Seperti halnya orang yang sudah bersunat, aku sudah
disarankan oleh mama untuk memakai celana dalam. Menurutku risih dan tidak nyaman sepertinya ada sesuatu yang membatasi
burungku untuk lepas, akhirnya dengan bandel pun aku tidak mengikuti saran mama. Ke sekolah, bermain,
pergi ke manapun aku tidak pernah memakai celana dalam. Hal itu pun berlangsung
satu tahun lamanya setelah ku bersunat.
Sehingga pada akhirnya tibalah class meeting sekolah ku pada kenaikan
kelas 5. Aku mewakili kelasku dalam acara sepak bola, yang dengan seru bertanding
habis-habisan dengan kelas 4b. Akhirnya team kami sukses di tekuk kalah.
Selepas pertandingan sambil melepas lelah dan melihat kelas lain bertanding,
aku dan teman-temanku berteduh di bawah pohon kina pinggir lapangan mencoba untuk
menghindari dari sengatan sinas panas matahari di siang hari ini. Dengan
asyiknya aku dan teman teman ku duduk di bawah pohon tersebut sambil seru
bercerita tentang pertandingan kami sebelumnya. Tanpa di sadari bahwa kehadiran
kami menggangu suatu ekosistem yang tidak kami sadari sebelumnya di karenakan
ingin melepas penat dari lelahnya sehabis bertanding.
Entahlah, Mungkin ingin bertegur sapa atau mungkin karena
aneh melihat bentuk burungku atau mungkin karena gemas melihat imut-imutnya
burungku, seekor semut masuk melalui celah celanaku di saat kebetulan burungku
sedang mengintip. Tidak ku sadari ada semut yang nakal masuk ke celanaku, namun
baru sadar ketika ada sakit yang mengigit panas di sekitar samping kepala
burungku.
"Arrrrrrgh," seruku sambil mengibaskan tanganku ke
celana. Dengan cueknya aku membuka celana dan membuang semut nakal yang
mengigitku.
"Ha...ha...ha...makanya pakai celana dalam dong an." Seru kusmiran tertawa lepas di sambut tertawanya teman-temanku yang lain dalam satu team. Aku melihat kondisi burungku, ternyata di samping kepala burungku pun terlihat benjolan merah yang sangat perih. Perih sekali membuat air mataku keluar menahan sakit. Bersama teman-temanku satu team aku menemui guru bp (bimbingan dan penyuluhan) untuk di kasih obat. Namun karena kurangnya stock obat-obatan aku pun hanya di kasih obat merah,
"Ha...ha...ha...makanya pakai celana dalam dong an." Seru kusmiran tertawa lepas di sambut tertawanya teman-temanku yang lain dalam satu team. Aku melihat kondisi burungku, ternyata di samping kepala burungku pun terlihat benjolan merah yang sangat perih. Perih sekali membuat air mataku keluar menahan sakit. Bersama teman-temanku satu team aku menemui guru bp (bimbingan dan penyuluhan) untuk di kasih obat. Namun karena kurangnya stock obat-obatan aku pun hanya di kasih obat merah,
"Aduuuuh...aduuuuh...bapak, kok di kasih obat
merah...itu khan obat luka." Seru ku me-protes perlakuannya terhadap
burungku.
"Shhhht, jangan berisik. Ini juga luka namanya, mau gak
mau di kasih obat merah. Khan antibiotik..."Seru guru bp ngeles kaya speed
boat di sungai musi.
Lumayan adem juga menurutku, berdasar petunjuk guru bp aku di
suruh untuk ijin pulang dan menemui guru wali kelasku bu sri Mulyati. Aku pun
menemui beliau, seperti biasa dia selalu sebal jika melihatku. Karena
kelakuanku yang sering nakal mengganggu teman yang lain.
"Ada apa an," serunya agak ketus. Aku akui walaupun
ibu sri ketus, galak, tapi pada dasarnya guru ini baik. Mau menolong dan mau
mengajar dengan sabar kalau kita tidak bisa mencerna pelajaran. Tidak pilah
pilih anak murid, semuanya rata di hadapannya.
"Bu, aku di suruh guru bp untuk minta ijin pulang.
Burung ku sakit bu," ujarku sambil tertunduk berusaha untuk menghindari
tatapan tajam sang guru.
"Loh, apa hubungannya dengan kamu? Burung mu khan yang
sakit kenapa kamu yang minta ijin? Tanya bu guru dengan nada yang agak tinggi.
Sepertinya miss komunikasi nih (kalau kata-kata orang sekarang istilah
kerennya).
"Maaf bu, maksud aku burung ku yang ini," jelasku
sambil menunjuk ke arah celana pendekku.
"Kalau itu mu yang sakit, kok kamu sepertinya
santai-santai saja. Ibu tidak percaya...mana guru bp nya?," seru bu Sri tidak mengubris permohonanku dan tidak percaya dengan
ucapanku. Wajarlah karena aku terkenal sangat badung di sekolah. Makanya selalu
di awasi oleh guru wali kelasku ini.
"Kembali ke lapangan bu, benar bu. Burungku di gigit
semut geranggang. Tadi sama pak guru bp di obatin pake obat merah. Ini obat
merahnya masih ada bekasnya di paha aku bu." Jawabku sambil menunjukkan
bekas obat merah yang mengalir di sela-sela pahaku.
"Bengkak
bu," sambung ku sambil memelas.
Melihat wajahku yang tiba-tiba memelas serta memperhatikan
bukti bekas obat merah, bu sri melunak, namun perintahnya yang tiba-tiba
membuatku ketakutan tapi untuk menunjukkan kalau aku memang sakit ya apa boleh
buat.
"Buka celananya, ibu mau lihat," serunya kalem.
Dengan agak lama dan memperhatikan muka ibu guruku yang
sepertinya khawatir, mau gak mau aku pun membuka celanaku dan menunjukkan
kepala burungku yang bengkak.
"Kita ke UGD, nanti ibu telp mama atau papamu yah,"
serunya ketika melihat bentuk kepala burungku yang membengkak sebelah.
Aku pun mengikuti perintahnya. Cukup kuatir juga
sih,"gimana kalau bentuknya aneh seperti ini dan gak mengempis,"
pikirku dalam hati.
Tidak lama kemudian aku pun berada di UGD dan di beri obat
salep. Papa ku pun menemui kami di ugd dan di jelaskan oleh ibu guruku mengenai
kejadian yang terjadi pada burung ku. Alhasil aku berisitirahat dirumah selama
3 hari sampai kempis. Pengambilan raport pun juga di wakilkan oleh mamaku yang alhamdulillah
aku pun naik ke kelas lima walaupun hanya dapat ranking 10 besar.
Selama liburan aku habiskan di rumah saja, "tidak punya
uang," seru papaku ketika aku tanyakan kenapa tidak pulang kampung ke Kuningan.
"Ya benar juga, uang pulang ke kampung lumayan
besar," pikirku. Sambil terus memandang celanaku. Perasaanku semenjak aku
di gigit semut geranggang ada sesuatu yang lain disekitar tempat digigitnya.
Entahlah seperti masih ada yang mengganjal di sekitar tempat gigitannya, tapi
ya sudahlah terpenting sudah kempis.
Akibat kejadian tersebut aku pun mengikuti kemauan mama untuk
memakai celana dalam. Bahkan supaya aku betah memakai celana dalam, mama ku pun
membelikan celana dalam pahlawan pahlawan super seperti Megaloman, Saban
Shariban. Aku pun dengan setia memakainya untuk keamanan burungku ini,
“ biasa demi masa depanku” seruku dalam hati serta berjanji
untuk selalu mengikuti saran dan nasehat dari mamaku dan menyesal tidak
menuruti apa maunya. Timbul rasa berdosa dalam hatiku,
“Untung tidak terlalu celaka, baru tidak nurut saja baru
segini celakanya, gimana kalau yang benar benar melawan Orang tua ya?” pikirku
dan teringat cerita Malin Kundang yang baru aku baca minggu kemarin.
No comments:
Post a Comment