“Hei, kenapa bengong an,"
tanya derry kepada aan yang bingung melihat perubahan air muka aan, yang
terpana menghadap ke luar pintu kamarnya.
Derry pun spontan ikut melihat ke
arah yang di tatap aan, ia pun berulang ulang ikut memperhatikan ke arah yang
di lihat aan, namun bertambah heran dan bingung karena tidak melihat sesuatu
yang aneh.
"An, hei...jangan berlagak
seperti baru melihat hantu," seru derry sambil melambai-lambaikan
tangannya menghalangi arah tatapan aan di mukanya.
Aan pun menepis tangan derry
sambil mengalihkan pandangannya dari arah pintu kamar ke muka derry.
"Nggak apa apa der,
cuma...ketika kita ngobrol, aku penasaran karena sudut mataku selalu melihat
sepertinya ada orang yang mondar-mandir di depan pintu kamar menuju kearah
kamar mandi. " Ujar aan berusaha menjelaskan dengan menunjuk-nunjuk ke
arah luar kamarnya.
"Makanya karena penasaran,
aku panteng untuk melihat, tapi kok memang gak ada yang lewat, aneh..."
lanjut aan seraya tangannya mengambil bungkus rokok kreteknya dan mengeluarkan
sebatang rokok lalu menyalakannya.
Asap rokok keluar dari sela sela
mulut dan hidung aan bergerombol saling berebut posisi untuk memenuhi ruangan
kamar yang luasnya hanya 3x3 m. Tidak lama kemudian ruangan kamar berganti aroma
tembakau rokok yang khas dan menyengat, serta di penuhi dengan asap yang
membumbung di langit langit kamar.
Aan merupakan salah satu penghuni
kost yang menempati kamar paling belakang. Di depan pintu kamar aan adalah 2
buah kamar mandi dengan pintu menghadap ke samping dan satu pintu akses keluar
menuju halaman belakang, yang juga berfungsi sebagai tempat menjemur pakaian.
Kamar ini paling disukai aan, selain karena tempatnya di belakang, penuh privasi
serta jendelanya mempunyai ventilasi paling baik diantara kamar-kamar lain di
rumah kost ini.
Rumah kost ini hanya mempunyai 5
kamar dengan luas yang hampir sama. Aan berasal dari kota Palembang, Sumatera
Selatan. Kebanyakan seperti orang Palembang lainnya, aan mewarisi warna kulit
putih, berparas seperti orang keturunan Cina dengan rambut hitam gelap.
Kebanyakan ciri ciri fisik aan mewarisi genetik ibunya yang asli Palembang.
Terlihat dari photo-photo keluarga yang di pajang aan di kamar kost-nya.
Seperti anak muda lainnya yang
baru menginjak dewasa. Pertemanan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup
mereka. Loyalitas yang tinggi terhadap teman-teman, sehingga tidak heran mereka
sering membentuk komunitas sendiri seperti gank atau kelompok yang satu hobby,
satu kelas ataupun satu kegiatan.
Begitu juga aan, ia mempunyai
sifat yang lebih sosial dan menjunjung tinggi teman. Sesama teman satu kost,
aan di kenal sebagai orang yang paling peduli dengan hidup teman-temannya.
Dikala anak anak sudah kehabisan kiriman uang dari orang tuanya, aan bisa
berbagi uang kiriman dengan teman-temannya. Hal ini bukan karena aan mempunyai
kehidupan yang berkecukupan, namun memang tanggal jadwal kiriman uangnya selalu
lebih awal di banding teman-temannya. Jika teman-temannya yg lain setiap tgl 1,
sedangkan aan sudah menerima di tanggal 25 setiap bulannya.
Gaya hidupnya aan juga tidak berlebihan. Masih suka berpuasa di hari senin dan kamis. Jarang sekali sarapan dan hanya meminum segelas air putih lalu ke kampus. Sifat yang rendah hati dan selalu mengalah membuat aan banyak di senangi teman-temannya. Aan bisa di pakai tempat berkeluh kesah, karena ia bisa sebagai pendengar yang baik, bisa di mintai pendapat, karena aan bisa memberikan masukan yang bisa di anggap tepat oleh anak anak yang lain. Mungkin karena aan anak pertama dalam keluarganya sehingga berpikiran lebih dewasa dibandingkan teman-temannya.
Gaya hidupnya aan juga tidak berlebihan. Masih suka berpuasa di hari senin dan kamis. Jarang sekali sarapan dan hanya meminum segelas air putih lalu ke kampus. Sifat yang rendah hati dan selalu mengalah membuat aan banyak di senangi teman-temannya. Aan bisa di pakai tempat berkeluh kesah, karena ia bisa sebagai pendengar yang baik, bisa di mintai pendapat, karena aan bisa memberikan masukan yang bisa di anggap tepat oleh anak anak yang lain. Mungkin karena aan anak pertama dalam keluarganya sehingga berpikiran lebih dewasa dibandingkan teman-temannya.
"Akh, perasaanmu saja an,
dari tadi aku yang duduk di sini gak ada mahkluk satupun yang lewat, tuhhhhh...loe
denger nggak? suara pay yang sedang mengobrol dengan rubby pun masih
terdengar.” Seru derry mengingatkan.
Kamar pay sebenarnya tidak persis
berada didepan kamar aan, namun agak menyamping dan tepat persis berada didepan
kamar nya Apri. Hal ini disebabkan karena pintu kamar aan memang persis berada
dilorong depan kamar mandi dan tepat mengarah ke pintu akses keluar pintu
belakang kost.
“An..kedengeran gak? Pay juga masih
ngobrol sama rubby," kata derry mengulangi kembali pertanyaannya, sambil
merebahkan badannya ke kasur. Aan pun hanya mengangguk anggukkan kepalanya sambil
terus termenung.
Kebetulan memang dery duduk di
depan aan. Posisi nya memang menghadap kearah luar kamar. Jadi Derry pasti
melihat siapapun atau bahkan seekor binatang pun, seperti kucing atau tikus
yang lewat. Derry merupakan teman satu jurusan dengan aan. Sengaja malam ini
derry menginap di kamar kost aan, karena kemalaman sehabis mengerjakan tugas
kuliah.
"Benar juga, suara rubby dan
pay masih jelas terdengar. Di sebelah ada apri yang sedang membaca majalah
misteri. Sedangkan robert dan Dion bermain catur di kamar depan." Batin
aan menerawang posisi teman-temannya.
Rumah ini merupakan rumah kost
yang di sewakan kepada mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri, di sebuah
tempat kota besar Jakarta. Posisinya persis di samping jalan raya menuju kampus
perguruan tinggi tersebut. Sudah tepat 1 bulan mereka menempati kost-an ini
semenjak mereka diterima menjadi mahasiswa.
Tepat di seberang kost merupakan
gang masuk ke sebuah kampung. Di muka gang yang juga persis didepan kost tumbuh
pohon waru yang besar sekali. Tidak jelas berapa umur pohon ini, orang kampung
juga tidak tau menahu mengenai asal usul pohon tersebut. Yang Jelas pohon ini
terlihat sangat tua jika di nilai dari besarnya batang pohon.
Rumah yang menjadi tempat kost
tersebut berasitektur gaya lama. Memang ada beberapa perubahan supaya
menampilkan seperti rumah-rumah kost lainnya. Seperti bagian depan ruang
berkumpul di beri Jendela kaca nako yang sangat besar.
Menurut penuturan pak de,
"Biar jelas kalau kalian melihat cewek-cewek kampus yang lewat di jalan
ini," jelas pak de sambil bercanda.
"Pak de" nama panggilan
yang di sebut oleh anak anak kost, merupakan orang yang mempunyai rumah kost
ini. Pak de sebenarnya tidak lama membeli rumah ini dari sebuah developer
property. Harga yang di tawarkan oleh pihak property pun sangat murah, tidak
sebanding dengan posisinya yang strategis di pinggir jalan. Dengan posisi rumah
seperti ini harganya pasti sangat mahal. Tetapi tidak dengan rumah ini, tidak
jelas sebelumnya siapa-siapa saja yang pernah menempati rumah ini.
