Mama pun datang tergopoh gopoh
menghampiri denni yang tengah memegang piring yang berisi nasi.
“tutupnya
kebuka ngak den? Tanya mama nampak khawatir dan ketika melihat posisi piring
dan meja tempat makan, mama hanya tersenyum.
“ya
sudah den, ambil di dalam panci dapur saja. Ada kucing kepala hitam nih yang
ambil pindangnya,” seru mama tersenyum dan geleng geleng kepala, sambil
mengambil piring lauk Pindang ikan. Mama dan deni pun segera beranjak ke dapur.
Sekeluarga
sudah mengetahui siapa yang disebut kucing kepala hitam. Gelar hebat yang di
berikan oleh mama, seperti gelar pada orang suku indian yang di berikan oleh
ketua suku atas keberaniannya. Gelarku adalah "kucing kepala hitam.
"Hebat
bukan?... Gelar itu aku dapatkan karena setiap mama memasak pindang ikan patin,
pepes ikan, dan sop ayam, pasti ikan atau ayamnya suka hilang...Hi...hi...hi,
Walaupun begitu mama tidak pernah marah ataupun protes, ia mengakui bahwa anak
seusiaku masih butuh pertumbuhan. Mama hanya mensiasati dengan memisahkan gulai
tersebut ke dalam mangkok piring untuk makan siang dan makan malam kami
sekeluarga. Sisanya pasti aku gado bersama panci-pancinya...
Wajarlah
kalau aku memang doyan makan, karena memang lebih suka makan di rumah dari pada
jajan. Jarang sekali aku jajan di luar rumah, hanya kalau lagi ingin baru
jajan. Mama selalu memasak masakan yang enak, baik sayur mayur atau
daging-dagingan. Bukan hanya makanan pokok yang bisa mama olah, mama juga jago
membikinkan penganan untuk sore hari atau waktu santai seperti membikin pempek
sagu, pisang goreng ataupun membikin makanan khas palembang lainnya seperti
tekwan, model bahkan bakso. Hm...tidak pernah merasa kelaparan kalau sudah di
rumah. Namun yang menjadi bahan pertanyaan kami sekeluarga adalah, badan ku
tidak pernah gemuk. Terus menyandang predikat sebutan si kurus
cungkring...sepertinya doyan makanku terkuras habis karena aktifitasku yang
tidak pernah diam barangkali.
Mama
ku memang hanya manusia biasa. Masih sering ada khilaf dan marahnya ke
anak-anak, sering marah kalau aku sering mengusik adik perempuanku sampai
menangis. Ataupun merecoki perkerjaan mama yang sedang berberes rumah bahkan
mengotori dan memberantakkan kembali barang-barang mainan ketika sudah di
bereskan mama.
Pernah
suatu ketika setelah makan malam. Mama sedang membereskan meja makan, sedangkan
aku sedang bermain-main dengan sendok dan piring sehingga membuat berantakan
kembali keadaan meja makan. Mungkin karena kesalnya mama yang sedari tadi tidak
ku gubris peringatannya, akhirnya sendok pun melayang ke arah jidat lapangan
terbang ku tepat diantara alis kanan dan kiriku. Sampai sekarang bekasnya pun
terlihat sebagai peringatan untuk diriku agar tidak mengusik mama ku yang
sedang berkerja. Kalaupun aku berkaca, terlihat merah dengan kulit terbuka
menganga di tengah jidatku antara dua alis. Persis seperti orang-orang india
yang sudah di berkati oleh ibunya.
Karena
hal tersebut aku pun mempunyai julukan baru diantara teman-temanku yaitu
inspektur vijai. Jika dirumah aku dijuluki kucing kepala hitam kalau di antara
teman temanku aku pun disebut inspektur Vijai.
“An,”
seru mama suatu sore ketika sedang memperhatikan ku bermain dengan adik adikku
di halaman depan rumah.
“Mama
masukkan ke extrakurikuler Pramuka ya, biar mandiri.” Lanjut mama.Aku tidak
menggubris perkataan mama. Menurut ku aku mau masuk pramuka ataupun tidak tetap
sama saja. Jika ada kata kata bermain aku pun pasti mengikuti kemauan mama.
“heh...kucing..dengar
kata mama nggak!!!” seru mama sambil melotot namun tidak lama pun tersenyum
kembali ketika melihatku melotot kembali ke arah mama
.
“udah
sipit kok melotot, masih sama aja sipit,” seru mama sambil tertawa. “Ye mama
juga sipit kok gak ngerasa, dasar aneh,” pikirku sambil mengangguk setuju.
Akhirnya
si kucing kepala hitam alias Inspektur vijai pun sekarang memasuki dunia
kepramukaan. Kebetulan pada saat itu pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler
yang diadakan sekolahku setiap hari minggu. Aku pun di daftarkan oleh mama
kepada guru di sekolahku dengan harapan agar aku bisa menyalurkan aktifitasku
kepada kegiatan positif.
Setelah
mendaftar, aku mendapatkan giliran untuk menerima pakaian seragam pramuka,
emblem, tali temali, buku saku, sepatu bahkan kaos kaki yang berwarna hitam.
Aku pun sebenarnya sangat senang sekali dan menyokong kemauan mama, wajar juga
karean pada saat itu pramuka sedang trend di kalangan anak sekolah. Aku pikir
pasti hebat dan gagah dengan memakai pakaian pramuka. Sering ku lihat kakak
kelasku yang bergabung dalam pramuka memakai baret topi pramuka. Kegiatannya
pun sangat aku sukai, berkemah, menjelajah, bermain air, tali temali, semapure,
sandi morse, baris berbaris.
"wah...pokoknya
oke dech,...karena cita-citaku juga akan menjadi Tentara," teriakku kepada
mama. Tidak heran memang kecintaanku terhadap tentara. Semenjak kecil aku
sangat suka film perang, bahkan pakaian-pakaianku pun berbau tentara. Ketika
ada carnaval di taman kanak kanak, aku di belikan pakaian perwira Angkatan
Udara, lengkap dengan topi dan pangkat. Sangat gagah sekali aku waktu itu,
tidak ingat sama sekali kalau sewaktu masuk taman kanak-kanak aku sangat
cengeng dan selalu di temani mama di dalam kelas selama satu minggu. He he
he...
Tiba
saatnya hari pertamaku di pramuka...
Minggu
pagi aku pun sudah siap memakai pakaian pramuka. Cuma kendalanya satu, tali
peluit tidak bisa ku pasang karena tidak ada saku di baju yang aku pakai.
Sudahlah nanti bisa aku minta ajarkan ke guruku untuk memasangnya. Seingatku
setiap pramuka laki-laki harus memakai tali peluit di lengan bajunya, tetapi
ini aneh kenapa tali peluitnya tidak bisa di pasang. Sebenarnya udah ada firasat
bahwa ada yang janggal dengan pakaian yang aku pakai, tetapi menurut mama dan
papa aku sudah cukup ganteng dan hebat semuanya benar di tempatnya. Tali temali
sudah ku gantungkan di pinggang, pisau pun juga. Baret topi pramuka ku pun
terpasang gagah di kepalaku.
"wah,
sudah ganteng sekali aku hari ini," pikirku sambil melihat ke arah cermin.
Tiba
di sekolah ku dengan di antar oleh ayahku dengan perasaan percaya diri yang
sempurna. Namun baru saja ingin memamerkan kegagahanku, aku pun langsung ciut,
malu, semua campur jadi satu....teman-temanku pun mentertawakan pakaian yang
aku pakai.
“Ternyata aku memakai baju punya
perempuan..."Oh...malunya...mau di taruh di mana muka ku ini, pantas saja
tidak ada saku bajunya...aku pun menyalahkan mama, karena ia lah yang
memilihkanku baju tersebut dan tidak di cek terlebih dahulu.
Alhasil
inspektur vijai hari itu memakai baju perempuan dalam baris berbaris.
Kutabahkan satu hari itu menghadapi cemoohan dan tertawaan semua teman-temanku.
Namun memang tidak bisa di salahkan mama juga, kami sekeluarga belum pernah
tahu bagaimana seragam pramuka, termasuk ayahku.
No comments:
Post a Comment