“Ini kecapean
sepertinya bu, terus asupan makanan juga seperti jajanan yang kurang sehat
masuk jadi kena Tipes,” Ujar dokter yang memeriksa ku pagi ini sambil menulis
di sebuah secarik kertas berwarna putih mirip notes punya papa yang sering aku
jumpai di lemari buku. Dokter ini terus menulis sambil mulutnya tidak berhenti
berbicara, kacamatanya menggantung di atas hidung tampak bergerak gerak
mengikuti irama mulutnya yang tidak berhenti mendektekan apa yang di tulis oleh
nya sambil matanya terus terarah ke arah tulisan yang di buatnya. Tampak tubuh
gemuknya tertutup oleh jas putih panjang menggantung sampai ke bawah tampak
apik dan rapi duduk di balik meja pemeriksaan yang merupakan meja satu satunya
yang ada diruangan tersebut selain tempat tidur dan lampu besar yang menaungi
tempat tidur tersebut. Sementara itu gadis dengan topi berbentuk pita besar berwarna
putih di atas kepalanya dan juga memakai dress up berwarna putih berdiri di
samping dokter tersebut dan tampak memperhatikan apa yang di tulis oleh dokter
tersebut.
“Tolong bawa ke
Faviliun Delima dan kasih ke dokter jaga,” Seru
sang Dokter menginstruksikan sebuah perintah sambil memberikan secarik
kertas yang di buat oleh nya sedari tadi.
“Tolong juga bawa ibu
ini ke ruang pendaftaran pasien dan adeknya langsung saja di rawat ya sus,”
Sambungnya kembali dan sambil mengalihkan perhatiannya ke arah ku dan mama.
“Nanti saya kontrol setiap
jam 8 Pagi yang bu dan jangan khawatir adeknya pasti cepat sembuh, ya... paling
lambat satu minggu lah beristirahat di Rumah Sakit,” seru Dokter tersebut
sambil tersenyum. Namun tatapan dan senyuman Dokter tersebut tidak membuat ku
nyaman atau terhibur sama sekali, bahkan aku beranggapan bahwa Dokter tersebut
sepertinya merencanakan sesuatu yang jahat terhadapku. Aku pun bergidik
menatapnya dan merasa sangat takut luar biasa.
Aku pun merasa
menyesal karena tidak memperhatikan kesehatan ku selama ini dan banyak jajan di
luar rumah serta jarang berisitrahat dengan baik. Waktu tidur siangku
kebanyakan di habiskan bermain dengan teman temanku, Ditambah semenjak kejadian
sepedaku terjun ke kali membuat kesehatanku drop drastis. Tadi malam aku
mengeluh sakit di perut dan muntah muntah tanpa henti. Sehingga Papa dan Mama
memutuskan untuk membawa ku ke Rumah Sakit Swasta dekat tempat tinggalku.
Disinilah sekarang aku
berada, didalam salah satu bangsal Rumah Sakit. Aku pun mengenakan pakaian
orang sakit resmi yaitu piyama berwarna biru laut. Dibangsal ini hanya berkapasitas
untuk 2 orang, salah satu tempat tidur dalam kamarku belum di tempati siapa pun.
Disamping masing masing tempat tidur terdapat lemari kecil tempat menyimpan
pakaian dan atasnya bisa di jadikan tempat menaruh makanan kecil. Tempat
tidurku berada tepat di samping jendela kaca yang berbatasan dengan teras pedesterian Faviliun Rumah Sakit.
Sedangkan pintu masuk tepat berada di depanku agak menyamping sejajar dengan
dinding jendela kaca. Pintu masuk juga terbuat dari pintu kaca dan dari tempat
ku istirahat, aku dapat melihat aktivitas para suster dan para pengunjung yang
datang.
Tiba tiba masuk suster
bersama mama, mereka kelihatannya sangat akrab sekali. Mengobrol dan tertawa
yang aku tidak mengerti ke arah mana pembicaraannya. Sepertinya membicarakan
masalah pasien atau apalah...entahlah. Aku pun tidak heran jika mama akrab
dengan siapa saja.
“dek, kata dokter,
kita pasang impus dulu ya,” seru suster yang memakai kacamata dan tampak riasan
ala kadarnya dengan bedak tipis dan lipstik pun tipis, beberapa helai rambut
poni menutupi dengan manis jidat yang seperti ku sama seperti jidatku yaitu
jidat lapangan terbang, rambutnya pun hanya diikat kebelakang. Ia pun tersenyum
sambil mempersiapkan beberapa peralatan dan menarik sebuah tiang yang
sepertinya sudah tersedia dari tadi namun luput dari pengamatanku.
“ini suster pasti suruhan dokter jahat tadi,“ pikirku dan aku tidak
suka atas apa yang akan dia perbuat dengan ku, “namun jika aku tidak menuruti apa kemauannya, bakal lama nih di rumah
sakit,” pikirku kembali. “tadi dia
bilang apa “inpus” apa itu inpus kok susternya mempersiapkan seperti jarum
suntik dengan ada selang sih.” Tanyaku kembali dalam hati dan aku pun
mengkerut dan takut setengah mati. Maklum aku sangat takut sekali dengan jarum
suntik mending berantem ataupun berhadapan dengan hantu sekalipun lah dari pada
harus di suntik dan sudah benar benar kapok. Jarum suntik menurutku merupakan
sesuatu yang paling aku takuti selain harus berhadapan dengan beberapa
perempuan yang ingin berkenalan denganku.
“mah...mah....” ujarku
setengah berteriak sambil berusaha beringsut menjauhi suster dan akan bangkit
menuju mama. Mama yang sudah mengerti akan ketakutanku hanya tersenyum dan
berusaha untuk menghalangi ku bangun dari tempat tidur.
“An, mau sembuh nggak?
Gak bakalan sakit dan hanya seperti di gigit semut, itu pun kata dokternya juga
sebagai pengganti cairan tubuh dan vitamin biar gak lemes dan sehat kembali,”
ujar mama sambil terus memegangi badanku.
“dokter lagi dokter lagi....teriakku dalam
hati...aku sangat membenci dokter satu ini,” ujarku dalam hati dan berusaha
untuk tidak panik. “ya mau tidak mau
harus pasrah demi cepat sembuh dan bisa main lagi,” pikirku dalam hati
sambil mengalihkan perhatianku kearah jendela kaca. Tidak beberapa lama suster
mengambil tanganku sebelah kanan yang sebelumnya aku dekapkan ke tangan mama
yang memegang dadaku. Aku pun mulai meringis dan membayangkan sakitnya pasti
luar biasa. Tidak terasa air mata pun mulai keluar dan aku pun berusaha menahan
isakan dan berusaha untuk tidak melihat ke arah suster atau pun kearah tanganku yang akan di inpus.
“Aan, belum di apa
apain udah nangis tuh gimana sih?” ujar Papaku yang tiba tiba muncul dari pintu
kamar bangsalku. “bodo amat,”
teriakku dalam hati dan aku pun mulai beringsut kembali agak menjauh dari tepi
tempat tidurku dan berusaha menengok ke arah jendela pintu kamar bangsalku.
Tidak ku pedulikan kehadiran papaku dan beberapa orang yang masuk ke dalam
kamarku. Aku pun berusaha menahan bayangan rasa sakit yang sebentar lagi akan
kurasakan ke dalam tanganku. Kurasakan papa menahan gerakan kaki ku yang sedari
tadi tidak bisa diam. Tiba tiba aku merasakan seperti suatu benda di masukkan
ke dalam pergelangan tanganku agak kesamping, yang membuatku kaget luar bisa
dan tidak tertahankan air mataku pun tumpah ruah walaupun masih aku tahan
isakannya agar tidak keluar, yang keluar hanyalah teriakan “awww, duuuuh
duuuh,” teriakku sambil akhirnya aku refleks melihat apa yang di masukkan ke
dalam pergelangan tanganku. Teriakan ku pun searah dengan dorongan jarum suntik
tersebut masuk ke dalam pergelangan tanganku.
Aku pun memperhatikan
hasil dari kerja suster tersebut. Yang di maksud dengan infus itu adalah
memasukkan beberapa cairan ke dalam tubuhku dengan jarum suntik yang di
hubungkan dengan selang dan tabung plastik yang di gantung tinggi di tiang
dekat tempat tidurku. Mama ku pun mengusap pipiku yang penuh dengan air mata
dan tersenyum melihat ku tampak pucat dan merenggut tanda tidak suka atas apa
yang barusan terjadi. Aku pun masih memperhatikan jarum suntik yang di plester
dengan warna coklat tertanam pada lenganku sebelah kanan. Lalu memperhatikan
suster yang akan beranjak dari pinggir tempat tidurku yang terlihat senang dan
menampilkan senyum lebar pada muka yang sangat menyebalkan bagiku yang
melihatnya.
“Suster, tolong di
bantu ke sini sebentar dong,” teriak salah satu suara yang berasal dari
belakang sang suster dan tampaknya ada baju putih lain yang ada di tempat tidur
sebelah dari tempat tidurku. Suster di sebelah tempat tidurku pun menoleh lalu
beranjak kearah tempat tidur yang agak jauh ke sebelah kanan dari tempat
tidurku. Ada suster lain yang tampak lebih gendut dan lebih tua bahkan mukanya
pun sepertinya lebih jutek dari suster yang mengurusku ini. Mereka berbincang
bincang dengan agak pelan sehingga aku agak samar mendengarnya dan aku pun
tidak peduli apa yang mereka perbincangkan. Yang aku perhatikan adalah seraut
wajah yang terpampang agak tertutup oleh badannya suster gendut. Seraut wajah
cantik dengan muka oval dan rambut panjang hitam tergerai menutupi bantal yang
menopang kepala cantiknya.
“kapan masukknya ya? Kok bisa sih tanpa radarku
berfungsi ada mahkluk cantik masuk ke dalam bangsal kamar,” pikirku kagum dan
tersenyum sambil terus memperhatikan dan meneliti siapa tau aku pun salah
lihat. Sejurus kemudian timbul malu dalam diriku, bukannya aku tadi barusan
menangis. Kalau di tau aku menangis “akkhhh,
malu lah,” seruku dalam hati dan mengalihkan perhatian ku dari dia dan
memandangi papaku yang memperhatikan ku tertangkap basah sedang memperhatikan
perempuan cantik yang berada dalam satu kamar denganku. Papaku tampak tersenyum
lebar melihat aku rada kikuk karena tertangkap basah.
“Gak ada suara nangis
dan kesakitan kok dari sebelah ya An, beda dengan anak papa kok cengeng sih
laki laki, ganteng ganteng cengeng,” seru papaku setengah berbisik supaya tidak
mengundang perhatian yang lain dan pada akhirnya akan mentertawakan diriku,
jika terjadi hilang sudah harga diriku dan papa ku tahu betul anak laki lakinya
satu ini. Aku pun hanya tersenyum dan mengalihkan perhatian ku dari papa sambil
memperhatikan jendela kaca kamarku untuk melihat taman yang berada di tengah
faviliun rumah sakit ini dan memperhatikan gerak gerik pengunjunga taupun
suster ataupun petugas yang hilir mudik di pedesterian faviliun ini. Tidak
beberapa lama terdengar mama mengobrol tentang tetanggaku yang baru dengan
papa. Kebiasaaan mama yang selalu bisa tahu dan ingin tahu apa yang terjadi
disekelilingnya. Ternyata tetanggaku mengidap penyakit yang sama denganku,
barusan mama dapat info dari ibunya yang menemani perempuan cantik ini.
Berbagai bayangan
bayangan aneh muncul di kepalaku atas apa yang terjadi pada hari ini. Dalam
satu kamar ada makhluk cantik seperti ini membikin ku pun salah tingkah. Belum
lagi membayangkan apa lagi yang bakal di lakukan oleh Dokter jahat terhadapku
pun terus menghantui sepanjang hari ini. Namun pikiran itu pun sirna jika aku
memperhatikan mahkluk cantik di seberang tempat tidurku. Ada rasa....apa ya??...terpenting
aku suka memperhatikan seluruh gerak geriknya.
“Namanya Wulan sari
Guritno aan, dia tinggal di kalidoni,” teriak mama mengagetkanku karena
pandanganku terpaku ke pintu kamar mandi dimana makhluk cantik tersebut menghilang
bersama dengan ibunya sambil menenteng impus. Aku pun memandangi mama yang
tengah senyam senyum penuh arti sambil mengusap dahi dan rambuk di kepalaku
dengan air hangat. Merasa sudah tertangkap basah dua kali oleh orang tua ku,
aku pun hanya tersenyum dan mengalihkan perhatianku dari mama.
“ya namanya juga laki
laki mah, wajarlah kalau ada perempuan cantik, he he he he,” seruku tertawa
renyah dan membalikkan badanku untuk menghadap ke arah jendela.
“pikir dulu sembuh an,
itu Amir sama Angel pada nanyain telp ke rumah,”
“wah, kalau Teman temanku pada tau aku sekamar dengan
makluk cantik bakal keterusan ke rumah sakit terus nih mereka, gawat,” pikirku termenung
“bilang aja besok juga
pulang mah, jangan di bilang Aan seminggu di rumah sakitnya. Oh ya Bilang juga
kalau di rumah sakit anak kecil gak boleh jenguk orang sakit, nanti ketularan,”
Jawabku agak sedikit panik.
Mama hanya tersenyum,
“Aneh, ya paling kayanya sekelas bakal ngejenguk dech An sama ibu guru juga,”
Kata mama sambil membereskan baskom berisi air hangat untuk di kembalikan ke
petugas pantry, lalu berjalan keluar kamar.
“Waduuuuh, iya bakal sekelas nih ngejenguk...sewaktu
Sehat juga sakit, satu kelas ngejenguk Sehat, yah..hilang sudah....”gumamku sambil
mengeleng gelengkan kepala dan terpaku kembali melihat makhluk manis muncuk
kembali dari pintu kamar mandi. Namun.....
Ia menatapku dan
tersenyum....aku pun terhenyak kaget merasa tertangkap basah dan berusaha untuk
mengalihkan perhatian, namun tidak bisa....mukaku memerah, tatapanku agak menunduk
dan mencoba untuk membalas senyumannya dengan malu malu.
“Sekolah di SD 1
Sungai Musi ya?” serunya sambil berjalan menuju ke arah tempat tidurnya. Ibunya
pun ikut memperhatikan ku sambil tersenyum, baru saja aku mau menjawab ibunya
mengiyakan.
“Mana mamanya?” tanya
ibu nya kembali.
“Anu tante, sedang
keluar,” Seruku sambil mukaku masih bersemu merah.
“Kayanya masih panas
ya, kok mukanya merah sekali,” seru ibunya kembali sambil terus
memperhatikanku.
“Hadeuuuh bukannya anaknya yang ngajak ngobrol ini malah
emak emak. Nggak tau apa lagi malu makanya mukanya merah,” Seruku dalam hati dan
aku pun hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan ibunya. Sambil berharap mama
cepat kembali biar tidak terus ngobrol.
“Namun bukannya yang ngajak ngobrol calon mertua, harus sopan dan tidak boleh
kurang ajar, hi hi hi,” Seruku dalam hati sambil tersenyum kecil
membalikkan badanku karena takut kalau mereka tahu kalau aku sedang malu karena
tertangkap basah kembali memperhatikan makhluk cantik. Ada sesuatu yang ingin
kembali aku tanyakan, namun sepertinya sudah tidak penting sekarang. Paling ya
rasa penasaran, kenapa dia tau aku bersekolah di SD 1 Sungai Musi, “apakah dari mama yang cerita, tapi kapan
ceritanya?” tanyaku dalam hati. “Sudahlah
nanti saja aku tanya,” desahku sambil berpikir keras dan mengingat ingat, “lah emang dia sekolah dimana? ya mungkin
saja dia satu sekolah denganku atau dia bersekolah di SD 2 nya ya? Kalau
seluruh SD1 aku pasti kenal. ya mungkin di SD 2 kali.”
“Sudah mandi?” tiba
tiba teriak mama membuyarkan lamunanku
“Sudah bu, lumayan
agak segarlah. Kemaren 2 hari di rumah tidak berani sentuh air dan menggigil
terus kedinginan,” Jawab Ibu si Makhluk cantik.
“Iya sama aja seperti
Aan,” Jawab mama sambil mendekati Ibu si Makhluk Cantik.
“Tadi ngobrol sama ibu
sebelah kamar, katanya kalau malam faviliun ini seram loh bu,” bisik mama yang
memang tidak sengaja aku dengar.
“Haduuuuh mama, udah tau lagi kondisi kaya gini, ini
malah cerita aneh aneh,” seruku dalam hati dan melotot sambil memperhatikan
mama. Namun mama tampaknya sangat serius sekali.
“Mah....diluar aja
dech mah, berisik akh, mau tidur Aan nih,” seru ku sambil berkeliat ke samping
dan berusaha untuk tidak melihat mereka berdua. Padahal dalam hati “aku mau
ngajak ngobrol nih cewek sebelah, hi hi hi,” Tidak lama aku mendengar suara
pintu berderit tanda membukia lalu langkah mama dan ibu si makhluk cantik
menjauh dari pintu. Aku pun dengan sigap langsung berbalik ke arah tempat tidur
makhluk manis, namun.....
“yah, molor....sialan....” umpatku dalam hati dan aku pun kembali berbalik, “namun....sebentar dech jangan dulu, jarang
sekali bertemu dengan moment seperti ini,” pikirku dan aku pun kembali
berbalik menghadap ke arah tempat tidur makhluk cantik tersebut. “hm...cantik sekali hidung mancung, rambut
panjang hitam mirip mama, bibirnya tipis, tubuhnya kurus ramping, memang
cantik,” gumamku sambil memperhatikan mahkluk cantik yang ada diseberangku.
Namun ada sesuatu yang mengusik perhatianku, yaitu perkataan mama barusan,
maklum aku sangat penakut sekali jika yang berhubungan dengan masalah gaib
hantu. “Apa iya ya, rumah sakit sebesar
ini menyeramkan,” pikirku kembali. Aku pun berbalik untuk melihat mama dan
ibu si mahkluk cantik yang sedang mengobrol di luar. Mereka tampak sangat akrab
sekali, sesekali mama menunjuk nunjuk terkadang mereka tertawa bersama,
terkadang mama serius mendengarkan ucapan si ibu, “dasar emak emak, paling juga ngegosip yang nggak nggak, udahlah gak
mungkin dan gak akan lah. Masa orang ganteng kaya ku bisa takut, malu lah sama
sebelah,” gumamku sambil tersenyum. Sambil menutup mata terbayang di
wajahku mimik muka Muklis, Amir, Angel dan Sehat jika mereka tau aku sekamar
dengan mahkluk cantik. Mereka akan protes dan bakal rebutan untuk menemaniku di
rumah sakit dan bertambah juga sainganku untuk mendapatkan sicantik. Mereka
berempat pada akhirnya menghiasi mimpi tidurku di sore ini.
No comments:
Post a Comment