Suatu saat sekolah
kami mendapat kunjungan dari pengelola kolam renang yang dekat dengan sekolah
kami. Mereka sedang melakukan sosialisasi kartu anggota renang untuk anak-anak
sekolah.
"Adek-adek,
kalian hanya mengisi formulir pendaftaran yang sudah kalian dapatkan. Tolong
diisi dengan benar ya."
"Minggu depan
ketika kartunya telah selesai akan di kirim ke sekolah ini. Untuk pembuatan
kartu anggotanya gratis, jadi jangan takut ya..." Seru bapak-bapak
berkumis yang berdiri di depan kelas kami dengan selalu menebar senyum manisnya
walaupun sebenarnya menurut kami senyumnya sangat menakutkan karena pengaruh
kumis.
Bapak-bapak ini
bertubuh bulat gemuk, beberapa lemak tampak menggembul di pipi kanan dan
kirinya, ditambah dengan hiasan kumis yang lebat dan kacamata menggantung di
batang hidungnya.
"Seperti buntalan
kentut," kata kusmiran, kami pun cekikikin menahan tawa.
“Sama seperti sehat,”
lanjut kusmiran yang membuat sehat pun merengut kesal.
"Aan, kusmiran,
kalau ada yang mau di tanyakan segera tanyakan, jangan mengganggu yang
lain." Seru bu Mulyati curiga.
"Pak, tadi kata
bapak buat kartu anggotanya gratis, kalau berenangnya nanti pas masuk gratis
juga gak pak?" Tanyaku terbesit pertanyaan tersebut untuk mengalihkan
kecurigaan bu Sri.
"Untuk yang sudah
buat kartu anggota, dapat potongan 25%. Jadi kalau tarifnya 5000 kalian hanya
bayar 3500 saja." Jelas bapak buntalan kentut.
"Pak, buat kartu
anggota ini berarti hampir sama seperti buat kartu anggota perpustakaan ya
pak?" Tanya sehat tiba-tiba menyahut.
"Ya sama dek,
sama-sama menjadi anggota,"
"Berarti bisa di
pinjam ya pak. Kalau aku anggota perpustakaan khan bisa pinjam buku, kalau
kartu anggota ini bisa pinjam air khan pak? Air di tempat aku sering gak ngalir
pak pdam nya," seru sehat polos.
Serentak semua teman
satu kelas tertawa. Tetapi kami pun berusaha menghibur sehat dengan berjanji
akan menyumbangkan air ke rumah sehat dan melayangkan surat protes ke pdam atas
kelalaiannya teman kami sehat jarang mandi.
"Pak, kolam
renangnya ada pemisahan laki-laki dan perempuan gak pak?" Seru Angel
bertanya ketika keriuhan atas pertanyaan sehat reda.
"Adek, kalau di
kolam renang tidak ada pemisahan laki-laki dan perempuan yang ada pemisahan
untuk anak-anak/balita, 1 meter, 2 meter lalu 3 meter," seru si bapak
dengan nada pelan menahan ketidaksabaran atas pertanyaan yang menurut ia menguji
kesabarannya.
"Tapi pak, di
musholla dekat rumahku laki-laki dan perempuan di pisah, masa di kolam renang
tidak di pisahkan. Menurut papaku itu dosa namanya, haram!!," seru angel
agak ketus. Kami pun hanya he-eh saja sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Bapak yang berada di depan kelas kami pun tampak merah mukanya, entah apakah menahan marah atau menahan malu karena tidak bisa menjawab. Hilang sudah senyum hambarnya yang tadi ditebar. Ia pun tidak melanjutkan pembicaraannya tadi dan hanya memandang ibu Sri untuk minta tolong di wakilkan.
Bapak yang berada di depan kelas kami pun tampak merah mukanya, entah apakah menahan marah atau menahan malu karena tidak bisa menjawab. Hilang sudah senyum hambarnya yang tadi ditebar. Ia pun tidak melanjutkan pembicaraannya tadi dan hanya memandang ibu Sri untuk minta tolong di wakilkan.
Yang pasti kami pun
tetap mengisi formulir tersebut dan pertanyaan angel tadi di jawab oleh bu Sri
dengan hanya menjawab,
"Nanti di lihat
dan di pikirkan oleh bapak-bapak ini ya angel," ujar bu guru berusaha
menenangkan perasaan bapak yang berada di depan kelas.
"Bu, satu lagi
pertanyaan," seru kusmiran tiba-tiba menyahut.
"Kebanyakan dari
kami belum bisa berenang pak, seperti Amir contohnya," Amir yang merasa di
tunjuk namanya hanya memonyongkan mulutnya sambil berkata
"kena lagi dech," padahal
memang kami berlima belum ada yang bisa berenang.
"Kalau di kolam renang ada
instrukturnya gak pak?" Belum sampai bapak tersebut akan menjelaskan,
kusmiran pun meneruskan pertanyaannya.
"Yang pasti bukan bapak khan?
Hm...sepertinya bapak bukan instruktur renang dech...benar khan? Kalau
instruktur khan badannya keren...berotot...? Ya sudah gak apa-apa pak...gak
usah di pikirkan tapi kalau bisa kami minta fasilitas instruktur juga pak untuk
anak-anak yang tidak bisa berenang. Oh ya kalau bisa yang perempuan, biar
semangat gitu...he...he...he...sekian" lanjut kusmiran tanpa ekspressi
terus mengoceh seperti biasanya, tanpa mau peduli dengan perasaan orang lain.
Aku dan teman-teman yang lain sangat
memahami karakter kusmiran yang selalu blak-blakan. Kami pun terkikik menahan
ketawa, Angel yang tidak bisa menahan tawa akhirnya ijin untuk keluar kelas.
Akhirnya kunjungan dari pihak kolam renang di akhiri dengan sukses membawa
duka. Bapak buntalan kentut sehabis dari kelas kami tidak banyak membuka mulut,
diam seribu bahasa dengan muka merah dan masam tanpa senyum sama sekali.
Sesuai dengan janji bapak buntalan
kentut minggu kemarin, kartu memang telah tepat waktu, kami terima sesuai
dengan janjinya. Aku dan gank akan merencanakan untuk berenang pada hari minggu
ini. Namun yang jadi masalah kami tidak punya teman yang sudah bisa berenang.
Makudnya agar teman yang sudah bisa berenang dapat mengajari kami teknik
berenang, paling tidak teknik mengambang aja dulu.
"Seperti biasa aku akan memasang
pengumuman di mading (majalah dinding) sekolah lagi dech, kalau kita membuka
lowongan instruktur renang untuk kita," ujarku suatu hari ketika
istirahat.
"Ide bagus an, tapi bayarnya
pakai apa?" Ujar sehat sambil menatap satu persatu wajah teman-temannya.
"Untuk bayaran, urusan
nanti...asalkan ada yang mau saja dulu," ujarku menerawang aneh seraya
menyunggingkan senyum.Untuk masalah ide, atau pun hal-hal kreatif,
teman-temanku sudah pasti menyerahkan kepadaku.
Ke esokan harinya pun pengumuman
tersebut sudah tertempel di Mading sekolah.
Di cari...
Instruktur renang,
yang tidak berpengalaman juga tidak apa-apa. Asal bisa mengambang di air saja
sudah di terima.
Gaji nego
Hubungi: Aan bae kelas 5C.
Hubungi: Aan bae kelas 5C.
Sampai
dengan dua hari tidak ada yang menanggapi pengumuman tersebut, padahal hari
minggu sebentar lagi datang. Menjelang hari ketiga, aku dan teman-temanku di
panggil guru olah raga pak Hendrik.
"Udah
ketemu instruktur renangnya," tanya pak hendrik langsung pada tujuannya
perihal pemanggilan kami ke kantor olah raga sambil membereskan kertas-kertas
hasil ujian teori anak-anak kelas kami kemarin. Amir berusaha mengambil
kesempatan untuk berpura-pura ikut membantu menyusun kertas-kertas tumpukan
tersebut untuk melihat hasil ujiannya. Namun tanggannya di tepis oleh pak
Hendrik dan menyimpan tumpukan kertas tersebut di laci mejanya.
"Belum
pak, memang kenapa pak? bapak bisa berenang?" Seru kusmiran seperti
biasanya menanyakan sesuatu hal dengan merentet pertanyaan. Di tambah dengan
memasang mata curiga dan mimik muka ingin tahu.
"Jangan-jangan
bapak tidak bisa berenang ya? Makanya bapak memanggil kami ke sini untuk ikut
nebeng mencari instruktur biar di ajari renang." Lanjut kusmiran tanpa
memberi kesempatan pak hendrik untuk menjawab.
"Bukan,
bukan itu maksud bapak. Bapak khan guru olah raga..." Terpotong oleh
sanggahan kusmiran.
"Loh..bukannya
bapak adalah guru olah raga? Berarti bisa semua dong pak cabang olah
raga...masa berenang saja gak bisa...kalau ketahuan bapak kepala sekolah bisa
langsung di pecat nih...wah...bapak...tapi tenang pak...aku bisa menjaga
rahasia dan kami semua juga bisa menjaga rahasia." Seru kusmiran memotong
jawaban dari pak hendrik. Kami pun hanya he-eh aja mengangguk mengiyakan,
sambil memasang muka serius dan memandang kasihan ke pak hendrik,
“kok
guru olah raga gak bisa renang? Pikir kami berlima dan tetap memasang muka
kasihan. Pak Hendrik hanya menatap kami berlima dan menggeleng-gelengkan
kepala, frustasi...
"Tenang
pak, kita belajar renang sama-sama hari minggu ya pak. Sudahlah..pak...kita
bisa mengerti perasaan bapak..nanti kita minta instruktur dari sana aja, atau
kita lihat cara orang yang bisa renang, yang penting kita main
air...."Seru ku sambil berteriak kegirangan, dengan di tanggapi oleh
teman-temanku dengan tersenyum senang seperti tidak sabar menunggu hari Minggu.
"Maksud
bapak, bapak bisa berenang, bisa ngajarin kalian..." Seru pak Hendrik
berusaha untuk menjelaskan.
"Sudahlah
pak, jangan di ungkit-ungkit lagi...kalau gak bisa berenang ngaku ajalah pak.
Nanti di marah Allah kalau bohong. Tenang kita bisa jaga rahasia," seru
Angel mantap berusaha meyakinkan pak Hendrik kalau perkataannya benar.
"Loh,
ngel emang pak guru gak bisa renang? Tadi katanya bisa sekarang bilang gak
bisa?" Gak ngerti aku," seru sehat tiba-tiba nyeletuk karena sedari
tadi hanya memperhatikan dan berdiam diri saja sambil mengerutkan keningnya.
Aku
pun hanya mengeleng-gelengkan kepala bersama dengan yang lainnya…
”Sehat...sehat...kumat
lagi penyakit tidak nyambungnya. Kemana aja tong?”
"Gini
loh sehat, pak hendrik rencananya mau bareng kita belajar renang. Makanya ia
memanggil kita ke sini. Karena malu pak Hendrik akhirnya mengaku bisa renang,
padahal gak bisa." Jelas amir menjelaskan kembali.
Pak
Hendrik yang mendengar keributan kecil kami hanya bisa memandang dan kembali
mengeleng-gelengkan kepala, kali ini sambil memegang kepalanya sepertinya
frustasi hebat. Alhasil tidak lama kemudian kami pun di usir keluar kantor dan
kembali ke kelas.
Sesampainya
di kelas, kami pun di interogasi kembali oleh bu sri.
"Kenapa
kalian tadi di panggil pak Hendrik? Kalian berulah lagi ya?" Tanya bu sri
selalu dengan pertanyaan curiga dan seperti menghakimi.
"Pak
Hendrik mau belajar renang bareng bu," seru sehat polos.
"Jangan
di bilangin...khan tadi kita sudah janji tidak bilang kalau pak Hendrik tidak
bisa renang, kamu ini gimana sih sehat," ujar kusmiran sedikit membentak
dan menepuk bahu sehat. Bukannya badan sehat yang berguncang karena di tepuk
kusmiran namun badan kusmiran yang kurus berguncang, kalah besar dengan sehat
yang gemuk bulat.
"Sehat
terlalu polos sih, tadi khan kita sudah janji sehaaaaaat. Aduh nambah dosa
dech." Seru Angel sambil menengadah lalu tertunduk, seperti merasakan
kesalahan yang lebih besar dan menghantam pundaknya hingga tertunduk.
Pembicaraan
kami ini tentu saja membuat seluruh kelas tahu bahwa pak Hendrik tidak bisa
renang, padahal itu hanya kesalah pahaman dari kami saja. Seisi kelas tiba-tiba
riuh membicarakan pak Hendrik dan di tenangkan oleh bu Sri. Tidak menunggu
waktu lama, seluruh sekolah pun akhirnya tau bahwa pak Hendrik tidak bisa
renang. Hal ini tentu saja menambah sewot, panik dan marahnya pak Hendrik.
"Aan,
Kusmiran, Amir, Angel, Sehaaaaaat, kurang ajar ya kalian..." Teriak pak
Hendrik ketika kami sedang kumpul di kantin. Pak Hendrik datang dengan membawa
penggaris kayu panjang berlari mengejar kami. Kami pun panik dan lari tunggang
langgang di kejar dari taman tengah sekolah sampai halaman sepak bola luar
sekolah.
Alhasil
hari itu pun kami kembali di jemur, sambil memegang telinga teman kami
masing-masing mengelilingi tiang bendera, sampai bel pulang berbunyi. Karena
seringnya kami di jemur di depan tiang bendera kami di beri julukan " lima
sekawan penjaga tiang bendera."
Sedangkan
pak Hendrik dipanggil oleh Kepala Sekolah untuk mempertanggung jawabkan isu
yang beredar di sekolahan. Tidak lama Pak Hendrik pun muncul entah dari mana
namun dengan menenteng sepatu dan tampak seperti basah kuyup dengan di dampingi
oleh Kepala Sekolah. Mereka pun mendekati kami dan setelah dekat Pak Kepala
Sekolah berkata.
“Pak
Hendrik bisa berenang kok, baru saja pak Hendrik membuktikan ke saya dengan
berenang 5 gaya, gaya kodok, gaya bebas, gaya punggung, menyelam, bahkan gaya
batu...loh???...Seru pak Kepala
Sekolah dengan bangga dan sambil mengayunkan telapak tangannya membentuk 5
jari.
“Iya
khan pak Hendrik? Tanya pak Kepala Sekolah sambil menatap pak Hendrik yang
tampak menyeramkan di hadapan kami.
“Benar
pak,” Jawab pak Hendrik masih sambil melotot ke arah kami.
Kami
pun hanya ternganga dan menunduk ketakutan karena Pak Hendrik masih melotot ke
arah kami dalam keadaan basah kuyup, celana panjang di gulung, rambut masih
basah dan menetes, baju lengan panjang yang lengannya masih basah sebagian.
Sepertinya Pak Hendrik habis membuktikan diri untuk berenang di empang dekat
sekolah dan lupa tidak membawa handuk sehingga masih kelihatan basah kuyup.
Pada
hari Minggu...
"Wah,
ramai juga nih kolam renangnya, Astagfirullah...astagfirullah...itu
perempuan..." Seru Angel sambil mengalihkan perhatiannya tapi tetap saja
mencuri-curi pandang penasaran, ketika kami tiba di tepi kolam renang. Sebagian
besar memang banyak di kunjungi oleh kaum perempuan pada hari ini.
"Husssh,...nikmatin
aja Ngel...he...he...he" seru ku. Sedangkan Amir si pendiam yang hanya
mulutnya saja diam tapi matanya jelalatan terus menatap liar
pemandangan-pemandangan indah yang ada di kolam renang. Tidak henti ia
memandang perempuan-perempuan yang memakai pakaian renang.
"Mir,
heeiii...malu...dong...biasa aja ngeliatinnya..." Seru Kusmiran agak keras
sehingga menarik perhatian sebagian para pengunjung kolam renang. Amir yang di
tegur pun langsung malu dan memonyongkan mulutnya,
"Kurang
keras kus...dasar tikus..." Seru amir yang protes terhadap ucapan kusmiran
yang menurutnya terlalu keras sehingga menarik perhatian para pengunjung. Kami
pun hanya tertawa melihat perilaku amir yang sewot dan muka merah karena malu.
"Hallo,
here we are...gimana udah siap untuk latihan renangnya...ujar pak Hendrik tiba-tiba
muncul. Pak Hendrik pada saat itu memakai celana street hitam ketat, badannya
pun terlihat atletis dengan benjolan-benjolan otot di dada, lengan dan
perutnya. Ia menenteng tas olahraga dengan logo merk internasional di
sampingnya.
"Wooow,
keren pak...otot-ototnya keren...biasa nukang di mana pak? Seru kusmiran
terlihat kagum dan ingin memegang otot lengan pak Hendrik, namun tidak jadi
karena di tepis oleh pak Hendrik yang tersinggung karena ucapannya.
"Jangan
mulai lagi kusmiran! Atau gak jadi nih ngajarin olah raganya..." Ancam pak
Hendrik ketus dan tidak mau kehilangan harga diri seperti kemarin.
Tidak
lama kami pun berlatih berenang dengan pak Hendrik, belajar mengambang dan
mengayun-ayunkan kaki dan tangan seperti katak yang sedang berenang. Terus dan
terus... Alhasil untuk pelajaran mengambang pun sudah kami kuasai dengan cepat.
Tinggal berlatih mengambang sambil mengayun-ayunkan kaki dan tangan berjalan di
air dari ujung satu ke ujung yang lain. Lalu berlatih meluncur menggunakan gaya
katak yang lebih mudah.
"Ternyata
lebih mudah melakukannya," pikirku. Saking senangnya aku pun terus mencoba
dan mencoba tanpa henti dari ujung yang satu keujung yang lain dalam jarak
dekat. Karena mataku belum terbiasa membuka mata ketika berenang, alhasil aku
membawa oleh-oleh jidat yang lebam terantuk dinding pinggir
kolam..hi...hi...hi.
Hari
itu kami sangat puas mendapatkan suatu pelajaran yang berharga karena sudah
bisa berenang walaupun baru tahap pemula. Pulangnya pak Hendrik menagih
pembayaran gaji seperti yang di janjikan. Namun di bayar oleh kami dengan
lari...kabur meninggalkan pak Hendrik...sambil berteriak,
"Nanti
pak kami hutang dulu," besok ya di sekolah kami beritahu...biasa di
rapatin dulu," seru ku sambil tertawa nyengir meninggalkan pak Hendry yang
terbengong-bengong.
Besok
pagi pun, berita tentang sudah bisanya kami berenang tersebar di sekolah.
Biasa...tukang sebarnya kusmiran...anak-anak sekolah pun penasaran dan akhirnya
banyak ingin ikut belajar, sehingga sebuah ide pun muncul di kepalaku...
Selebaran
surat kami bagikan kepada anak-anak sekolah kami. Dengan pemberitahuan untuk
yang ingin ikut belajar renang wajib membayar uang tambahan 3000 di luar tiket
masuk. Biaya tsb untuk membayar gaji instruktur yang akan mengajarkan renang.
Ternyata peminatnya banyak, hampir seluruh siswa di sekolah kami ikut.
"Aan,
apa-apaan ini..."Seru Bu Sri tiba-tiba muncul di hadapanku sambil melayangkan
surat selebaran kami. Bu Sri dugaannya selalu tepat kalau yang punya ide pasti
aku. Sehingga yang duluan di interogasi pasti ya aku dulu...
"Biaya
untuk instruktur renang bu...khan perlu biaya juga untuk gaji orangnya..."
Jawabku dengan tenang dan hati-hati takut membuat Bu Sri naik darah.
"Ohhh,
hm...tapi benar ini di berikan semuanya ke instrukturnya." Tanya bu sri.
"Tadinya
sih tidak...he he he, tapi sekarang sih iya bu," jawabku polos sambil
menunduk, takut cengengesan ketawaku malah membuat sang ibu murka sehingga akan
mengeluarkan taringnya.
"Ya
bu, uangnya ini nanti semuanya akan di berikan ke Pak Hendry, kemarin pas di
kolam renang pak Hendri nagih." Ujar sehat yang tiba tiba membuka suara.
Aku pun menepukkan tanganku ke jidatku yang bengkak,...
"Alamat
gak beres nih...perasaan gak enak...sehat...sehat...polos amat" Pikirku
sambil meringis kesakitan karena lupa kalau jidatku lagi memar.
"Apa???"
Seru bu sri berteriak kaget, shock...menampilkan mukanya yang tiba-tiba merah
dan marah.
Benar...tidak
lama kemudian pun pak Hendri datang dengan mistar panjang dan berteriak
memanggil nama kami berempat...seperti yang sudah terjadi...kami pun menjadi
penjaga tiang bendera lagi sampai bel pulang berbunyi. Sedangkan uang yang
sudah kami kumpulkan pun, sudah jatuh ke tangan Pak Hendri.
Di
hari minggu kedua...
Keadaan kolam renang semakin ramai, sebagian besar berasal dari sekolahku. Kami sangat senang sekali karena seluruh siswa hadir, namun wajah pak Hendry dan pengelola pun terlihat masam dan mendung padahal hari sedang cerah. Aku pun pada akhirnya mengetahui masalahnya. Kolam renang tidak mampu menampung semua pengunjung yang masuk terutama dari sekolahku sedangkan pak Hendri mau tidak mau harus mengatur siswanya yang mau belajar renang akibat perbuatan kami. Ketika kami bertatapan muka dengan pak Hendri, muka beliau terlihat sebal dan melotot kepada kami semua. Kami pun hanya mengacungkan jempol dan kabur dari tempat tersebut.
"Selamat berkerja
pak Hendrik..." Seru kami sambil tertawa senang.
No comments:
Post a Comment