Siang itu semenjak
pulang dari sekolah, aku mengurung diri di dalam kamar. Rasanya malas sekali
untuk bermain dengan teman-temanku siang ini, selain karena udaranya yang cukup
panas, badanku cukup letih sehabis olah raga berat di sekolah. Terbilang berat sih tidak
juga, karena ketika jam olah raga hanya berdiri saja memandangi tiang olah raga
di tengah lapangan selama 2 jam…hi…hi…hi.
“kalian kalau lagi main bola kasti
lihat-lihat dong…masa jendela kepala sekolah di hajar sampai pecah
berantakan…itu lapangan sebesar itu memang gak bisa maen agak jauh sedikit dari
kantor kepala sekolah, untung gak kena kepalanya bapak kepala sekolah, bisa
semakin mengkilat kepalanya….loh???
kalian dengar tidak? Berdiri sana di depan tiang bendera sampai jam pelajaran
olah raga selesai!!.” Perintah Pak Hendrik guru olah raga. Alhasil selama jam
pelajaran olah raga, aku bersama lima orang temanku kering bagai ikan asin, di
tambah betis yang pegal karena terus berdiri.
Sesampainya di rumah ku habiskan
berliter-liter air minum seperti onta yang akan bersiap-siap untuk pergi ke
gurun pasir. Hanya minum yang aku pikirkan setelah sampai di rumah,
makan siang pun tidak secuil pun
tersentuh olehku. Lalu pergi ke kamar untuk merasakan empuknya kasur tidur
dengan di temani oleh radio butut yang terus stay in di Frequency radio kegemaranku. Kebetulan yang sedang di
putar adalah lagu-lagu barat yang sedang di gemari oleh anak-anak muda kotaku.
Semenjak di sekolah mengajarkan bahasa Inggris, aku begitu getol mendengarkan
lagu-lagu berbahasa tersebut. Keinginan ku untuk bisa berbahasa Inggris pun
begitu besar, entahlah mungkin karena seringnya aku menonton film-film barat
yang ada di televisi atau memang keinginanku suatu saat akan keluar negeri
amien mudah mudahan... sehingga obsesiku pun besar untuk bisa berbicara
Inggris. Tidak menunggu lamapun aku sudah terlelap tidur sampai menjelang Salat
Isya.
“An, besok ikut
sama papa ya…, Papa
mau mendaftarkan kamu di kursus bahasa Inggris. Tetapi harus janji, pergi dan
pulang sendiri tanpa di antar dan di jemput papa.” Ujar Papaku malam harinya ketika sedang makan malam. Kabar
tersebut tentu mengejutkanku yang baru bangun. Sebelumnya aku menggerutu kepada
mama kenapa tidak di bangunkan, karena nanti malam aku pasti akan sulit untuk
tidur. Kalau sudah sulit untuk tidur terpaksa harus mendengar raungan
suara-suara Anjing tetangga yang menakutkan.
“Siap Pa, Aan siap
untuk tidak seperti Jelangkung,” seruku bersemangat, apa urusannya dengan jelangkung? Kebanyakan baca buku cerita horror
sih.
“Tidak akan ku
sia-siakan kesempatan ini,” pikirku. Kuhabiskan jatah makan malamku dengan
menambah porsi dua kali seperti kebiasaanku. Namun kali ini aku benar-benar
lapar, karena tadi siang belum ada sesuap nasi pun yang masuk ke perutku.
Tepat sekali dugaanku,
malamnya aku tidak dapat tidur cepat. Terpaksa menghabiskan malam ini dengan
mendengarkan tembang-tembang lagu di frequency program radio kegemaranku serta
mendengarkan acara-acara lainnya seperti kirim-kirim lagu, dan lain-lain.
Lumayan semenjak aku sering mendengarkan radio tape, sedikit meredam suara
anjing-anjing berisik yang selalu melolong menakutkan sehingga terdengar ke
dalam kamarku ini.
Keesokan siangnya
sepulang sekolah, seperti yang sudah di janjikan oleh papaku, kami pun pergi
untuk mendaftarkanku kursus bahasa Inggris. Selama perjalanan aku
di beritahu papaku mengenai angkot apa saja yang harus aku tumpangi untuk
menuju kursusku, secara detail dan terperinci. Untuk sementara nanti ketika
kursus awal akan berlangsung, aku akan diantar papaku naik angkot supaya aku
dapat hapal rute dan jalan-jalannya, yah…istilah kerennya praktek lapangan….
Tidak lama tibalah
kami di depan bangunan tempat kursus bahasa Inggris. Cukup bergaya dan
mempunyai kesan bangunan tua, “Shailendra English Course” Nama tempat
kursus tersebut tercetak di dinding bangunan tersebut secara besar. Tulisan
tersebut menghiasi dinding lantai dua berjejer besar dari ujung bangunan sampai
ujung satunya lagi. Bangunan ini memang berlantai dua dengan bergaya setengah
lingkaran karena memang letaknya di pertigaan pinggir jalan utama. Jika di
lihat dari pinggir jalan akan terlihat pintu-pintu kelas berjejer dari lantai
satu dan lantai dua bangunan tersebut. Dengan pintu-pintu besar bergaya lama
yang terbuat dari kayu…entah dari kayu apa…maaf
bukan tukang kayu sih…. Tidak ku sengaja dapatku intip kedalam kelas
terdapat meja yang tersusun rapi dengan tempat duduk bangku yang memanjang.
Papan tulis didepan menghiasi dominan di depan kelas. Hampir semua kelas
berstandar seperti itu, tidak ada bedanya dengan yang lain.
“cukup besar juga
tempat kursusnya yah,” ujarku kagum.
“kira-kira ada berapa
ya jumlah muridnya?” tanyaku berbasa basi kepada papaku karena ingin tahu,
namun aku tidak menunggu jawaban lama karena tiba-tiba bel listrik berbunyi dan
terlihat puluhan orang keluar dari kelas atas dan bawah secara bersamaan dari
masing-masing ruang kelas yang ada.
Terperangah aku
melihatnya, ternyata cukup banyak juga muridnya. Pantas saja jumlah kelasnya
banyak, kalau di dihitung-hitung ada sekitar 20 kelas belum yang ada di dalam
gedung.
”wah…wah…seperti
kandang burung saja ya.” Ujarku sambil membayangkan kandang burung yang
mempunyai jumlah pintu yang banyak seperti yang kulihat di sebuah rumah dekat
sekolahku.
“Aan bae (aan saja maksudnya),” ujar ku kepada pihak adminstratif. Administratifnya
kebetulan seorang perempuan muda cantik, berkulit putih dan berkaca mata.
“Kalau perempuan cantik aku pasti
semangat nih menjawab pertanyaannya.” Pikirku nakal sambil senyum senyum
sendiri.
Perempuan tersebut hanya tertawa
karena sebenarnya tujuan pertanyaannya kepada papaku. Aku terus menjawab
pertanyaan perempuan tersebut dengan semangat tanpa mengendurkan tatapan ku
kepadanya.
He…he…he…tumben berani an,” ujarku
dalam hati, maklum ada papaku, biar di bilang aku berani kalau berhadapan
dengan perempuan dan tidak di bilang penakut lagi.
Ketika selesai masalah adminstrasi,
aku pun di berikan buku panduan untuk bahan pelajaran. Buku pelajarannya pun
ada 3 buah, satu berwarna putih untuk bacaan, buku kedua berwarna hijau untuk
materi grammer atau tata bahasa, ketiga merupakan buku tugas seperti LKS
(Lembar Kerja Siswa) Aku pun terdaftar masuk kelas beginner A. Setiap tahap
atau kelas di mulai dari Beginner, Elementary, Advance dan Intermediate.
Setiap Tingkat harus di tempuh
dari A sampai ke C baru bisa naik tingkat atau grade.
“Waduh..waduh….cukup ngejlimet juga,” pikirku
sambil mengeleng-gelengkan kepala.
"Tapi ya...apa boleh buat harus
ku ikuti, biar bisa ngomong bahasa Inggris paling tidak kalau ada lagu barat
yang aku suka, aku bisa mengertilah artinya."
Keesokan harinya, seperti biasa
bersama dengan gank, aku mengumumkan sudah masuk kursus bahasa Inggris. Yang di
maksud dengan gank adalah teman temanku yang sering berkumpul bersama dan besar
bersama. Bahkan ada yang dari TK sudah bersama sama. Aku, Angel dan Amir adalah
satu TK dan SD bersama sama kembali. Sedangkan Kusmiran dan Sehat sudah bersama
sama dengan kami bertiga dari kelas 1 SD. Tidak heran kebersamaan kami ini
disebut sebut gank anak nakal karena kami terus yang sering berulang di dalam
sekolah.
“Serius an, dimana? Ujar Sehat
dengan mimik muka serius. Aku pun serius menceritakan tempat aku mendaftarkan
kursus. Anak-anak gank ku pun sepakat untuk masuk bersama-sama di tempatku.
Akhirnya bukan hanya gank ku saja yang masuk, semua anak-anak sekolahku pun
masuk di tempat kursus tersebut.
Awalnya ada rencana pihak sekolah
ingin mengkoordinir kursus di lingkungan sekolah, dengan di koordinir oleh Ibu
Sri mulyati bersama dengan guru bahasa Inggris bu Yani, namun akhirnya rencana
tersebut sukses gagal, karena tidak ada murid satu pun yang berminat. Semuanya
sudah beramai-ramai masuk ke tempat kursusku, seperti biasanya Ibu Sri Mulyati
pun bertambah sebal terhadap diriku karena rencanya kali ini gagal maning.
“He...he…he…siapa suruh untuk
ngadain kursus di sekolah...membosankan…tempatnya itu..itu…lagi,”
Alhasil acara kursusku bertambah
seru dengan kehadiran teman-temanku. Papa ku pun tidak perlu repot untuk mengantarku
menunjukkan jalan. Cukup dengan kami berlima pun, sudah bisa sampai di tempat
kursus. Awal kelas pun di mulai, yang biasanya di isi oleh sesi perkenalan
terlebih dahulu semua murid. Murid di kelas ku cukup banyak juga berjumlah 30
orang. Setengahnya ternyata dari sekolahku, sisanya ada di kelas sebelah...hi..hi...hi...
"Namaku Aan, asal sekolah dasar
1 Sungai Musi, aku masuk kursus ini di ajak oleh papaku." Itulah isi
perkenalan singkatku lalu di translate oleh guruku menjadi bahasa inggris yang
harus aku ucapkan kembali.
"My name is Aan, my elementary
school 1 Musi River, I know about this course Place from my father. Thank
you." Isi translate bahasa Inggrisku yang kuucapkan terbata-bata.
"My name is Sehat, My
Elemantary school 1 Musi River, I know about this course place from aan. Thank
you." Isi translate bahasa Inggris Sehat Wahyudi, seterusnya kusmiran,
Angel dan Amir, mengucap hal yang sama dengan ujungnya namaku. Guru bahasa
Inggrisku hanya menggeleng-gelengkan kepala karena setengah dari kelas ini
mengucapkan namaku.
"You are so very famous between
your friends, wow its great...," ucap guru bahasa inggris kami yang belum
bisa ku mengerti. Aku pun hanya nyengir mendengar ucapan guruku.
"Apa
an, bu guru bilang kamu lemas...emang kamu belum makan an? Seru sehat...
"Shhhht,
maksud bu guru femes...femes itu artinya....sebentar" Setengah berpikir
untuk mengingat-ingat apa artinya femes, apakah sama seperti “femel” (famale)
perempuan. kata-kata yang sering aku jumpai di pintu kamar mandi kalau di
mall-mall. Berarti keperempuan-perempuanan dong...akh...gak mungkin...mungkin
femes karena mendekati ke perempuan, perempuan itu cantik..ooo mungkin
maksudnya ganteng. Pikirku.
"Femes
itu ganteng artinya sehat," lanjutku setelah lama berpikir. Sedangkan
sehat dan teman-teman ku yang lain setelah mendengar penjelasanku hanya melotot
tidak setuju dengan pendapat yang kuutarakan...
Banyak
yang kudapatkan kata-kata baru dari kursus hari ini. Kata-kata tersebut harus
di hapalkan dan akan di test untuk pertemuan selanjutnya. Begitulah hari demi
hari, setiap seminggu tiga kali, aktifitas ku di luar rumah dan sekolah
bertambah.
Namun ternyata banyak godaan juga di luar sana, ketika memang akses ke tengah kota terbuka. Apalagi bagi kami anak-anak yang baru melek tengah kota, banyak godaan yang lebih menarik daripada harus belajar bahasa Inggris. Antara lain adalah games ding dong. Games ding dong adalah sebuah mesin games yang di rancang mempunyai permainan-permainan per games tiap mesinnya. Cukup seru juga untuk dimaenkan dan pada saat itu sedang trendnya games street fighter.
Namun ternyata banyak godaan juga di luar sana, ketika memang akses ke tengah kota terbuka. Apalagi bagi kami anak-anak yang baru melek tengah kota, banyak godaan yang lebih menarik daripada harus belajar bahasa Inggris. Antara lain adalah games ding dong. Games ding dong adalah sebuah mesin games yang di rancang mempunyai permainan-permainan per games tiap mesinnya. Cukup seru juga untuk dimaenkan dan pada saat itu sedang trendnya games street fighter.
"An,
pulang maen games ding dong dulu ya," seru kusmiran disambut kata-kata
sepakat dari anak-anak yang lain. Ya apa boleh buat, untuk seterusnya setiap
janjian sebelum masuk pasti di arena games dingdong yang tidak jauh dari tempat
kursus, pulangnya pun begitu. Terkadang karena lupa waktu sering telat ataupun
bablas sama sekali. Lama-kelamaan pada akhirnya kegiatan kami pun di ketahui oleh
teman-teman yang lain serta menyebar dari mulut kemulut hingga akhirnya singgah
di telinga ibu guru wali kelasku Sri Mulyati.
"Aneh memang cerita ini, masa dari
kelas 1 sampai kelas 5, wali kelasnya bu sri Mulyati melulu?"
"Sudah di setting ya
bos..., jadi harus terima kalau wali kelasnya ibu sri mulyati ya, minta maaf ya
bu he...he...he."
Kembali ke bu Sri
mulyati...kami pun di panggil berlima, disidang dan didakwa dan akhirnya dengan
sangat terpaksa kami pun mengaku. Bu Sri terlihat puas dengan pengakuan kami,
apalagi melihat pengakuanku. Ada nada kemenangan tertampak di wajahnya karena
telah berhasil untuk kembali menghukum si bandel aan.
"Dengan ancaman
di beritahukan ke orang tua sih, kalau gak di ancam kami juga gak bakalan
ngaku," pikirku dengan setengah dongkol.
Sebagai hukumannya aku
dan kelima temanku pun di hukum berdiri lagi di depan tiang bendera selama
pelajaran bu guru Sri mulyati selesai. Melihat kami di hukum berdiri di tiang
bendera, pak kepala sekolah pun kalang kabut panik dan berusaha mencari guru
terdekat yang bisa di tanya.
"Itu anak-anak
bandel, kaca mana lagi yang di pecahkan sama mereka!!! Dengan setengah
berteriak berusaha mencari guru untuk di mintai keterangan. Setelah di jelaskan,
barulah ia mengerti dan menghela napas lega..."Kalau bisa yang lama
ya!!!" teriak pak Kepala Sekolah merasa puas.
Hukuman tersebut tidak
menghentikan kebiasaan kami, kami pun hanya memindahkan tempat bermain
dingdong. Berjanji untuk saling mengingatkan, tepat waktu untuk masuk ke
kursus, itu saja solusinya. Biar tidak ada yang curiga dan semuanya nyaman
berjalan. Sebenarnya kami sadari ada baiknya juga teguran dari teman-teman kami
sendiri, agar tidak menyia-nyiakan waktu kursus. Sehingga pada akhirnya kami
pun terus berjalan sesuai dengan jalur yang benar.
Setelah berpuas diri dengan
apa yang didapat dari kursus bahasa ingrisnya, serta dengan
perkembangan-perkembangan tata bahasa yang ia kuasai, Aan pun dapat sedikit
demi sedikit bisa berbicara bahasa Inggris dalam fase perkenalan. Mengerti
beberapa kata-kata yang di ucapkan di lagu-lagu barat dan beberapa film barat,
seraya mengingat-ingat kata-kata baru yang ia dapatkan. Kini aan kecil pun
mencari kegiatan lain untuk mengisi waktu senggang lainnya.
No comments:
Post a Comment