Saturday, March 11, 2017

AAN KECIL “KISAH NAKALNYA BURUNGKU”

Seperti halnya orang yang sudah bersunat, aku sudah disarankan oleh mama untuk memakai celana dalam. Menurutku risih dan tidak nyaman sepertinya ada sesuatu yang membatasi burungku untuk lepas, akhirnya dengan bandel pun aku tidak mengikuti saran mama. Ke sekolah, bermain, pergi ke manapun aku tidak pernah memakai celana dalam. Hal itu pun berlangsung satu tahun lamanya setelah ku bersunat.
Sehingga pada akhirnya tibalah class meeting sekolah ku pada kenaikan kelas 5. Aku mewakili kelasku dalam acara sepak bola, yang dengan seru bertanding habis-habisan dengan kelas 4b. Akhirnya team kami sukses di tekuk kalah. Selepas pertandingan sambil melepas lelah dan melihat kelas lain bertanding, aku dan teman-temanku berteduh di bawah pohon kina pinggir lapangan mencoba untuk menghindari dari sengatan sinas panas matahari di siang hari ini. Dengan asyiknya aku dan teman teman ku duduk di bawah pohon tersebut sambil seru bercerita tentang pertandingan kami sebelumnya. Tanpa di sadari bahwa kehadiran kami menggangu suatu ekosistem yang tidak kami sadari sebelumnya di karenakan ingin melepas penat dari lelahnya sehabis bertanding.
Entahlah, Mungkin ingin bertegur sapa atau mungkin karena aneh melihat bentuk burungku atau mungkin karena gemas melihat imut-imutnya burungku, seekor semut masuk melalui celah celanaku di saat kebetulan burungku sedang mengintip. Tidak ku sadari ada semut yang nakal masuk ke celanaku, namun baru sadar ketika ada sakit yang mengigit panas di sekitar samping kepala burungku.
"Arrrrrrgh," seruku sambil mengibaskan tanganku ke celana. Dengan cueknya aku membuka celana dan membuang semut nakal yang mengigitku.
                   "Ha...ha...ha...makanya pakai celana dalam dong an." Seru kusmiran tertawa lepas di sambut tertawanya teman-temanku yang lain dalam satu team. Aku melihat kondisi burungku, ternyata di samping kepala burungku pun terlihat benjolan merah yang 
sangat perih. Perih sekali membuat air mataku keluar menahan sakit. Bersama teman-temanku satu team aku menemui guru bp (bimbingan dan penyuluhan) untuk di kasih obat. Namun karena kurangnya stock obat-obatan aku pun hanya di kasih obat merah,
"Aduuuuh...aduuuuh...bapak, kok di kasih obat merah...itu khan obat luka." Seru ku me-protes perlakuannya terhadap burungku.
"Shhhht, jangan berisik. Ini juga luka namanya, mau gak mau di kasih obat merah. Khan antibiotik..."Seru guru bp ngeles kaya speed boat di sungai musi.
Lumayan adem juga menurutku, berdasar petunjuk guru bp aku di suruh untuk ijin pulang dan menemui guru wali kelasku bu sri Mulyati. Aku pun menemui beliau, seperti biasa dia selalu sebal jika melihatku. Karena kelakuanku yang sering nakal mengganggu teman yang lain.
"Ada apa an," serunya agak ketus. Aku akui walaupun ibu sri ketus, galak, tapi pada dasarnya guru ini baik. Mau menolong dan mau mengajar dengan sabar kalau kita tidak bisa mencerna pelajaran. Tidak pilah pilih anak murid, semuanya rata di hadapannya.
"Bu, aku di suruh guru bp untuk minta ijin pulang. Burung ku sakit bu," ujarku sambil tertunduk berusaha untuk menghindari tatapan tajam sang guru.
"Loh, apa hubungannya dengan kamu? Burung mu khan yang sakit kenapa kamu yang minta ijin? Tanya bu guru dengan nada yang agak tinggi. Sepertinya miss komunikasi nih (kalau kata-kata orang sekarang istilah kerennya).
"Maaf bu, maksud aku burung ku yang ini," jelasku sambil menunjuk ke arah celana pendekku.
"Kalau itu mu yang sakit, kok kamu sepertinya santai-santai saja. Ibu tidak percaya...mana guru bp nya?," seru bu Sri tidak mengubris permohonanku dan tidak percaya dengan ucapanku. Wajarlah karena aku terkenal sangat badung di sekolah. Makanya selalu di awasi oleh guru wali kelasku ini.
"Kembali ke lapangan bu, benar bu. Burungku di gigit semut geranggang. Tadi sama pak guru bp di obatin pake obat merah. Ini obat merahnya masih ada bekasnya di paha aku bu." Jawabku sambil menunjukkan bekas obat merah yang mengalir di sela-sela pahaku.
 "Bengkak bu," sambung ku sambil memelas.
Melihat wajahku yang tiba-tiba memelas serta memperhatikan bukti bekas obat merah, bu sri melunak, namun perintahnya yang tiba-tiba membuatku ketakutan tapi untuk menunjukkan kalau aku memang sakit ya apa boleh buat.
"Buka celananya, ibu mau lihat," serunya kalem.
Dengan agak lama dan memperhatikan muka ibu guruku yang sepertinya khawatir, mau gak mau aku pun membuka celanaku dan menunjukkan kepala burungku yang bengkak.
"Kita ke UGD, nanti ibu telp mama atau papamu yah," serunya ketika melihat bentuk kepala burungku yang membengkak sebelah.
Aku pun mengikuti perintahnya. Cukup kuatir juga sih,"gimana kalau bentuknya aneh seperti ini dan gak mengempis," pikirku dalam hati.
Tidak lama kemudian aku pun berada di UGD dan di beri obat salep. Papa ku pun menemui kami di ugd dan di jelaskan oleh ibu guruku mengenai kejadian yang terjadi pada burung ku. Alhasil aku berisitirahat dirumah selama 3 hari sampai kempis. Pengambilan raport pun juga di wakilkan oleh mamaku yang alhamdulillah aku pun naik ke kelas lima walaupun hanya dapat ranking 10 besar.
Selama liburan aku habiskan di rumah saja, "tidak punya uang," seru papaku ketika aku tanyakan kenapa tidak pulang kampung ke Kuningan.
"Ya benar juga, uang pulang ke kampung lumayan besar," pikirku. Sambil terus memandang celanaku. Perasaanku semenjak aku di gigit semut geranggang ada sesuatu yang lain disekitar tempat digigitnya. Entahlah seperti masih ada yang mengganjal di sekitar tempat gigitannya, tapi ya sudahlah terpenting sudah kempis.
Akibat kejadian tersebut aku pun mengikuti kemauan mama untuk memakai celana dalam. Bahkan supaya aku betah memakai celana dalam, mama ku pun membelikan celana dalam pahlawan pahlawan super seperti Megaloman, Saban Shariban. Aku pun dengan setia memakainya untuk keamanan burungku ini,
“ biasa demi masa depanku” seruku dalam hati serta berjanji untuk selalu mengikuti saran dan nasehat dari mamaku dan menyesal tidak menuruti apa maunya. Timbul rasa berdosa dalam hatiku,

“Untung tidak terlalu celaka, baru tidak nurut saja baru segini celakanya, gimana kalau yang benar benar melawan Orang tua ya?” pikirku dan teringat cerita Malin Kundang yang baru aku baca minggu kemarin.

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO