Wednesday, January 6, 2021

CERITA PENDEK AAN KECIL “KUCING KEPALA HITAM DAN INSPEKTUR VIJAI”



            “Mah,ikan pindangnya kemana?” teriak Denni dari dapur membahana.
Mama pun datang tergopoh gopoh menghampiri denni yang tengah memegang piring yang berisi nasi.

            “tutupnya kebuka ngak den? Tanya mama nampak khawatir dan ketika melihat posisi piring dan meja tempat makan, mama hanya tersenyum.

            “ya sudah den, ambil di dalam panci dapur saja. Ada kucing kepala hitam nih yang ambil pindangnya,” seru mama tersenyum dan geleng geleng kepala, sambil mengambil piring lauk Pindang ikan. Mama dan deni pun segera beranjak ke dapur.

            Sekeluarga sudah mengetahui siapa yang disebut kucing kepala hitam. Gelar hebat yang di berikan oleh mama, seperti gelar pada orang suku indian yang di berikan oleh ketua suku atas keberaniannya. Gelarku adalah "kucing kepala hitam.

            "Hebat bukan?... Gelar itu aku dapatkan karena setiap mama memasak pindang ikan patin, pepes ikan, dan sop ayam, pasti ikan atau ayamnya suka hilang...Hi...hi...hi, Walaupun begitu mama tidak pernah marah ataupun protes, ia mengakui bahwa anak seusiaku masih butuh pertumbuhan. Mama hanya mensiasati dengan memisahkan gulai tersebut ke dalam mangkok piring untuk makan siang dan makan malam kami sekeluarga. Sisanya pasti aku gado bersama panci-pancinya...

            Wajarlah kalau aku memang doyan makan, karena memang lebih suka makan di rumah dari pada jajan. Jarang sekali aku jajan di luar rumah, hanya kalau lagi ingin baru jajan. Mama selalu memasak masakan yang enak, baik sayur mayur atau daging-dagingan. Bukan hanya makanan pokok yang bisa mama olah, mama juga jago membikinkan penganan untuk sore hari atau waktu santai seperti membikin pempek sagu, pisang goreng ataupun membikin makanan khas palembang lainnya seperti tekwan, model bahkan bakso. Hm...tidak pernah merasa kelaparan kalau sudah di rumah. Namun yang menjadi bahan pertanyaan kami sekeluarga adalah, badan ku tidak pernah gemuk. Terus menyandang predikat sebutan si kurus cungkring...sepertinya doyan makanku terkuras habis karena aktifitasku yang tidak pernah diam barangkali.

            Mama ku memang hanya manusia biasa. Masih sering ada khilaf dan marahnya ke anak-anak, sering marah kalau aku sering mengusik adik perempuanku sampai menangis. Ataupun merecoki perkerjaan mama yang sedang berberes rumah bahkan mengotori dan memberantakkan kembali barang-barang mainan ketika sudah di bereskan mama.

            Pernah suatu ketika setelah makan malam. Mama sedang membereskan meja makan, sedangkan aku sedang bermain-main dengan sendok dan piring sehingga membuat berantakan kembali keadaan meja makan. Mungkin karena kesalnya mama yang sedari tadi tidak ku gubris peringatannya, akhirnya sendok pun melayang ke arah jidat lapangan terbang ku tepat diantara alis kanan dan kiriku. Sampai sekarang bekasnya pun terlihat sebagai peringatan untuk diriku agar tidak mengusik mama ku yang sedang berkerja. Kalaupun aku berkaca, terlihat merah dengan kulit terbuka menganga di tengah jidatku antara dua alis. Persis seperti orang-orang india yang sudah di berkati oleh ibunya.

            Karena hal tersebut aku pun mempunyai julukan baru diantara teman-temanku yaitu inspektur vijai. Jika dirumah aku dijuluki kucing kepala hitam kalau di antara teman temanku aku pun disebut inspektur Vijai.

            “An,” seru mama suatu sore ketika sedang memperhatikan ku bermain dengan adik adikku di halaman depan rumah.

            “Mama masukkan ke extrakurikuler Pramuka ya, biar mandiri.” Lanjut mama.Aku tidak menggubris perkataan mama. Menurut ku aku mau masuk pramuka ataupun tidak tetap sama saja. Jika ada kata kata bermain aku pun pasti mengikuti kemauan mama.

            “heh...kucing..dengar kata mama nggak!!!” seru mama sambil melotot namun tidak lama pun tersenyum kembali ketika melihatku melotot kembali ke arah mama
.
            “udah sipit kok melotot, masih sama aja sipit,” seru mama sambil tertawa. “Ye mama juga sipit kok gak ngerasa, dasar aneh,” pikirku sambil mengangguk setuju.

            Akhirnya si kucing kepala hitam alias Inspektur vijai pun sekarang memasuki dunia kepramukaan. Kebetulan pada saat itu pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan sekolahku setiap hari minggu. Aku pun di daftarkan oleh mama kepada guru di sekolahku dengan harapan agar aku bisa menyalurkan aktifitasku kepada kegiatan positif.

            Setelah mendaftar, aku mendapatkan giliran untuk menerima pakaian seragam pramuka, emblem, tali temali, buku saku, sepatu bahkan kaos kaki yang berwarna hitam. Aku pun sebenarnya sangat senang sekali dan menyokong kemauan mama, wajar juga karean pada saat itu pramuka sedang trend di kalangan anak sekolah. Aku pikir pasti hebat dan gagah dengan memakai pakaian pramuka. Sering ku lihat kakak kelasku yang bergabung dalam pramuka memakai baret topi pramuka. Kegiatannya pun sangat aku sukai, berkemah, menjelajah, bermain air, tali temali, semapure, sandi morse, baris berbaris.

            "wah...pokoknya oke dech,...karena cita-citaku juga akan menjadi Tentara," teriakku kepada mama. Tidak heran memang kecintaanku terhadap tentara. Semenjak kecil aku sangat suka film perang, bahkan pakaian-pakaianku pun berbau tentara. Ketika ada carnaval di taman kanak kanak, aku di belikan pakaian perwira Angkatan Udara, lengkap dengan topi dan pangkat. Sangat gagah sekali aku waktu itu, tidak ingat sama sekali kalau sewaktu masuk taman kanak-kanak aku sangat cengeng dan selalu di temani mama di dalam kelas selama satu minggu. He he he...

              Tiba saatnya hari pertamaku di pramuka...

      Minggu pagi aku pun sudah siap memakai pakaian pramuka. Cuma kendalanya satu, tali peluit tidak bisa ku pasang karena tidak ada saku di baju yang aku pakai. Sudahlah nanti bisa aku minta ajarkan ke guruku untuk memasangnya. Seingatku setiap pramuka laki-laki harus memakai tali peluit di lengan bajunya, tetapi ini aneh kenapa tali peluitnya tidak bisa di pasang. Sebenarnya udah ada firasat bahwa ada yang janggal dengan pakaian yang aku pakai, tetapi menurut mama dan papa aku sudah cukup ganteng dan hebat semuanya benar di tempatnya. Tali temali sudah ku gantungkan di pinggang, pisau pun juga. Baret topi pramuka ku pun terpasang gagah di kepalaku.

            "wah, sudah ganteng sekali aku hari ini," pikirku sambil melihat ke arah cermin.

            Tiba di sekolah ku dengan di antar oleh ayahku dengan perasaan percaya diri yang sempurna. Namun baru saja ingin memamerkan kegagahanku, aku pun langsung ciut, malu, semua campur jadi satu....teman-temanku pun mentertawakan pakaian yang aku pakai.

         “Ternyata aku memakai baju punya perempuan..."Oh...malunya...mau di taruh di mana muka ku ini, pantas saja tidak ada saku bajunya...aku pun menyalahkan mama, karena ia lah yang memilihkanku baju tersebut dan tidak di cek terlebih dahulu.

            Alhasil inspektur vijai hari itu memakai baju perempuan dalam baris berbaris. Kutabahkan satu hari itu menghadapi cemoohan dan tertawaan semua teman-temanku. Namun memang tidak bisa di salahkan mama juga, kami sekeluarga belum pernah tahu bagaimana seragam pramuka, termasuk ayahku.

            Akhirnya atas insiden ini, ku putuskan dengan bulat tidak akan bergabung lagi dengan Pramuka sampai sekolah dasar ku lulus dengan sukses. Keputusan ini di maklumi oleh mama dan ayahku, karena harga diri seorang inspektur vijay yang jatuh gara-gara pakaian Pramuka perempuan...aihhhhhh...malunya.

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO