Sunday, March 26, 2017

AAN KECIL “TRAGEDI DI RUMAH SAKIT (BAG 1)”

“Ini kecapean sepertinya bu, terus asupan makanan juga seperti jajanan yang kurang sehat masuk jadi kena Tipes,” Ujar dokter yang memeriksa ku pagi ini sambil menulis di sebuah secarik kertas berwarna putih mirip notes punya papa yang sering aku jumpai di lemari buku. Dokter ini terus menulis sambil mulutnya tidak berhenti berbicara, kacamatanya menggantung di atas hidung tampak bergerak gerak mengikuti irama mulutnya yang tidak berhenti mendektekan apa yang di tulis oleh nya sambil matanya terus terarah ke arah tulisan yang di buatnya. Tampak tubuh gemuknya tertutup oleh jas putih panjang menggantung sampai ke bawah tampak apik dan rapi duduk di balik meja pemeriksaan yang merupakan meja satu satunya yang ada diruangan tersebut selain tempat tidur dan lampu besar yang menaungi tempat tidur tersebut. Sementara itu gadis dengan topi berbentuk pita besar berwarna putih di atas kepalanya dan juga memakai dress up berwarna putih berdiri di samping dokter tersebut dan tampak memperhatikan apa yang di tulis oleh dokter tersebut.
“Tolong bawa ke Faviliun Delima dan kasih ke dokter jaga,” Seru  sang Dokter menginstruksikan sebuah perintah sambil memberikan secarik kertas yang di buat oleh nya sedari tadi.
“Tolong juga bawa ibu ini ke ruang pendaftaran pasien dan adeknya langsung saja di rawat ya sus,” Sambungnya kembali dan sambil mengalihkan perhatiannya ke arah ku dan mama.
“Nanti saya kontrol setiap jam 8 Pagi yang bu dan jangan khawatir adeknya pasti cepat sembuh, ya... paling lambat satu minggu lah beristirahat di Rumah Sakit,” seru Dokter tersebut sambil tersenyum. Namun tatapan dan senyuman Dokter tersebut tidak membuat ku nyaman atau terhibur sama sekali, bahkan aku beranggapan bahwa Dokter tersebut sepertinya merencanakan sesuatu yang jahat terhadapku. Aku pun bergidik menatapnya dan merasa sangat takut luar biasa.
Aku pun merasa menyesal karena tidak memperhatikan kesehatan ku selama ini dan banyak jajan di luar rumah serta jarang berisitrahat dengan baik. Waktu tidur siangku kebanyakan di habiskan bermain dengan teman temanku, Ditambah semenjak kejadian sepedaku terjun ke kali membuat kesehatanku drop drastis. Tadi malam aku mengeluh sakit di perut dan muntah muntah tanpa henti. Sehingga Papa dan Mama memutuskan untuk membawa ku ke Rumah Sakit Swasta dekat tempat tinggalku.

Disinilah sekarang aku berada, didalam salah satu bangsal Rumah Sakit. Aku pun mengenakan pakaian orang sakit resmi yaitu piyama berwarna biru laut. Dibangsal ini hanya berkapasitas untuk 2 orang, salah satu tempat tidur dalam kamarku belum di tempati siapa pun. Disamping masing masing tempat tidur terdapat lemari kecil tempat menyimpan pakaian dan atasnya bisa di jadikan tempat menaruh makanan kecil. Tempat tidurku berada tepat di samping jendela kaca yang berbatasan dengan  teras pedesterian Faviliun Rumah Sakit. Sedangkan pintu masuk tepat berada di depanku agak menyamping sejajar dengan dinding jendela kaca. Pintu masuk juga terbuat dari pintu kaca dan dari tempat ku istirahat, aku dapat melihat aktivitas para suster dan para pengunjung yang datang.
Tiba tiba masuk suster bersama mama, mereka kelihatannya sangat akrab sekali. Mengobrol dan tertawa yang aku tidak mengerti ke arah mana pembicaraannya. Sepertinya membicarakan masalah pasien atau apalah...entahlah. Aku pun tidak heran jika mama akrab dengan siapa saja.
“dek, kata dokter, kita pasang impus dulu ya,” seru suster yang memakai kacamata dan tampak riasan ala kadarnya dengan bedak tipis dan lipstik pun tipis, beberapa helai rambut poni menutupi dengan manis jidat yang seperti ku sama seperti jidatku yaitu jidat lapangan terbang, rambutnya pun hanya diikat kebelakang. Ia pun tersenyum sambil mempersiapkan beberapa peralatan dan menarik sebuah tiang yang sepertinya sudah tersedia dari tadi namun luput dari pengamatanku.
“ini suster pasti suruhan dokter jahat tadi,“ pikirku dan aku tidak suka atas apa yang akan dia perbuat dengan ku, “namun jika aku tidak menuruti apa kemauannya, bakal lama nih di rumah sakit,” pikirku kembali. “tadi dia bilang apa “inpus” apa itu inpus kok susternya mempersiapkan seperti jarum suntik dengan ada selang sih.” Tanyaku kembali dalam hati dan aku pun mengkerut dan takut setengah mati. Maklum aku sangat takut sekali dengan jarum suntik mending berantem ataupun berhadapan dengan hantu sekalipun lah dari pada harus di suntik dan sudah benar benar kapok. Jarum suntik menurutku merupakan sesuatu yang paling aku takuti selain harus berhadapan dengan beberapa perempuan yang ingin berkenalan denganku.
“mah...mah....” ujarku setengah berteriak sambil berusaha beringsut menjauhi suster dan akan bangkit menuju mama. Mama yang sudah mengerti akan ketakutanku hanya tersenyum dan berusaha untuk menghalangi ku bangun dari tempat tidur.
“An, mau sembuh nggak? Gak bakalan sakit dan hanya seperti di gigit semut, itu pun kata dokternya juga sebagai pengganti cairan tubuh dan vitamin biar gak lemes dan sehat kembali,” ujar mama sambil terus memegangi badanku.
“dokter lagi dokter lagi....teriakku dalam hati...aku sangat membenci dokter satu ini,” ujarku dalam hati dan berusaha untuk tidak panik. “ya mau tidak mau harus pasrah demi cepat sembuh dan bisa main lagi,” pikirku dalam hati sambil mengalihkan perhatianku kearah jendela kaca. Tidak beberapa lama suster mengambil tanganku sebelah kanan yang sebelumnya aku dekapkan ke tangan mama yang memegang dadaku. Aku pun mulai meringis dan membayangkan sakitnya pasti luar biasa. Tidak terasa air mata pun mulai keluar dan aku pun berusaha menahan isakan dan berusaha untuk tidak melihat ke arah suster atau pun kearah  tanganku yang akan di inpus.
“Aan, belum di apa apain udah nangis tuh gimana sih?” ujar Papaku yang tiba tiba muncul dari pintu kamar bangsalku. “bodo amat,” teriakku dalam hati dan aku pun mulai beringsut kembali agak menjauh dari tepi tempat tidurku dan berusaha menengok ke arah jendela pintu kamar bangsalku. Tidak ku pedulikan kehadiran papaku dan beberapa orang yang masuk ke dalam kamarku. Aku pun berusaha menahan bayangan rasa sakit yang sebentar lagi akan kurasakan ke dalam tanganku. Kurasakan papa menahan gerakan kaki ku yang sedari tadi tidak bisa diam. Tiba tiba aku merasakan seperti suatu benda di masukkan ke dalam pergelangan tanganku agak kesamping, yang membuatku kaget luar bisa dan tidak tertahankan air mataku pun tumpah ruah walaupun masih aku tahan isakannya agar tidak keluar, yang keluar hanyalah teriakan “awww, duuuuh duuuh,” teriakku sambil akhirnya aku refleks melihat apa yang di masukkan ke dalam pergelangan tanganku. Teriakan ku pun searah dengan dorongan jarum suntik tersebut masuk ke dalam pergelangan tanganku.
Aku pun memperhatikan hasil dari kerja suster tersebut. Yang di maksud dengan infus itu adalah memasukkan beberapa cairan ke dalam tubuhku dengan jarum suntik yang di hubungkan dengan selang dan tabung plastik yang di gantung tinggi di tiang dekat tempat tidurku. Mama ku pun mengusap pipiku yang penuh dengan air mata dan tersenyum melihat ku tampak pucat dan merenggut tanda tidak suka atas apa yang barusan terjadi. Aku pun masih memperhatikan jarum suntik yang di plester dengan warna coklat tertanam pada lenganku sebelah kanan. Lalu memperhatikan suster yang akan beranjak dari pinggir tempat tidurku yang terlihat senang dan menampilkan senyum lebar pada muka yang sangat menyebalkan bagiku yang melihatnya.
“Suster, tolong di bantu ke sini sebentar dong,” teriak salah satu suara yang berasal dari belakang sang suster dan tampaknya ada baju putih lain yang ada di tempat tidur sebelah dari tempat tidurku. Suster di sebelah tempat tidurku pun menoleh lalu beranjak kearah tempat tidur yang agak jauh ke sebelah kanan dari tempat tidurku. Ada suster lain yang tampak lebih gendut dan lebih tua bahkan mukanya pun sepertinya lebih jutek dari suster yang mengurusku ini. Mereka berbincang bincang dengan agak pelan sehingga aku agak samar mendengarnya dan aku pun tidak peduli apa yang mereka perbincangkan. Yang aku perhatikan adalah seraut wajah yang terpampang agak tertutup oleh badannya suster gendut. Seraut wajah cantik dengan muka oval dan rambut panjang hitam tergerai menutupi bantal yang menopang kepala cantiknya.
“kapan masukknya ya? Kok bisa sih tanpa radarku berfungsi ada mahkluk cantik masuk ke dalam bangsal kamar,” pikirku kagum dan tersenyum sambil terus memperhatikan dan meneliti siapa tau aku pun salah lihat. Sejurus kemudian timbul malu dalam diriku, bukannya aku tadi barusan menangis. Kalau di tau aku menangis “akkhhh, malu lah,” seruku dalam hati dan mengalihkan perhatian ku dari dia dan memandangi papaku yang memperhatikan ku tertangkap basah sedang memperhatikan perempuan cantik yang berada dalam satu kamar denganku. Papaku tampak tersenyum lebar melihat aku rada kikuk karena tertangkap basah.
“Gak ada suara nangis dan kesakitan kok dari sebelah ya An, beda dengan anak papa kok cengeng sih laki laki, ganteng ganteng cengeng,” seru papaku setengah berbisik supaya tidak mengundang perhatian yang lain dan pada akhirnya akan mentertawakan diriku, jika terjadi hilang sudah harga diriku dan papa ku tahu betul anak laki lakinya satu ini. Aku pun hanya tersenyum dan mengalihkan perhatian ku dari papa sambil memperhatikan jendela kaca kamarku untuk melihat taman yang berada di tengah faviliun rumah sakit ini dan memperhatikan gerak gerik pengunjunga taupun suster ataupun petugas yang hilir mudik di pedesterian faviliun ini. Tidak beberapa lama terdengar mama mengobrol tentang tetanggaku yang baru dengan papa. Kebiasaaan mama yang selalu bisa tahu dan ingin tahu apa yang terjadi disekelilingnya. Ternyata tetanggaku mengidap penyakit yang sama denganku, barusan mama dapat info dari ibunya yang menemani perempuan cantik ini.

Berbagai bayangan bayangan aneh muncul di kepalaku atas apa yang terjadi pada hari ini. Dalam satu kamar ada makhluk cantik seperti ini membikin ku pun salah tingkah. Belum lagi membayangkan apa lagi yang bakal di lakukan oleh Dokter jahat terhadapku pun terus menghantui sepanjang hari ini. Namun pikiran itu pun sirna jika aku memperhatikan mahkluk cantik di seberang tempat tidurku. Ada rasa....apa ya??...terpenting aku suka memperhatikan seluruh gerak geriknya.
“Namanya Wulan sari Guritno aan, dia tinggal di kalidoni,” teriak mama mengagetkanku karena pandanganku terpaku ke pintu kamar mandi dimana makhluk cantik tersebut menghilang bersama dengan ibunya sambil menenteng impus. Aku pun memandangi mama yang tengah senyam senyum penuh arti sambil mengusap dahi dan rambuk di kepalaku dengan air hangat. Merasa sudah tertangkap basah dua kali oleh orang tua ku, aku pun hanya tersenyum dan mengalihkan perhatianku dari mama.
“ya namanya juga laki laki mah, wajarlah kalau ada perempuan cantik, he he he he,” seruku tertawa renyah dan membalikkan badanku untuk menghadap ke arah jendela.
“pikir dulu sembuh an, itu Amir sama Angel pada nanyain telp ke rumah,”
“wah, kalau Teman temanku pada tau aku sekamar dengan makluk cantik bakal keterusan ke rumah sakit terus nih mereka, gawat,” pikirku termenung
“bilang aja besok juga pulang mah, jangan di bilang Aan seminggu di rumah sakitnya. Oh ya Bilang juga kalau di rumah sakit anak kecil gak boleh jenguk orang sakit, nanti ketularan,” Jawabku agak sedikit panik.
Mama hanya tersenyum, “Aneh, ya paling kayanya sekelas bakal ngejenguk dech An sama ibu guru juga,” Kata mama sambil membereskan baskom berisi air hangat untuk di kembalikan ke petugas pantry, lalu berjalan keluar kamar.
“Waduuuuh, iya bakal sekelas nih ngejenguk...sewaktu Sehat juga sakit, satu kelas ngejenguk Sehat, yah..hilang sudah....”gumamku sambil mengeleng gelengkan kepala dan terpaku kembali melihat makhluk manis muncuk kembali dari pintu kamar mandi. Namun.....
Ia menatapku dan tersenyum....aku pun terhenyak kaget merasa tertangkap basah dan berusaha untuk mengalihkan perhatian, namun tidak bisa....mukaku memerah, tatapanku agak menunduk dan mencoba untuk membalas senyumannya dengan malu malu.
“Sekolah di SD 1 Sungai Musi ya?” serunya sambil berjalan menuju ke arah tempat tidurnya. Ibunya pun ikut memperhatikan ku sambil tersenyum, baru saja aku mau menjawab ibunya mengiyakan.
“Mana mamanya?” tanya ibu nya kembali.
“Anu tante, sedang keluar,” Seruku sambil mukaku masih bersemu merah.
“Kayanya masih panas ya, kok mukanya merah sekali,” seru ibunya kembali sambil terus memperhatikanku.
“Hadeuuuh bukannya anaknya yang ngajak ngobrol ini malah emak emak. Nggak tau apa lagi malu makanya mukanya merah,” Seruku dalam hati dan aku pun hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan ibunya. Sambil berharap mama cepat kembali biar tidak terus ngobrol. “Namun bukannya yang ngajak ngobrol calon mertua, harus sopan dan tidak boleh kurang ajar, hi hi hi,” Seruku dalam hati sambil tersenyum kecil membalikkan badanku karena takut kalau mereka tahu kalau aku sedang malu karena tertangkap basah kembali memperhatikan makhluk cantik. Ada sesuatu yang ingin kembali aku tanyakan, namun sepertinya sudah tidak penting sekarang. Paling ya rasa penasaran, kenapa dia tau aku bersekolah di SD 1 Sungai Musi, “apakah dari mama yang cerita, tapi kapan ceritanya?” tanyaku dalam hati. “Sudahlah nanti saja aku tanya,” desahku sambil berpikir keras dan mengingat ingat, “lah emang dia sekolah dimana? ya mungkin saja dia satu sekolah denganku atau dia bersekolah di SD 2 nya ya? Kalau seluruh SD1 aku pasti kenal. ya mungkin di SD 2 kali.”
“Sudah mandi?” tiba tiba teriak mama membuyarkan lamunanku
“Sudah bu, lumayan agak segarlah. Kemaren 2 hari di rumah tidak berani sentuh air dan menggigil terus kedinginan,” Jawab Ibu si Makhluk cantik.
“Iya sama aja seperti Aan,” Jawab mama sambil mendekati Ibu si Makhluk Cantik.
“Tadi ngobrol sama ibu sebelah kamar, katanya kalau malam faviliun ini seram loh bu,” bisik mama yang memang tidak sengaja aku dengar.
“Haduuuuh mama, udah tau lagi kondisi kaya gini, ini malah cerita aneh aneh,” seruku dalam hati dan melotot sambil memperhatikan mama. Namun mama tampaknya sangat serius sekali.
“Mah....diluar aja dech mah, berisik akh, mau tidur Aan nih,” seru ku sambil berkeliat ke samping dan berusaha untuk tidak melihat mereka berdua. Padahal dalam hati “aku mau ngajak ngobrol nih cewek sebelah, hi hi hi,” Tidak lama aku mendengar suara pintu berderit tanda membukia lalu langkah mama dan ibu si makhluk cantik menjauh dari pintu. Aku pun dengan sigap langsung berbalik ke arah tempat tidur makhluk manis, namun.....
“yah, molor....sialan....” umpatku dalam hati dan aku pun kembali berbalik, “namun....sebentar dech jangan dulu, jarang sekali bertemu dengan moment seperti ini,” pikirku dan aku pun kembali berbalik menghadap ke arah tempat tidur makhluk cantik tersebut. “hm...cantik sekali hidung mancung, rambut panjang hitam mirip mama, bibirnya tipis, tubuhnya kurus ramping, memang cantik,” gumamku sambil memperhatikan mahkluk cantik yang ada diseberangku. Namun ada sesuatu yang mengusik perhatianku, yaitu perkataan mama barusan, maklum aku sangat penakut sekali jika yang berhubungan dengan masalah gaib hantu. “Apa iya ya, rumah sakit sebesar ini menyeramkan,” pikirku kembali. Aku pun berbalik untuk melihat mama dan ibu si mahkluk cantik yang sedang mengobrol di luar. Mereka tampak sangat akrab sekali, sesekali mama menunjuk nunjuk terkadang mereka tertawa bersama, terkadang mama serius mendengarkan ucapan si ibu, “dasar emak emak, paling juga ngegosip yang nggak nggak, udahlah gak mungkin dan gak akan lah. Masa orang ganteng kaya ku bisa takut, malu lah sama sebelah,” gumamku sambil tersenyum. Sambil menutup mata terbayang di wajahku mimik muka Muklis, Amir, Angel dan Sehat jika mereka tau aku sekamar dengan mahkluk cantik. Mereka akan protes dan bakal rebutan untuk menemaniku di rumah sakit dan bertambah juga sainganku untuk mendapatkan sicantik. Mereka berempat pada akhirnya menghiasi mimpi tidurku di sore ini.

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO