kedua suster sedari tadi memperhatikan tingkahnya.
                   “Loh, tadi saya kesini mau apa ya?” Pikir perempuan tersebut sambil tersenyum malu kepada kedua suster tersebut dan mengembalikan tempat bedak kecil sambil mengucapkan terima kasih.
                   “Oh ya.....” Seru perempuan tersebut seperti sadar dan ingat sesuatu yang sebelumnya terjadi,” tadi kaget kenapa ya? Kok seperti melihat saya seperti melihat artis atau hantu begitu loe,’ Ucap perempuan tersebut ingin tahu dan berlagak seperti sudah kenal sangat dekat sebelumnya.
                   “Begini bu..ta......” Belum selesai suster bertubuh langsing menyelesaikan perkataannya, Suster gendut pun langsung berkata,” Ada yang bisa kami bantu bu?” Serunya memotong dengan lembut dan sambil berdiri lebih dekat dengan suster yang bertubuh langsing.
                   “Tadi kita kaget bu, karena lagi benar benar fokus dengan kerjaan. Seperti yang ibu lihat, dokumen yang harus kita sortir lumayan banyak,” Serunya menambahkan dan sambil mengibaskan tangan seperti mempersilahkan perempuan tersebut melihat ke tumpukan dokumen yang terkapar di meja dan tergeletak di lantai. Sambil mengibaskan tangannya tidak sengaja mata suster gendut melihat ke arah dokumen paling atas yang ada di meja yang barusan dia akan sortir. Sebuah map dengan tulisan nama “Aditya Suseno”  dan pada garis bawah tertulis Kamar No 5 Faviliun Delima. Tanpak tertegun sebentar ia pun mengalihkan perhatiannya ke arah perempuan di depannya.
                   “Ibu dari kamar no berapa bu dan nama pasiennya siapa...hm tadi keperluannya apa ya bu?” Tanya suster gendut sambil mencoba untuk tersenyum namun tetap saja tidak dapat menyembunyikan sorot kegelisahan pada mata suster tersebut. Suster tersebut pun kembali menoleh ke arah pintu masuk lalu kembali menatap perempuan didepannya sambil mencoba untuk menarik nafas pelan menunggu jawaban.
                   Perempuan tersebut tampak berpikir sejenak serta tampak tidak percaya atas jawaban dari kedua suster tersebut. Namun sepertinya ia tidak mencoba untuk bertanya lebih jauh. “Anak saya masuk ke kamar no 5 atas nama Aan, tadi saya tanya besok dokter kontrol jam berapa ya? Karena saya harus pagi pagi pulang dahulu kerumah untuk ngurus adik adiknya.”
            Kedua suster tersebut pun saling berpandangan karena sebelumnya ada yang meminta tolong atas nama Aditya, pasien anak yang baru 3 hari meninggal yang sebelumnya berada di kamar no 5. Sambil terbata bata dan dengan sedikit bergidik gemetar karena kedinginan disebabkan tiba tiba angin berhembus agak kencang dari arah pintu Faviliun, Suster gendut pun berkata, “beeeesooook jam 8 pagi brrr, Dokter biasanya kontrol dan paling telat jam 9 bu brrr,” 

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO