Thursday, December 31, 2020

CERITA PENDEK AAN KECIL "PEREMPUAN MALAM"



Haaaaa, mah...mah...itu ada suara apaan di luar," seruku ketakutan, berusaha membangunkan mamaku. Malam ini ku sesali untuk tidur terlalu malam, karena ke asyikkan menonton film tengah malam. Aku ingat...itu TVRI, satu-satunya program yang ada dan masuk ke daerah kami.

Suara seperti bayi menangis ditambah suara cekikin tertawa berasal dari luar dekat dengan jendela kamarku, bersahutan.... ditambah suara anjing tetangga meraung-raung dekat dengan pagar hidup rumahku.

"Ma, bangun...," bertambah panik diriku membangunkan mama dengan setengah berteriak.

Namun mama ku hanya membuka matanya," shhhhhhhtt," ucapnya sambil menempelkan jari telunjuk ke mulutnya menyuruhku diam.

Aku heran melihat begitu tenangnya mama dan hanya menepuk-nepuk bantalku sebagai isyarat untuk tidur kembali. Aku mengikuti isyarat tersebut dan hanya menikmati suara yang berasal dari luar kamar yang berangsur-angsur menjauh sampai lenyap sama sekali. Malam ini pilihanku tepat sekali, mengajak mama untuk tidur menemaniku.

"Untung ada mama," pikirku.

Esok harinya perihal suara tersebut akhirnya terbongkar, walaupun masih tidak percaya mendengar apa suara tersebut, namun hanya itu yang bisa aku percaya. Mendengarnya pun membuat diriku bergetar dan menambah pucat raut wajahku yang cukup imut-imut kalau menurut ibu-ibu di kampungku.
"Mungkin malam ini aku bakal tidur ditemani mama lagi," pikirku.

Berita tersebut aku dapatkan dari seorang ibu yang menjadi tetanggaku. Kebetulan ia lebih dahulu menanyakan kepadaku, apakah aku mendengar suara aneh tadi malam? Aku pun dengan cepat menceritakan kepadanya. Ia hanya tertawa senang melihatku ketakutan. Tertawanya ibu tetangga rumahku ini membuatku sewot, "orang serius cerita, ia malah tertawa," pikirku sambil menatap tetanggaku itu dengan sewot dan tatapan mencurigakan, "jangan-jangan ia yang punya ulah menakut-nakutiku," pikirku curiga.

Ia pun menghentikan tawanya dan menjawab serius hanya dengan satu jawaban
            “kuntilanak....!!!”

            Setiap ibu-ibu di kampungku termasuk para gadis-gadis dewasa sangat senang membuatku ketakutan...bukan hanya kaum perempuan di kampung ini tetapi kaum perempuan yang masih berstatus saudara ku pun sangat senang melihatku sewot ataupun ketakutan. Alasannya mereka senang melihat tampangku yang tiba-tiba pucat pasi tanpa darah, terdiam membisu dan mengkerutkan kening seperti berpikir, belum lagi tatapan mataku yang membelalak seperti tidak percaya menatap mereka yang membuatku sewot.

            Entahlah, menurutku biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh dan tetap tidak mengerti melihat tingkah orang-orang dewasa ini. Bahkan ada beberapa orang dewasa yang senang memegang daun telingaku setiap bertemu, katanya kenyal dan menggemaskan...

            "Sungguh aneh orang-orang dewasa," pikirku melihat kelakuan mereka. Terkadang aku risih, ringkuh tetapi karena pendidikan orang tuaku yang mengharuskan aku menghormati orang yang lebih tua, ya mau tidak mau hanya pasrah.

            Memang aku akui bahwa tampangku cukup menggemaskan, dengan tubuh yang berkulit putih, muka tidak ancur-ancur banget tapi menurut para fans aku seperti Andy Lau...huekkkk..., dengan rambut hitam ikal dan hidung mancung. Kelebihanku hanyalah mempunyai jidat licin dan luas seperti lapangan sepak bola dan telinga caplang seperti para Profesor-profesor pintar di televisi. Mungkin suatu saat aku akan seperti mereka barangkali...

            Sebagian besar diriku merupakan duplikat dari mama yang berasal dari Palembang. Dari ayahku yang kuwariskan hanyalah sepasang mata yang sipit sipit belo'...Mama...ya mungkin ketika melihatnya kalian bisa menebak bahwa asal mama mungkin ada keturunan Etnis China. Menurut cerita kebanyakan dari suku asli beliau berasal dari keturunan para perampok selat malaka, yang dulu menguasai reruntuhan kerajaan Sriwijaya, sikapnya pun kasar seperti orang-orang asli lainnya.

            Yah...aku akui sekeliling kampungku juga pergaulannya kasar dan berbahaya. Tidak aneh kalau melihat sesama saudara berkelahi dan berlari kejar-kejaran dengan membawa parang. Setiap hari berita pertikaian berdarah antar sesama teman, bersenggolan atau bertatapan kasar pun bisa jadi masalah besar, apalagi kalau menabrak ayam yang lagi parkir di tengah jalan, bisa-bisa di tukar dengan nyawa.

            Ditengah tengah suasana seperti itulah aku dibesarkan. Dengan memegang nama panggilan Aan, simple keren dan tidak bertele tele kata mama. Namun sifatku ternyata penakut, cemen, ayam sayur. Aku hanya beraninya berantem dengan sesama lelaki, tetapi sangat takut dengan gelap. Apalagi jika malam telah tiba dan kegelapan menyelimuti jalan-jalan di kampungku, aku pun menjadi ciut.

            Kampungku sebenarnya tidak banyak penghuninya. Rumahnya pun jarang-jarang dan masih banyak di tumbuhi pepohonan dan kebun kepunyaan masyarakat sekitar. Selain itu di depan rumahku terdapat Lapangan bola voli yang sudah berganti fungsi menjadi lapangan bola kaki milik anak-anak kampung ini yang jumlahnya cuma segelintir. Karena jaraknya antara rumah yang satu dan rumah yang lain jarang-jarang, makanya masih ada tanah sekitar jalan yang tidak di terangi lampu jalan. Di tambah dengan jarang penghuni, sehingga ketika malam tiba tidak ada seorang pun yang berada di jalan atau nongkrong di luar. Sialnya...ada saja tugas yang di berikan mama ketika malam menjelang, seperti malam ini.

            "Aan, beli mie goreng, gula dan kopi ya di warung bi unah," suruh mamaku ketika selepas salat magrib. Tidak menunggu waktu lama, aku pun sudah kembali dengan muka merah dan ngos-ngosan karena capek berlari. Jarak antara rumah dan warung bi unah lumayan jauh sekitar 100 m, berarti pulang pergi aku sudah menempuh jarak 200 m...gimana gak ngos-ngos-an!!!. Itu alasan mama ku menyuruhku berbelanja di malam hari, karena ia yakin aku pasti akan cepat kembali dan tidak akan menyimpang kemana-mana. Mamaku tau mengenai kelemahan anak sulungnya, tapi tetap di biarkan saja. Menurutnya masih terlalu kecil dan belum pantas melihat dunia di luarnya
.
            "Hm....ada benarnya juga, karena sekarang aku sudah besar dan bisa melihat dunia luar...sehingga malah lupa pulang dan kelayapan hingga pagi tiba,"

            Ketakutanku yang lain adalah dengan yang namanya makhluk cantik yang tidak pernah aku mengerti sampai sekarang. "Duuuuh...gak tau dech, apa perasaaaku jika bertemu perempuan cantik, tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata dan tulisan...hm...kaya gitu dech...deg-degan...senyam senyum...keluar air liur...menelan lidah sendiri hingga tersedak, mata berbinar-binar, pikiran mengangkasa seperti berada di surga dengan di iringi oleh musik indah yang di petik oleh cupid yang mengitari kepalaku. Aku...hanya bisa memandang dan tidak punya keberanian sedikitpun untuk berkenalan ataupun berbicara sepatah kata pun...diam...membisu dan hanya bisa mengagumi...kasihan...cemen amat.

            Pernah kejadian suatu waktu sehabis hari raya. Aku melihat teman-teman perempuanku satu kelas di sekolah dasar, memasuki pekarangan rumahku. Aku pun pucat pasi, tidak tau harus bagaimana...tanpa pikir panjang aku pun keluar dari pintu belakang rumah dan memanjat pagar tembok belakang rumah lalu bermain bersama teman-temanku. Mama ku hanya berdiri mematung dan hanya melihat kelakuan anaknya yang aneh. Baru ketika pintu depan di ketuk dan di buka, baru mama mengetahui bahwa aku kabur karena akan kedatangan teman-temanku perempuan satu sekolah. Jujur sih, sebenarnya di sekolah juga aku tidak pernah akrab dengan kaum perempuan. Hanya bertegur sapa saja dan biasanya teman perempuan ku yang duluan menyapa baru aku membalas...

            Alhasil, aku pun di ceramahi panjang lebar oleh ayah dan mamaku. Tapi ya...harus bagaimana lagi...belum ada keberanian untuk berkenalan dengan makhluk aneh yang bernama perempuan. Padahal adik ku perempuan, memang tidak pernah akur, tidak pernah aku mengerti maunya apa?, super bawel, banyak maunya, cengeng dan manja.

            Malam menjelang tiba. Muncul sudah kekhawatiran ku dari tadi pagi. Akan tiba saatnya si perempuan halus yang akan menyusahkan malam malamku kembali.

            “hadeuuuh..hadeuuuh..memang yang namanya perempuan kok selalu menyusahkan. “ pikirku sambil termenung.

            “aku harus membujuk mama agar nanti malam kembali menemaniku tidur,“ pikirku kembali sambil melihat mama yang sedang mengaji setelah melakukan ritual salat Magrib.

            Setelah melihat mama yang sedang menutup Alquran dan akan beranjak dari tempat salat. Aku pun dengan sigap sudah berada disamping mama.

“Ma, hm....emang waktu kecil mama gak pernah takut kalau malam tiba?” tanyaku sambil mendongak melihat mama yang terkejut aku sudah ada disampingnya.

“hmmm. Gak tuh, khan waktu itu mama punya Mama Nawar (Mama adalah panggilan untuk Laki laki yang dituakan, biasanya merupakan panggilan untuk para cucu ke orang yang lebih tua dari saudara bapak atau ibu), Wa Asmah (Wa adalah panggilan untuk saudara perempuan yang yang dituakan, biasanya merupakan panggilan untuk para cucu ke orang yang lebih tua dari saudara bapak atau ibu) dan mama nurdin.” Jawab mama sambil tersenyum.

“loh tidurnya barengan,” jawabku bersemangat.

Iya, memang kenapa.” Jawab mama sambil menatap wajahku untuk menebak arah pembicaraanku.

“Nyai sama Abah tidur bareng juga,” selidikku sambil berusaha untuk tidak menatap mama.

“Nggak sih, nyai sama Abah tidur dikamar nya sendiri.”Jawab Mama sambil meletakkan Alquran dan alat salat di atas meja kamar mama. Lalu mengacuhkan ku yang sepertinya mama berpikir bahwa Aku hanya berbasa basi memberikan pertanyaan anak anak yang hanya ingin tahu.

“Mama gak merasa ketakutan tidur dengan mama dan wa? Mereka khan masih kecil. Kalau ada apa apa di tengah malam gimana?” Tanyaku.

“ya, Alhamdulillah tidak ada apa apa kok, buktinya mama masih ada disini,” jawab mamaku acuh tak acuh.

“Maksud aan, kalau tiba tiba ada hantu muncul di kamar gimana mah?” Tanyaku sambil melotot ke arah mama, ada kekakuan di lidah dan perasaanku yang tidak menentu. Ada gelombang takut yang tiba tiba muncul seakan akan tidak mau melewati malam ini.

Mama pun tersenyum dan mengerti arah pembicaraanku. ia pun berjongkok di depanku lalu menatap wajahku dan berkata pelan namun mantap.

“Hantu itu sebenarnya hanya setan atau iblis yang ingin menggoda manusia An. Mereka juga sebenarnya takut kepada manusia, apalagi manusia nya berani. Tapi.....jika aan takut, mereka dengan sukarela akan terus menggoda bahkan muncul di depan manusia tersebut. Jadi....aan harus jadi anak berani ya sayang...berani dong....udah sekolah dan harus bisa jadi contoh Rika dan Deni.” Jelas mama sambil terus menatap ku seolah olah sedang mencoba menebak apakah aku akan menerima perkataan mama atau hanya lewat saja di telingaku.

Aku pun hanya mengangguk pelan dan berusaha untuk mematri hati ku untuk berani, namun ada pertanyaan yang masih ingin aku berikan ke mama.

“tapi kenapa mama waktu kecil tidurnya bisa sama mama dan wa, ma?” tanyaku pelan dan malu malu karena pertanyaanku merupakan pertanyaan yang merupakan kebalikan dari apa yang barusan mama jelaskan kepadaku untuk berani sendiri.

“Ya iyalah, waktu mama kecil ya rumah mama kecil dan tidak sebesar sekarang yang di tempati oleh nyai,” sahut mama tertawa sambil berlalu ke arah dapur.

            Aku pun termangu dan termenung sendiri di depan kamar mama. “Apakah aku bisa berani melewati malam ini, tapi kata mama jika aku takut para hantu akan semakin berani menampakkan diri,” aku pun bergidik jika membayangkan hal tersebut terjadi padaku. Namun ada yang menyeruak dalam hatiku. Perasaan ingin membuktikan bahwa aku berani dan bisa melalui malam ini. Akhirnya tekad ku pun bulat, aku akan mengajak Deni untuk menemani ku tidur malam ini,” ha ha ha ha, masih juga takut ya An,” pikirku.

            Hasilnya aku pun tidak sukses membujuk adikku untuk tidur dikamarku. Ternyata deni sudah mendengar kisah tadi malam juga dari ibu tetangga rumahku, lalu memutuskan untuk tidur dikamar mama. Akhirnya kembali radio butut kepunyaan papaku yang menemani dan mengiringiku tidur. Aku pun dengan sengaja mendengarkan suatu frekuensi radio seperti kebiasaanku. Kebiasaanku ini di mulai setelah aku mendapatkan ijin untuk membawa masuk radio tape recorder kepunyaan papa masuk kedalam kamarku. Hanya itu yang mampu menemaniku belajar, tidur dan beraktifitas di dalam kamarku ini.

            Denah kamarku terletak paling depan dan bersebelahan dengan ruang tamu. Jarak dari pagar hidup yang membatasi jalan umum dengan halaman rumah depan dari kamarku hanya sekitar 5 meter. Jadi tidak heran segala hal hal yang terjadi didepan rumahku dapat terdengar jelas dari kamarku. Sebelah kanan dari kamarku adalah halaman samping yang berjarak 4 meter dari kali yang di kelilingi oleh pagar hidup yang sengaja di tanam oleh papa. Papa merupakan seorang yang sangat mencintai tanaman dan tanah. Pintar untuk menanam apapun dan sudah pasti tumbuh dengan baik. Jadi tidak heran ada beberapa tumbuhan yang di tanam oleh papa tumbuh dan berkembang dengan baik dan menghasilkan buah buahan yang dapat kami nikmati sekeluarga, seperti Jambu air, Jambu bangkok biji, jeruk Nipis, Rambutan, bahkan pohon pisang.

            Seperti malam ini juga, aku pun sudah standbye di depan meja belajarku. Mencoba untuk mengusir rasa takut yang sebentar lagi akan memuncak bersamaan dengan jarum jam yang semakin mengarah ke atas. Jam 9 malam, akhirnya ku putuskan untuk beranjak ke atas tempat tidur dan meninggalkan tas yang berisi buku yang sudah ku persiapkan untuk besok diatas meja belajar. Aku pun mengecilkan volume radio dan membawa komik kesukaan ku yang sudah berkali kali aku baca. Kebiasaanku membaca hanya merupakan pemancing lelah di mata supaya aku pun lekas tidur. Namun bukannya tidur, pikiranku mengembara kemana mana. Telingaku dengan tajam menembus keluar mendengarkan beberapa gerakan gesekan dedahan pohon rambutan yang berada dekat dengan kamarku. Dengkingan kodok yang bernyanyi riang bersahut sahutan di kali sebelah rumahku. Siuran angin yang menggoyangkan beberapa daun daun dan mulai bergoyang turun ke tanah lepas dari dahannya. Beberapa jangkrik yang berteriak monoton bersahut sahutan tidak mau kalah dari kodok yang tingal bersebelahan dengan mereka di rerimbunan pagar hidup yang mengelilingi kali.

            Walaupun radio mendengarkan beberapa lagu pilihan yang tengah hit dan mengalun pelan mengisi kamarku, namun tidak menghalangi telingaku mendengarkan apa yang terjadi di luar. Derikan pelan sepeda yang di kayuh dan ban yang bergulir pelan melewati kubangan becek di depan rumahku pun terdengar.

“ Pak Eman baru pulang dari kerja.” Pikirku sambil membayangkan wajah ramah pak Eman. Pak eman merupakan orang tuanya Indra yang merupakan teman sepermainan denganku di kampung ini.

            Tidak beberapa lama aku pun mendengar langkah langkah binatang yang berlarian entah ada beberapa ekor serta dengusan napas anjing yang sedang berpacu berlari, entang anjing siapa. Di sekitar rumahku memang ada beberapa keluarga yang masih memelihara Anjing dan sering dilepas keluar jika malam tiba. Aku pun menebak nebak anjing siapa yang baru lewat di depan rumahku ini. Beberapa nama keluarga lewat di kepalaku, walaupun mata ku tetap terpejam dan memikirkan keluarga siapa saja yang sering melepas anjingnya berkeliaran di malam hari. Tidak beberapa lama terdengar beberapa kucing mengeong di depan kamarku. Sepertinya kali ini ada 2 ekor kucing yang sedang bercengkrama. “ mungkin kucing mau kawin kali.” Seruku dalam hati sambil tersenyum dalam diam dan masih dalam posisi mata terpejam.

            Entahlah sudah beberapa jam pikiran dan telingaku mengembara menyelusuri detik demi detik, menit demi menit bahkan jam demi jam. Menyelusuri titik demi titik, langkah demi langkah, suara demi suara. Entahlah hanya angin, kabut yang bisa menyaksikan apa yang terjadi di luar kamar. Namun seperti biasa aku pun masih terjaga seperti terjaganya beberapa ekor kodok dan jangkrik yang menemaniku malam ini. Ada perasaan nyaman ketika mendengarkan mereka masih ada menemaniku malam ini. Ditambah deburan air kali yang menandakan ada beberapa ikan yang mencoba masih terjaga mencari makan dalam kepekatan malam ini.

            Tidak ada sang perempuan malam seperti malam kemarin, namun aku mencoba untuk tidak berpikir ke arah sana. Aku hanya seorang anak kecil yang pasrah atas apa yang akan terjadi di kamar ini. Aku hanya lah seorang anak kecil yang mencoba untuk mencari jati diri dan pengalaman untuk aku alami dan jadikan pelajaran kedepan demi langkahku kemudian. Kata kata mama sore tadi masih membekas di ingatanku. Aku pun tersenyum dan menyapu pipiku kearah bantal empukku. Kucoba untuk mendengarkan lagu beberapa teman temanku sang pengisi malam di luar. Kucoba satukan dengan lagu lagu yang mengalun pelan keluar dari radio bututku yang mengisi relung relung kamarku. Aku bersyukur bahwa malam ini aku di temani oleh sang pengisi malam yang selama ini aku tidak pernah sadari bahwa mereka ada karena mereka memang ada untuk menemaniku. Berharap bahwa mereka terus bersuara karena jika mereka tidak bersuara sudah pasti ada sesuatu yang akan terjadi. Namun ingatan kecilku terus berusaha mengusir segala sesuatu yang membuatku khawatir malam ini.


            Akhirnya aku pun tidak ingat apa yang terjadi, yang pasti aku pun telah menyatu dengan alam bawah sadar kecilku. Terbuai dengan alunan sang pengisi malam. Tidak tahu dan tidak sadar bahwa sang pengisi malam tidak beberapa lama tengah terdiam karena yang di nanti sedang bergentayangan mencari sasaran yang tengah dituju.  Yang pasti besok malam aku akan mendengar dari tetangga sebelah rumah bahwa si perempuan malam telah hadir disamping rumahku menunggu sesuatu yang ada di perut mamaku. Ya calon adikku tengah tidur bersemayam didalam perut mama dan tengah diincar oleh si perempuan malam, ya... perempuan malam atau si kuntilanak...  

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO