Friday, March 17, 2017

AAN KECIL “BELAJAR RENANG”

Suatu saat sekolah kami mendapat kunjungan dari pengelola kolam renang yang dekat dengan sekolah kami. Mereka sedang melakukan sosialisasi kartu anggota renang untuk anak-anak sekolah.
"Adek-adek, kalian hanya mengisi formulir pendaftaran yang sudah kalian dapatkan. Tolong diisi dengan benar ya."
"Minggu depan ketika kartunya telah selesai akan di kirim ke sekolah ini. Untuk pembuatan kartu anggotanya gratis, jadi jangan takut ya..." Seru bapak-bapak berkumis yang berdiri di depan kelas kami dengan selalu menebar senyum manisnya walaupun sebenarnya menurut kami senyumnya sangat menakutkan karena pengaruh kumis.
Bapak-bapak ini bertubuh bulat gemuk, beberapa lemak tampak menggembul di pipi kanan dan kirinya, ditambah dengan hiasan kumis yang lebat dan kacamata menggantung di batang hidungnya.
"Seperti buntalan kentut," kata kusmiran, kami pun cekikikin menahan tawa.
“Sama seperti sehat,” lanjut kusmiran yang membuat sehat pun merengut kesal.
"Aan, kusmiran, kalau ada yang mau di tanyakan segera tanyakan, jangan mengganggu yang lain." Seru bu Mulyati curiga.
"Pak, tadi kata bapak buat kartu anggotanya gratis, kalau berenangnya nanti pas masuk gratis juga gak pak?" Tanyaku terbesit pertanyaan tersebut untuk mengalihkan kecurigaan bu Sri.
"Untuk yang sudah buat kartu anggota, dapat potongan 25%. Jadi kalau tarifnya 5000 kalian hanya bayar 3500 saja." Jelas bapak buntalan kentut.
"Pak, buat kartu anggota ini berarti hampir sama seperti buat kartu anggota perpustakaan ya pak?" Tanya sehat tiba-tiba menyahut.
"Ya sama dek, sama-sama menjadi anggota,"
"Berarti bisa di pinjam ya pak. Kalau aku anggota perpustakaan khan bisa pinjam buku, kalau kartu anggota ini bisa pinjam air khan pak? Air di tempat aku sering gak ngalir pak pdam nya," seru sehat polos.
Serentak semua teman satu kelas tertawa. Tetapi kami pun berusaha menghibur sehat dengan berjanji akan menyumbangkan air ke rumah sehat dan melayangkan surat protes ke pdam atas kelalaiannya teman kami sehat jarang mandi.
"Pak, kolam renangnya ada pemisahan laki-laki dan perempuan gak pak?" Seru Angel bertanya ketika keriuhan atas pertanyaan sehat reda.
"Adek, kalau di kolam renang tidak ada pemisahan laki-laki dan perempuan yang ada pemisahan untuk anak-anak/balita, 1 meter, 2 meter lalu 3 meter," seru si bapak dengan nada pelan menahan ketidaksabaran atas pertanyaan yang menurut ia menguji kesabarannya.
"Tapi pak, di musholla dekat rumahku laki-laki dan perempuan di pisah, masa di kolam renang tidak di pisahkan. Menurut papaku itu dosa namanya, haram!!," seru angel agak ketus. Kami pun hanya he-eh saja sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Bapak yang berada di depan kelas kami pun tampak merah mukanya, entah apakah menahan marah atau menahan malu karena tidak bisa menjawab. Hilang sudah senyum hambarnya yang tadi ditebar. Ia pun tidak melanjutkan pembicaraannya tadi dan hanya memandang ibu Sri untuk minta tolong di wakilkan.
Yang pasti kami pun tetap mengisi formulir tersebut dan pertanyaan angel tadi di jawab oleh bu Sri dengan hanya menjawab,
"Nanti di lihat dan di pikirkan oleh bapak-bapak ini ya angel," ujar bu guru berusaha menenangkan perasaan bapak yang berada di depan kelas.
"Bu, satu lagi pertanyaan," seru kusmiran tiba-tiba menyahut.
"Kebanyakan dari kami belum bisa berenang pak, seperti Amir contohnya," Amir yang merasa di tunjuk namanya hanya memonyongkan mulutnya sambil berkata
            "kena lagi dech," padahal memang kami berlima belum ada yang bisa berenang.
            "Kalau di kolam renang ada instrukturnya gak pak?" Belum sampai bapak tersebut akan menjelaskan, kusmiran pun meneruskan pertanyaannya.
            "Yang pasti bukan bapak khan? Hm...sepertinya bapak bukan instruktur renang dech...benar khan? Kalau instruktur khan badannya keren...berotot...? Ya sudah gak apa-apa pak...gak usah di pikirkan tapi kalau bisa kami minta fasilitas instruktur juga pak untuk anak-anak yang tidak bisa berenang. Oh ya kalau bisa yang perempuan, biar semangat gitu...he...he...he...sekian" lanjut kusmiran tanpa ekspressi terus mengoceh seperti biasanya, tanpa mau peduli dengan perasaan orang lain.
            Aku dan teman-teman yang lain sangat memahami karakter kusmiran yang selalu blak-blakan. Kami pun terkikik menahan ketawa, Angel yang tidak bisa menahan tawa akhirnya ijin untuk keluar kelas. Akhirnya kunjungan dari pihak kolam renang di akhiri dengan sukses membawa duka. Bapak buntalan kentut sehabis dari kelas kami tidak banyak membuka mulut, diam seribu bahasa dengan muka merah dan masam tanpa senyum sama sekali.
            Sesuai dengan janji bapak buntalan kentut minggu kemarin, kartu memang telah tepat waktu, kami terima sesuai dengan janjinya. Aku dan gank akan merencanakan untuk berenang pada hari minggu ini. Namun yang jadi masalah kami tidak punya teman yang sudah bisa berenang. Makudnya agar teman yang sudah bisa berenang dapat mengajari kami teknik berenang, paling tidak teknik mengambang aja dulu.
            "Seperti biasa aku akan memasang pengumuman di mading (majalah dinding) sekolah lagi dech, kalau kita membuka lowongan instruktur renang untuk kita," ujarku suatu hari ketika istirahat.
            "Ide bagus an, tapi bayarnya pakai apa?" Ujar sehat sambil menatap satu persatu wajah teman-temannya.
            "Untuk bayaran, urusan nanti...asalkan ada yang mau saja dulu," ujarku menerawang aneh seraya menyunggingkan senyum.Untuk masalah ide, atau pun hal-hal kreatif, teman-temanku sudah pasti menyerahkan kepadaku.
            Ke esokan harinya pun pengumuman tersebut sudah tertempel di Mading sekolah.

Di cari...
Instruktur renang, yang tidak berpengalaman juga tidak apa-apa. Asal bisa mengambang di air saja sudah di terima.
Gaji nego
Hubungi: Aan bae kelas 5C.

                   Sampai dengan dua hari tidak ada yang menanggapi pengumuman tersebut, padahal hari minggu sebentar lagi datang. Menjelang hari ketiga, aku dan teman-temanku di panggil guru olah raga pak Hendrik.
                   "Udah ketemu instruktur renangnya," tanya pak hendrik langsung pada tujuannya perihal pemanggilan kami ke kantor olah raga sambil membereskan kertas-kertas hasil ujian teori anak-anak kelas kami kemarin. Amir berusaha mengambil kesempatan untuk berpura-pura ikut membantu menyusun kertas-kertas tumpukan tersebut untuk melihat hasil ujiannya. Namun tanggannya di tepis oleh pak Hendrik dan menyimpan tumpukan kertas tersebut di laci mejanya.
                   "Belum pak, memang kenapa pak? bapak bisa berenang?" Seru kusmiran seperti biasanya menanyakan sesuatu hal dengan merentet pertanyaan. Di tambah dengan memasang mata curiga dan mimik muka ingin tahu.
                   "Jangan-jangan bapak tidak bisa berenang ya? Makanya bapak memanggil kami ke sini untuk ikut nebeng mencari instruktur biar di ajari renang." Lanjut kusmiran tanpa memberi kesempatan pak hendrik untuk menjawab.
                   "Bukan, bukan itu maksud bapak. Bapak khan guru olah raga..." Terpotong oleh sanggahan kusmiran.
                   "Loh..bukannya bapak adalah guru olah raga? Berarti bisa semua dong pak cabang olah raga...masa berenang saja gak bisa...kalau ketahuan bapak kepala sekolah bisa langsung di pecat nih...wah...bapak...tapi tenang pak...aku bisa menjaga rahasia dan kami semua juga bisa menjaga rahasia." Seru kusmiran memotong jawaban dari pak hendrik. Kami pun hanya he-eh aja mengangguk mengiyakan, sambil memasang muka serius dan memandang kasihan ke pak hendrik,
                   “kok guru olah raga gak bisa renang? Pikir kami berlima dan tetap memasang muka kasihan. Pak Hendrik hanya menatap kami berlima dan menggeleng-gelengkan kepala, frustasi...
                   "Tenang pak, kita belajar renang sama-sama hari minggu ya pak. Sudahlah..pak...kita bisa mengerti perasaan bapak..nanti kita minta instruktur dari sana aja, atau kita lihat cara orang yang bisa renang, yang penting kita main air...."Seru ku sambil berteriak kegirangan, dengan di tanggapi oleh teman-temanku dengan tersenyum senang seperti tidak sabar menunggu hari Minggu.
                   "Maksud bapak, bapak bisa berenang, bisa ngajarin kalian..." Seru pak Hendrik berusaha untuk menjelaskan.
                   "Sudahlah pak, jangan di ungkit-ungkit lagi...kalau gak bisa berenang ngaku ajalah pak. Nanti di marah Allah kalau bohong. Tenang kita bisa jaga rahasia," seru Angel mantap berusaha meyakinkan pak Hendrik kalau perkataannya benar.
                   "Loh, ngel emang pak guru gak bisa renang? Tadi katanya bisa sekarang bilang gak bisa?" Gak ngerti aku," seru sehat tiba-tiba nyeletuk karena sedari tadi hanya memperhatikan dan berdiam diri saja sambil mengerutkan keningnya.
                   Aku pun hanya mengeleng-gelengkan kepala bersama dengan yang lainnya…
                   ”Sehat...sehat...kumat lagi penyakit tidak nyambungnya. Kemana aja tong?”
                   "Gini loh sehat, pak hendrik rencananya mau bareng kita belajar renang. Makanya ia memanggil kita ke sini. Karena malu pak Hendrik akhirnya mengaku bisa renang, padahal gak bisa." Jelas amir menjelaskan kembali.
                   Pak Hendrik yang mendengar keributan kecil kami hanya bisa memandang dan kembali mengeleng-gelengkan kepala, kali ini sambil memegang kepalanya sepertinya frustasi hebat. Alhasil tidak lama kemudian kami pun di usir keluar kantor dan kembali ke kelas.
                   Sesampainya di kelas, kami pun di interogasi kembali oleh bu sri.
                   "Kenapa kalian tadi di panggil pak Hendrik? Kalian berulah lagi ya?" Tanya bu sri selalu dengan pertanyaan curiga dan seperti menghakimi.
                   "Pak Hendrik mau belajar renang bareng bu," seru sehat polos.
                   "Jangan di bilangin...khan tadi kita sudah janji tidak bilang kalau pak Hendrik tidak bisa renang, kamu ini gimana sih sehat," ujar kusmiran sedikit membentak dan menepuk bahu sehat. Bukannya badan sehat yang berguncang karena di tepuk kusmiran namun badan kusmiran yang kurus berguncang, kalah besar dengan sehat yang gemuk bulat.
                   "Sehat terlalu polos sih, tadi khan kita sudah janji sehaaaaaat. Aduh nambah dosa dech." Seru Angel sambil menengadah lalu tertunduk, seperti merasakan kesalahan yang lebih besar dan menghantam pundaknya hingga tertunduk.
                   Pembicaraan kami ini tentu saja membuat seluruh kelas tahu bahwa pak Hendrik tidak bisa renang, padahal itu hanya kesalah pahaman dari kami saja. Seisi kelas tiba-tiba riuh membicarakan pak Hendrik dan di tenangkan oleh bu Sri. Tidak menunggu waktu lama, seluruh sekolah pun akhirnya tau bahwa pak Hendrik tidak bisa renang. Hal ini tentu saja menambah sewot, panik dan marahnya pak Hendrik.
                   "Aan, Kusmiran, Amir, Angel, Sehaaaaaat, kurang ajar ya kalian..." Teriak pak Hendrik ketika kami sedang kumpul di kantin. Pak Hendrik datang dengan membawa penggaris kayu panjang berlari mengejar kami. Kami pun panik dan lari tunggang langgang di kejar dari taman tengah sekolah sampai halaman sepak bola luar sekolah.
                   Alhasil hari itu pun kami kembali di jemur, sambil memegang telinga teman kami masing-masing mengelilingi tiang bendera, sampai bel pulang berbunyi. Karena seringnya kami di jemur di depan tiang bendera kami di beri julukan " lima sekawan penjaga tiang bendera."
                   Sedangkan pak Hendrik dipanggil oleh Kepala Sekolah untuk mempertanggung jawabkan isu yang beredar di sekolahan. Tidak lama Pak Hendrik pun muncul entah dari mana namun dengan menenteng sepatu dan tampak seperti basah kuyup dengan di dampingi oleh Kepala Sekolah. Mereka pun mendekati kami dan setelah dekat Pak Kepala Sekolah berkata.
                   “Pak Hendrik bisa berenang kok, baru saja pak Hendrik membuktikan ke saya dengan berenang 5 gaya, gaya kodok, gaya bebas, gaya punggung, menyelam, bahkan gaya batu...loh???...Seru pak Kepala Sekolah dengan bangga dan sambil mengayunkan telapak tangannya membentuk 5 jari.
                   “Iya khan pak Hendrik? Tanya pak Kepala Sekolah sambil menatap pak Hendrik yang tampak menyeramkan di hadapan kami.
                   “Benar pak,” Jawab pak Hendrik masih sambil melotot ke arah kami.
                   Kami pun hanya ternganga dan menunduk ketakutan karena Pak Hendrik masih melotot ke arah kami dalam keadaan basah kuyup, celana panjang di gulung, rambut masih basah dan menetes, baju lengan panjang yang lengannya masih basah sebagian. Sepertinya Pak Hendrik habis membuktikan diri untuk berenang di empang dekat sekolah dan lupa tidak membawa handuk sehingga masih kelihatan basah kuyup.
                  
                   Pada hari Minggu...

                   "Wah, ramai juga nih kolam renangnya, Astagfirullah...astagfirullah...itu perempuan..." Seru Angel sambil mengalihkan perhatiannya tapi tetap saja mencuri-curi pandang penasaran, ketika kami tiba di tepi kolam renang. Sebagian besar memang banyak di kunjungi oleh kaum perempuan pada hari ini.
                   "Husssh,...nikmatin aja Ngel...he...he...he" seru ku. Sedangkan Amir si pendiam yang hanya mulutnya saja diam tapi matanya jelalatan terus menatap liar pemandangan-pemandangan indah yang ada di kolam renang. Tidak henti ia memandang perempuan-perempuan yang memakai pakaian renang.
                   "Mir, heeiii...malu...dong...biasa aja ngeliatinnya..." Seru Kusmiran agak keras sehingga menarik perhatian sebagian para pengunjung kolam renang. Amir yang di tegur pun langsung malu dan memonyongkan mulutnya,
                   "Kurang keras kus...dasar tikus..." Seru amir yang protes terhadap ucapan kusmiran yang menurutnya terlalu keras sehingga menarik perhatian para pengunjung. Kami pun hanya tertawa melihat perilaku amir yang sewot dan muka merah karena malu.
                   "Hallo, here we are...gimana udah siap untuk latihan renangnya...ujar pak Hendrik tiba-tiba muncul. Pak Hendrik pada saat itu memakai celana street hitam ketat, badannya pun terlihat atletis dengan benjolan-benjolan otot di dada, lengan dan perutnya. Ia menenteng tas olahraga dengan logo merk internasional di sampingnya.
                   "Wooow, keren pak...otot-ototnya keren...biasa nukang di mana pak? Seru kusmiran terlihat kagum dan ingin memegang otot lengan pak Hendrik, namun tidak jadi karena di tepis oleh pak Hendrik yang tersinggung karena ucapannya.
                   "Jangan mulai lagi kusmiran! Atau gak jadi nih ngajarin olah raganya..." Ancam pak Hendrik ketus dan tidak mau kehilangan harga diri seperti kemarin.
                   Tidak lama kami pun berlatih berenang dengan pak Hendrik, belajar mengambang dan mengayun-ayunkan kaki dan tangan seperti katak yang sedang berenang. Terus dan terus... Alhasil untuk pelajaran mengambang pun sudah kami kuasai dengan cepat. Tinggal berlatih mengambang sambil mengayun-ayunkan kaki dan tangan berjalan di air dari ujung satu ke ujung yang lain. Lalu berlatih meluncur menggunakan gaya katak yang lebih mudah.
                   "Ternyata lebih mudah melakukannya," pikirku. Saking senangnya aku pun terus mencoba dan mencoba tanpa henti dari ujung yang satu keujung yang lain dalam jarak dekat. Karena mataku belum terbiasa membuka mata ketika berenang, alhasil aku membawa oleh-oleh jidat yang lebam terantuk dinding pinggir kolam..hi...hi...hi.
                   Hari itu kami sangat puas mendapatkan suatu pelajaran yang berharga karena sudah bisa berenang walaupun baru tahap pemula. Pulangnya pak Hendrik menagih pembayaran gaji seperti yang di janjikan. Namun di bayar oleh kami dengan lari...kabur meninggalkan pak Hendrik...sambil berteriak,
                   "Nanti pak kami hutang dulu," besok ya di sekolah kami beritahu...biasa di rapatin dulu," seru ku sambil tertawa nyengir meninggalkan pak Hendry yang terbengong-bengong.
                   Besok pagi pun, berita tentang sudah bisanya kami berenang tersebar di sekolah. Biasa...tukang sebarnya kusmiran...anak-anak sekolah pun penasaran dan akhirnya banyak ingin ikut belajar, sehingga sebuah ide pun muncul di kepalaku...
                   Selebaran surat kami bagikan kepada anak-anak sekolah kami. Dengan pemberitahuan untuk yang ingin ikut belajar renang wajib membayar uang tambahan 3000 di luar tiket masuk. Biaya tsb untuk membayar gaji instruktur yang akan mengajarkan renang. Ternyata peminatnya banyak, hampir seluruh siswa di sekolah kami ikut.
                   "Aan, apa-apaan ini..."Seru Bu Sri tiba-tiba muncul di hadapanku sambil melayangkan surat selebaran kami. Bu Sri dugaannya selalu tepat kalau yang punya ide pasti aku. Sehingga yang duluan di interogasi pasti ya aku dulu...
                   "Biaya untuk instruktur renang bu...khan perlu biaya juga untuk gaji orangnya..." Jawabku dengan tenang dan hati-hati takut membuat Bu Sri naik darah.
                   "Ohhh, hm...tapi benar ini di berikan semuanya ke instrukturnya." Tanya bu sri.
                   "Tadinya sih tidak...he he he, tapi sekarang sih iya bu," jawabku polos sambil menunduk, takut cengengesan ketawaku malah membuat sang ibu murka sehingga akan mengeluarkan taringnya.
                   "Ya bu, uangnya ini nanti semuanya akan di berikan ke Pak Hendry, kemarin pas di kolam renang pak Hendri nagih." Ujar sehat yang tiba tiba membuka suara. Aku pun menepukkan tanganku ke jidatku yang bengkak,...
                   "Alamat gak beres nih...perasaan gak enak...sehat...sehat...polos amat" Pikirku sambil meringis kesakitan karena lupa kalau jidatku lagi memar.
                   "Apa???" Seru bu sri berteriak kaget, shock...menampilkan mukanya yang tiba-tiba merah dan marah.
                   Benar...tidak lama kemudian pun pak Hendri datang dengan mistar panjang dan berteriak memanggil nama kami berempat...seperti yang sudah terjadi...kami pun menjadi penjaga tiang bendera lagi sampai bel pulang berbunyi. Sedangkan uang yang sudah kami kumpulkan pun, sudah jatuh ke tangan Pak Hendri.
                  
                   Di hari minggu kedua...

                   Keadaan kolam renang semakin ramai, sebagian besar berasal dari sekolahku. Kami sangat senang sekali karena seluruh siswa hadir, namun wajah pak Hendry dan pengelola pun terlihat masam dan mendung padahal hari sedang cerah. Aku pun pada akhirnya mengetahui masalahnya. Kolam renang tidak mampu menampung semua pengunjung yang masuk terutama dari sekolahku sedangkan pak Hendri mau tidak mau harus mengatur siswanya yang mau belajar renang akibat perbuatan kami. Ketika kami bertatapan muka dengan pak Hendri, muka beliau terlihat sebal dan melotot kepada kami semua. Kami pun hanya mengacungkan jempol dan kabur dari tempat tersebut.

"Selamat berkerja pak Hendrik..." Seru kami sambil tertawa senang.

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO