Malamnya....
Ramai
sekali malam ini, papa datang bersama dengan para saudara, paman dan adik
adikku. Di ranjang sebelah juga sedang berkumpul saudara saudaranya si makhluk
cantik. Aku akui kalau keluarga mereka, adik adiknya juga cantik sehingga tidak
heran jika hal tersebut sangat menarik perhatian para saudara dan adik laki
laki ku. Tidak heran, jika mereka tidak beranjak sama sekali keluar dari
kamarku ini. Tidak seperti sebelumnya, beberapa waktu yang lalu ketika kami
sekeluarga menjenguk feby anak dari Mama Nawar (panggilan Mama adalah panggilan
untuk paman atau saudara laki laki tertua di Palembang) yang masuk rumah sakit.
Hanya sebentar bersalaman dan menanyakan kabarnya Feby, aku dan adikku akhirnya
nongkrong di luar kamar dan membiarkan mama dan papa mengobrol di dalam kamar.
Tapi kali ini mereka tidak beranjak sedikitpun dari tempat mereka. Aku pun
hanya tersenyum melihat kelakuan para saudara dan adik laki laki ku.
“satu keluarga memang mata perempuan, meihat
perempuan cantik pun luluh, dasar” pikirku sambil memperhatikan satu
persatu adik laki laki serta saudara laki laki ku lainnya, yang memang saat itu
sangat kalem sekali tidak seperti biasanya. Merasa dipandangi satu persatu
mereka pun dengan kalem tetap tersenyum, walaupun mata mereka tidak lepas
mencuri curi pandang ke keluarga sebelah.
Dikantor
medis faviliun, tampak dua orang suster sedang membereskan berkas berkas pasien
yang masih terpakai dan tidak terpakai. Sedangkan jam sudah menunjukkan waktu
pukul 22.30 Malam dan sebentar lagi Shift Malam akan bertugas menggantikan
mereka. Tampak dari jendela kaca yang mengarah ke belakang ruang medis ini
cahaya temaram lampu lampu jalan yang berada di seberang kali buatan. Kali
tersebut membatasi Rumah Sakit dengan Jalan Kompleks Perumahan, yang kabarnya
kali tersebut sudah ada sejak lama semenjak Belanda menguasai daerah ini. Angin
lembut membawa bulir bulir air yang turun dari langit tampak berjejer tak
beraturan memenuhi jendela kaca kantor medis ini. Suara air yang konstan
beraturan bertemu dengan benda benda keras bergelotak membentuk irama hujan
rintik rintik yang menghiasi malam yang kelam ini.
Ruangan
ini berbentuk persegi panjang dengan pintu masuk berada di tengah dari
pedesterian panjang yang menghubungkan faviliun satu dengan yang lainnya. Sedangkan
meja resepsionis berada di samping dari pintu masuk untuk memantau tamu tamu serta
berfungsi sebagai tempat melapor pasien yang baru masuk dan juga keluar. Dari Meja
resepsionis, terlihat pedesterian di dalam faviliun yang menghubungkan kamar
pasien. pedesterian tersebut melingkar sampai pada akhirnya akan berakhir
kembali di depan meja resepsionis. Ditengah faviliun ini juga di percantik
dengan adanya taman hidup dibawah atap terbuka sehingga udara segar tetap
terjaga.
“Sus
ini pasien anak yang 3 hari lalu sudah meninggal sudah di data belum?” seru
suster yang bertubuh langsing dan mempunyai muka yang bulat serta memakai
kacamata. Ia tampak memegang sebuah map yang isinya beberapa berkas. Tampak di
depan map tersebut tertera sebuah nama “Aditya Suseno” (mohon maaf jika ada kesamaan nama)
“belum
sus, itu masih menunggu karena kasusnya masih ditangani kepolisian. Kebetulan
masuk ke UGD keadaannya sudah dalam kondisi pengaruh obat terlarang dan tidak
sadarkan diri bahkan jika sadar muntah dan pingsan kembali, terus berulang
ulang. Di UGD sudah ditangani dan keadaannya sudah mulai membaik namun ketika
masuk ke Faviliun ini keadaanya malah kembali drop dan tidak tertolong lagi.”
Jelas Suster yang bertubuh gemuk tidak bergeming ketika menjelaskan, sambil matanya
terus memperhatikan satu persatu berkas berkas yang ada atas mejanya. Tubuh
gemuknya terlihat sampai memenuhi lengan kursi yang di dudukinya. Belum lagi
lipatan pipinya tampak menggembung searah dengan kepala yang tertunduk.
“3
hari juga faviliun ini mengalami kejadian aneh semenjak anak tersebut pergi,”
Gumam sang suster yang bertubuh langsing, sambil meletakkan tumpukan map tadi
kearah meja suster gendut dan mengambil tumpukan kertas lainnya yang memang
sudah disepakati harus di pindah ke ruang arsip atau tetap di lemari failing
faviliun ini. Suster gendut pun mengerlingkan matanya lalu menoleh ke arah
suster langsing tersebut. Lalu matanya menatap tajam ke arah suster tersebut.
“jangan
membuat cerita cerita aneh yang bisa membuat pasien dan para keluarganya resah
suster, sudah kewajiban kita untuk mengurus mereka dan membuat mereka nyaman
sehingga keluarga yang sakit bisa cepat sembuh.” Serunya tampak berwibawa,
namun ia pun menambahkan dengan suara lebih pelan, ”Bukan kali ini saya
mengalami kejadian ini, namun 10 tahun karirku dan semenjak rumah sakit ini di
dirikan aku pernah mengalami hal hal aneh namun memang belum pernah sampai
bertemu....” tampak sang suster menghembuskan nafas dan seperti berat untuk
berkata kata kembali namun ia pun melanjutkan, “...memang...sekarang yang
sering terjadi hal hal aneh di faviliun ini semenjak selesai di bangun,” Nadanya
pada akhirnya setuju dengan apa yang diutarakan sebelumnya oleh suster yang
bertubuh langsing tersebut.
Suster
yang bertubuh langsing pun tersenyum dan meminta maaf. Dia memaklumi ucapan
suster gendut tersebut karena memang dia adalah suster paling senior di rumah
sakit ini sedangkan ia baru 1 tahun. 1 tahun pertama di habiskan bertugas di
faviliun Melati. Baru genap 1 tahunnya diangkat jadi suster tetap di rumah
sakit ini, dia mendapat tugas untuk berjaga di faviliun Delima. Sampai dengan
malam ini ia sudah berusia 1 tahun 10 hari bertugas di rumah sakit ini. 10 hari
bertugas di faviliun Delima, ia pun sudah merasa ada kejanggalan yang terjadi
di faviliun ini.
Menurut
cerita, di awal berdirinya rumah sakit ini, faviliun Delima merupakan kompleks
kamar mayat. Seiring dengan bertambahnya peningkatan pelayanan dan pasien yang
masuk, maka Rumah sakit ini memindahkan kamar mayat dan menjadikan tempat
sebelumnya sebagai faviliun Delima. Dilihat dari kondisinya memang Faviliun
Delima merupakan faviliun paling baru diantara faviliun lainnya. Namun semenjak
didirikan banyak kejadian diluar nalar yang terjadi baik di alami oleh pasien
dan keluarga beserta staff medis Rumah Sakit.
“Jika
dulu sering muncul hal aneh dari arwah penasaran yang menghuni kamar mayat, namun
sekarang ini malah arwah penasaran dari orang orang yang meninggal di Faviliun
ini,” Gumam Suster gendut sambil kembali menghembuskan nafas dan menarik tinggi
tubuhnya keatas untuk meluruskan badannya yang sedari tadi menjadi tumpuan dari
berat tubuhnya. Sedangkan suster yang bertubuh langsing malah berdehem dan
merapatkan diri ke arah suster gendut karena perkataan suster tersebut bukannya
mencairkan masalah malah menambah suasana seram di antara keduanya. “padahal di
Faviliun lain banyak yang meninggal tapi tidak pernah ada yang mengalami hal
hal aneh,” Sambung Suster gendut sambil menekuk kepalanya kebelakang untuk
merenggangkan otot otot lehernya yang tegang karena terlalu lama menunduk. Lalu
kembali terpekur menghadapi dokumen dokumen yang ada didepan mata mereka. Sedangkan
Suster yang bertubuh langsing sekarang tampak berlutut di bawah untuk
membongkar arsip yang ada di lemari bawah tersebut.
“Sus......saya
boleh minta tolonggggggg......” terdengar suara laki laki yang tiba tiba
terdengar nyaring sampai kedalam ruangan. Asal suara tersebut berada di luar kamar
medis, tepatnya di pintu masuk pedesterian yang menghubungkan faviliun satu
dengan yang lainnya. Tidak sempat kedua suster tersebut menengok ataupun
beranjak dari tempatnya, suara tersebut terdengar lagi dengan lebih
menghipnotis sehingga membuat mereka terpaku dan lebih memilih berdiam diri.
“Sus.....saya
boleh minta tolongggggg......saya Adit sus....kamar 5...tolong saya Sus, saya
mau.....” suara tersebut awalnya menggema seperti suara pertama namun perlahan
lahan melemah dan terputus sama sekali sampai tidak terdengar apa apa lagi. Yang
terdengar hanyalah klotakan suara rintik air hujan yang turun membahasi jendela
kaca ruangan medis ini.
Tiba-tiba...
“Sus,
besok dokter kontrol jam berapa ya?” Seru suara seorang perempuan setengah baya,
memecahkan rintikan suara hujan dan membuyarkan kekakuan kedua suster tersebut.
Berdua secara refleks melihat kearah seorang perempuan yang tiba tiba hadir di
tepi meja resepsionis dengan muka oval dan bermata sipit serta mempunyai rambut
hitam pendek dengan berperawakan kurus. Kedua suster tersebut tampak sangat
terkejut dengan mulut teranga dan mata melotot melihat kehadiran tiba tiba perempuan
tersebut didepan mereka. Suster yang bertubuh langsing tampak refleks beringsut
mundur dan terduduk bersilang sedangkan suster gendut tampak tertekan
kebelakang kursi dengan raut muka tertekuk ke belakang. Perempuan yang melihat keterkejutan
mereka atas kehadirannya, juga sama sama kaget tidak menyangka kalau
kehadirannya bisa membuat hal yang sangat luar biasa bagi kedua suster
tersebut.
“apa karena aku mirip artis kali ya?”
pikir perempuan tersebut sambil masih tidak percaya kalau kehadirannya bisa
membuat kedua suster tersebut terkejut.
“atau....make up ku ada yang aneh? Atau memang
rambut ku acak acakan, ada belek gede, ada tahi lalat ngegede kali atau ada
bekas makan di bibir?,” seru perempuan tersebut tampak panik sambil meraba
pipi, mata, hidung tepi mulut sampai bibir dan rambutnya sendiri. Perempuan tersebut
celingak celinguk sibuk mencari kaca cermin.
“Cari
apa ya bu? Tanya suster yang bertubuh langsing sambil berdiri dan berusaha
untuk tersenyum ramah berusaha untuk melupakan apa yang terjadi barusan.
“Cari
kaca cermin atau punya kaca kecil rias kali sus,” Seru perempuan tersebut
seperti tampak memaksa dengan menempelkan tubuhnya ke meja resepsionis ingin
menggapai sebuah tas yang tampaknya tas suster tersebut.
“oh
ini bu, pakai punya saya aja,” Sekarang giliran Suster yang bertubuh gendut
yang menjawab dan mengambilkan dari dalam sebuah laci meja tempat duduknya. Sebuah
tempat bedak berwarna putih yang jika di buka terdapat kaca dan alas bedak. Perempuan
tersebut pun tidak menunggu lama, segera membuka dan langsung berkaca di depan
kedua suster tersebut. Sambil memperhatikan tingkah aneh perempuan yang ada
didepan mereka serta memastikan semuanya baik baik saja dan memang tidak ada
orang yang minta tolong. Suster gendut pun tergelitik dan penasaran sehingga
akhirnya keluar dari tempatnya dan meminta maaf untuk permisi ke depan pintu
faviliun sebentar kepada perempuan tersebut. Tidak beberapa lama suster gendut
pun kembali dan memberikan isyarat dengan dua lengan di bentangkan dan bahu di
naikkan ke atas kepada suster bertubuh langsing.
“tidak
ada siapa siapa,” serunya tanpa bersuara dan hanya isyarat bibir yang berucap
kepada suster yang bertubuh langsing.
“Semua oke dan tidak ada yang perlu di
khawatirkan,” pikir perempuan tersebut sambil memperhatikan permukaan kaca
cermin kecil tempat bedak yang ada di telapak tangannya. Pada akhirnya dia
menyadari bahwa kedua suster sedari tadi memperhatikan tingkahnya.
“Loh, tadi saya kesini mau apa ya?” Pikir
perempuan tersebut sambil tersenyum malu kepada kedua suster tersebut dan
mengembalikan tempat bedak kecil sambil mengucapkan terima kasih.
“Oh
ya.....” Seru perempuan tersebut seperti sadar dan ingat sesuatu yang
sebelumnya terjadi,” tadi kaget kenapa ya? Kok seperti melihat saya seperti
melihat artis atau hantu begitu loe,’ Ucap perempuan tersebut ingin tahu dan
berlagak seperti sudah kenal sangat dekat sebelumnya.
“Begini
bu..ta......” Belum selesai suster bertubuh langsing menyelesaikan
perkataannya, Suster gendut pun langsung berkata,” Ada yang bisa kami bantu bu?”
Serunya memotong dengan lembut dan sambil berdiri lebih dekat dengan suster
yang bertubuh langsing.
“Tadi
kita kaget bu, karena lagi benar benar fokus dengan kerjaan. Seperti yang ibu
lihat, dokumen yang harus kita sortir lumayan banyak,” Serunya menambahkan dan
sambil mengibaskan tangan seperti mempersilahkan perempuan tersebut melihat ke
tumpukan dokumen yang terkapar di meja dan tergeletak di lantai. Sambil
mengibaskan tangannya tidak sengaja mata suster gendut melihat ke arah dokumen
paling atas yang ada di meja yang barusan dia akan sortir. Sebuah map dengan
tulisan nama “Aditya Suseno” dan pada
garis bawah tertulis Kamar No 5 Faviliun Delima. Tanpak tertegun sebentar ia
pun mengalihkan perhatiannya ke arah perempuan di depannya.
“Ibu
dari kamar no berapa bu dan nama pasiennya siapa...hm tadi keperluannya apa ya
bu?” Tanya suster gendut sambil mencoba untuk tersenyum namun tetap saja tidak
dapat menyembunyikan sorot kegelisahan pada mata suster tersebut. Suster tersebut
pun kembali menoleh ke arah pintu masuk lalu kembali menatap perempuan
didepannya sambil mencoba untuk menarik nafas pelan menunggu jawaban.
Perempuan
tersebut tampak berpikir sejenak serta tampak tidak percaya atas jawaban dari
kedua suster tersebut. Namun sepertinya ia tidak mencoba untuk bertanya lebih
jauh. “Anak saya masuk ke kamar no 5 atas nama Aan, tadi saya tanya besok
dokter kontrol jam berapa ya? Karena saya harus pagi pagi pulang dahulu kerumah
untuk ngurus adik adiknya.”
Kedua suster tersebut pun saling berpandangan karena
sebelumnya ada yang meminta tolong atas nama Aditya, pasien anak yang baru 3
hari meninggal yang sebelumnya berada di kamar no 5. Sambil terbata bata dan dengan
sedikit bergidik gemetar karena kedinginan disebabkan tiba tiba angin berhembus
agak kencang dari arah pintu Faviliun, Suster gendut pun berkata, “beeeesooook
jam 8 pagi brrr, Dokter biasanya kontrol dan paling telat jam 9 bu brrr,”