Pak de bercerita ikhwal awal keinginannya
membeli rumah ini kepada setiap anak yang baru masuk kost pun, “tidak peduli
siapa saja yang menempati rumah ini dan apa sejarahnya.” Seru pak de didepan
anak anak kost
Pak de mempunyai tujuan membeli
rumah ini memang untuk di renovasi menjadi rumah kost, yang kebetulan beliau
berprofesi sebagai pengusaha rumah kost. Rumah kost yang di punyai nya terhitung
ada lima di beberapa tempat ibu kota Jakarta. Namun tidak tahu alasannya
kenapa, pak de memang tidak bertempat tinggal di rumah ini, hanya sebulan
sekali ia mengontrol rumah kost ini. Satu kamar pribadinya pun paling depan di
rumah ini dan selalu kosong. Hanya di tempati ketika ia berkunjung ke tempat
kost ini dan itu pun tidak pernah lama.
Berstatus tercatat sebagai
mahasiswa baru dengan lebel anak perantauan sangat beruntung mendapatkan tempat
kost yang masih baru. Letak yang strategis, dekat dengan kampus, transportasi
dan rumah makan mudah, sangat pas dan cocok untuk kebutuhan anak mahasiswa.
"Blentang..tong...prak"
Sebuah bunyi yang cukup keras berbunyi tepat di depan kamar, mengagetkan aan
dan derry.
Beberapa botol plastik tepat jatuh
di muka pintu kamar sehingga menimbulkan bunyi yang begitu keras dan cempreng
menyengat telinga dan melunturkan nyali. Melihat dari arahnya sepertinya di
lemparkan dari samping kamar aan.
Tidak lama kemudian muncul robert
dengan tidak memakai baju dan bercelana pendek casual memperlihatkan mukanya
yang tersenyum tanpa merasa bersalah.
"Kaget ya, curhat melulu
nih...gaplek dongggggg..." Serunya cempreng setengah berteriak namun dengan
logat jawa timurnya yang kental. Ia pun masuk lalu duduk disamping derry dan
tersenyum lebar memperhatikan kekagetan kami berdua.
Robert memang terlihat sangat
berumur. Dia mengaku sudah berumur 25 tahun, umur yang cukup tua sebenarnya
untuk memulai kuliah. Robert mengaku kepada kami bahwa, masa mudanya ketika
selepas SMU di habiskan berkerja di Jawa Timur, kampung asal tempat orang
tuanya, untuk membantu bisnis keluarga. Sementara itu orang tuanya sudah
bertempat tinggal di Bekasi Jawa barat. Setelah dirasa cukup menikmati masa
kerja, Robert pun kembali ke bekasi dan meminta untuk berkuliah.
Perutnya yang menonjol bulat
seperti kantung gandum serta mukanya yang kebapakan menambah kesan lebih tuanya,
melebihi umur anak-anak yang kost di rumah ini. Kesan pertama kali memang menimbulkan
rasa segan ketika berhadapan dengannya. Namun hal tersebut akan segera luntur jika
melihat kelakuan kocaknya. Walaupun sudah berumur, tapi tingkah robert masih
kekanak-kanakan. Karena sifatnya tersebutlah rumah kost ini selalu ramai, ceria
dan tidak membosankan.
Tidak beberapa lama muncul si
cungkring, Dion teman satu kamar Robert. Di sebut cungkring memang anaknya
sangat kurus bahkan kebih kurus kerempeng di banding aan.
Menu makannya pun selalu irit, setiap makan siang dan malam hanya memesan nasi dan telur plus kecap "tok". Pedagang warung makan dekat rumah kost pun sudah hapal betul dengan menunya. Sehingga tidak di suruh pun sudah inisiatif menyediakan. Menu di pagi hari pun hanya makan mie plus telor serta susu coklat. Cukup bergizi juga sih, tapi tetap saja tidak merubah timbangan badannya menjadi naik.
Menu makannya pun selalu irit, setiap makan siang dan malam hanya memesan nasi dan telur plus kecap "tok". Pedagang warung makan dekat rumah kost pun sudah hapal betul dengan menunya. Sehingga tidak di suruh pun sudah inisiatif menyediakan. Menu di pagi hari pun hanya makan mie plus telor serta susu coklat. Cukup bergizi juga sih, tapi tetap saja tidak merubah timbangan badannya menjadi naik.
Malam ini dion memakai celana
pendek basket dan tidak memakai baju. Terlihat persis seperti tengkorak hidup
yang sedang berjalan menuju tempat tidur pemakamannya.
"Gaplek yokkkk..."Serunya
sambil mengeluarkan kartu gaplek dari saku celananya dan membanting kartu
tersebut ke lantai. Terlihat guratan-guratan membentuk kerangka di dada ketika
membanting gaplek. Dion pun duduk bersila disamping robert, dengan spontan
mereka pun membentuk lingkaran berkeliling bagai menggelar suatu rapat kecil.
Tidak beberapa lama kamar sempit
itu pun penuh. Hadir juga pay, rubby serta apri. Pay dan dion berasal dari
daerah yang sama yaitu Cirebon. Walaupun dari asal yang sama tapi keduanya
tampak tidak akur. Perbedaan karakter masing masing individual sehingga membentuk
nilai sensitivitas yang tinggi di mata mereka berdua. Pada akhirnya keduanya tidak
bisa saling menerima perbedaan tersebut dan saling membenci.
Dion lebih terkesan cuek, asal
bicara sehingga tidak menyadari lawan bicaranya tersinggung atau tidak, namun
memang mudah bergaul dan tidak pilah-pilih teman.
Sedangkan pay lebih pendiam, berhati hati dalam berbicara serta sopan, sehingga terkesan lebih menutup diri. Pay tidak bisa menerima setiap perkataan ataupun guyonan yang bernada meremehkan atau tidak sopan, sedangkan Dion tidak pernah mau mengintrospeksi dirinya sendiri malah lebih sering mengolok-olok pay, karena pay tidak bisa menyembunyikan ekspressi rasa tidak sukanya dan lebih suka menghindar.
Sedangkan pay lebih pendiam, berhati hati dalam berbicara serta sopan, sehingga terkesan lebih menutup diri. Pay tidak bisa menerima setiap perkataan ataupun guyonan yang bernada meremehkan atau tidak sopan, sedangkan Dion tidak pernah mau mengintrospeksi dirinya sendiri malah lebih sering mengolok-olok pay, karena pay tidak bisa menyembunyikan ekspressi rasa tidak sukanya dan lebih suka menghindar.
Tidak beda halnya dengan pay,
rubby dan Apri yang mempunyai persamaan dalam bentuk tubuh gempal dan pendek,
hampir mempunyai karakter yang sama dengan Pay. Tidak heran jika ketiga anak
ini sangat dekat secara emosional. Hanya yang menjadi perbedaan asal daerah dan
hobby masing-masing.
Rubby yang berasal dari Sukabumi Mempunyai hobby seperti kebanyakan anak muda lainnya yaitu musik. Hanya Rubby, salah satu anak di kost an ini yang menguasai alat musik gitar, sekaligus mempunyai suara yang merdu. Karena mempunyai sifat yang tertutup, mungkin dengan musik Rubby bisa mengutarakan dan menyalurkan perasaannya. Sedangkan Apri berasal dari Jawa Timur, sangat kental dengan adat kejawen. Tidak heran jika hobby bacaannya adalah Majalah misteri serta hal-hal yang berbau mistis lainnya.
Rubby yang berasal dari Sukabumi Mempunyai hobby seperti kebanyakan anak muda lainnya yaitu musik. Hanya Rubby, salah satu anak di kost an ini yang menguasai alat musik gitar, sekaligus mempunyai suara yang merdu. Karena mempunyai sifat yang tertutup, mungkin dengan musik Rubby bisa mengutarakan dan menyalurkan perasaannya. Sedangkan Apri berasal dari Jawa Timur, sangat kental dengan adat kejawen. Tidak heran jika hobby bacaannya adalah Majalah misteri serta hal-hal yang berbau mistis lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut
sebenarnya bukan masalah dan tidak menimbulkan sesuatu yang merusak
persahabatan, apalagi posisinya dalam satu atap. Pada kenyataannya mereka sudah
dewasa dan mengerti kapasitasnya masing-masing. Sehingga masih bisa menempatkan
diri dengan baik dan benar dalam pergaulan.
Malam ini seperti hari-hari
sebelumnya, jika dalam keadaan kumpul, semua perbedaan tersebut lenyap. Berbaur
dengan perasaan kebersamaan, kebahagiaan dan suka cita anak kost-an yang saling
membutuhkan hiburan. Salah satu hiburan murah meriah dan tidak memerlukan uang
banyak yaitu bermain gaplek, catur, ataupun berkumpul menyanyikan beberapa
lagu. Kost-an ini memang tidak di lengkapi dengan media elektronik Televisi.
Paling hiburan elektronik satu-satunya adalah Radio tape recorder, dimana
setiap kamar mempunyai masing-masing satu.
"An, jam berapa nih,"
seru Robert, membuyarkan konsentrasi aan yang serius memperhatikan kartu gaplek
yang berada di lipatan tangannya.
"Jam 11 malam bet," seru
aan sambil melirik ke arah jam weker yang berada di atas radio tape nya
"An, setel radio
"genjreng fm" dong, buruan...keburu sudah mulai acaranya...serunya
dengan tidak sabar dan berusaha untuk menggapai tombol on/off nya radio aan
namun tidak sampai sehingga akhirnya mengurungkan niatnya.
"Buruan...an..acara nightmarenya sudah
mulai....sekarang malam Jumat khan?," sambungnya dengan nada memaksa,
sambil beralih meneruskan bermain.
Melihat kartunya lalu meletakkan salah satu kartu gapleknya merunut
sesuai jumlah bulatan merah kecil sehingga membentuk barisan kartu yang seperti
ular.
"Oh iya...ya... benar
sekarang malam Jumat," mengulangi perkataan robert, aan secepat kilat
menyalakan radio dan langsung menyetel frequensi Radio genjreng fm.
Terdengar suara penyiar radio yang
sedang mengudara diikuti dengan suara-suara menakutkan seekor srigala dan
gongongan anjing yang mencekam. Latar belakang suaranya pun diiringi dengan musik
musik horor klasik mencekam. Terkadang ada suara perempuan tertawa mengikik dan
mengeram diikuti dengan suara tangisan bayi dan eraman suara kucing berkelahi.
Setiap malam jumat acara radio genjreng fm mengudarakan acara interaktif
nightmares. Acara ini melibatkan pendengar yang mau berbagi cerita
pengalamannya mengenai alam lain atau misteri yang pernah di temui. Setiap
malam Jumat acara ini selalu menjadi rutinitas dan tidak pernah ketinggalan
walau satu hari pun.
"Pas banget acaranya baru
mulai, mantaplah," seru apri yang suka sekali dengan acara ini. Ia pun
mengubah posisi duduknya dengan agak santai.
Aan, dery, robert dan dion, masih
serius bermain gaplek sambil mendengarkan acara yang mengudara. Pay dengan
posisi berbaring tertelungkup di tempat tidur aan, apri yang bersandar santai di
dinding kamar dengan posisi di samping rubby yang sedang memegang gitar
kesayangannya. Robert, dion yang duduk bersila membelakangi pintu masuk kamar,
derry yang duduk membelakangi jendela kamar aan, sedangkan aan duduk menghadap
ke pintu kamar dan membelakangi radio yang sedang mengudara.
Semuanya khusuk memasang
telinganya masing-masing sambil masih memegang kartu gaplek, sibuk memasang
posisi senyaman mungkin. Sesekali anak-anak mengomentari penyiar radio atau
bahkan si pencerita. Bahkan apri dan robert sesekali mengklarifikasi
kejadian-kejadian yang sedang di ceritakan. Menambah suasana mencekam di antara
kami sebagai bumbu penyedap dari cerita yang sedang di bawakan. Ketika acara
yang di bawakan menunjukkan tanda tanda akan selesai, bersamaan dengan itu juga
turun hujan rintik rintik menyirami kediaman kost di malam jumat ini.
Ada sesuatu yang aan rasakan dari
tadi sore sampai malam ini. Perasaan seperti ada sesuatu yang memperhatikan
dirinya. Kali ini, ia merasa ada yang memperhatikan mereka yang sedang bermain
gaplek. Perasaan ini membuat ia bermain tidak fokus dan sering mengocok kartu
karena kalah. Terkadang aan terlihat memperhatikan sekitar atau sekeliling
mereka dan melihat keluar kamar dengan perasaan gelisah. Bertambah gelisah
ketika mendengarkan acara nightmare di radio karena suara-suara yang terdengar
seperti bukan dari Radio tetapi berasal dari dalam rumah ini sendiri. Seperti
ada penambahan suara perempuan di antara musik klasik horor, teriakan-teriakan
menakutkan dan lolongan srigala.
"Suasananya sangat tidak biasa,
tidak seperti malam biasanya. Mungkin karena cuacanya akan hujan dan bertambah
dingin dengan turunnya hujan rintik-rintik." Pikir aan, namun batinnya
berkata lain. Entahlah apa yang aan rasakan, ada sesuatu yang lain terjadi di
rumah kost ini.
"Apakah ini perasaannya
karena telah mendengarkan acara radio nightmares? Mungkin juga, " pikirnya
lagi. Namun hal ini berlangsung semenjak dari tadi sore sampai sekarang. Jika
di lihat dari kondisi teman-temannya yang lain, mereka sepertinya tidak
merasakan seperti apa yang aan rasakan. Teman-temannya terlihat lebih ceria,
tidak ada menampilkan mimik muka yang tegang atau pun gelisah seperti dirinya.
Malam pun bertambah larut sejurus
dengan selesainya acara nightmares. Menjelang jam 12 malam, mendadak bulu kuduk
aan meremang. Namun perasaan gelisahnya selalu di tepis aan dengan lebih banyak
bercanda dan fokus pada permainan. Namun beberapa kali bulu kuduknya meremang
sehingga akhirnya aan pun tidak tahan dan menjatuhkan semua kartunya ke bawah
tanda permainannya selesai.
"Guys, maaf nih...jujur
perasaan ku malam ini gak enak," seru aan.
"Kalau gak enak jangan di
makan an," jawab dion sambil tertawa berusaha bercanda. Sedangkan anak
anak lain menimpali hanya tertawa lirih.
Namun aan pun tidak tertawa,
sambil mengosok-gosok belakang lehernya yang sebelumnya terasa bulu kuduk. Berharap
dengan menggosok leher bisa meredakan bulu kuduknya yang meremang,
"Serius dion, ini bulu
kudukku meremang terus setelah acara nightmares..sepertinya ada yang terus
memperhatikan kita dech," lanjut aan sambil matanya mencari berkeliling
berusaha menemukan sesuatu yang dia cari.
Namun yang ia cari tidak di
temukan, malah aan melihat teman-temannya pada tertawa mengejek.
"Akh...penakut loe an," seru apri, "tenang, sudah di terawang
sama gue, gak bakalah ada setan ganggu," seru apri bangga.
"Iya an, tenang dukun apri
sudah bertindak," dukung pay mengaminkan pendapat apri.
Robert terlihat mendadak diam
setelah mendengar penuturan aan. Ia juga tidak menggubris guyonan dan ejekan
teman-temannya ke aan bahkan tidak tertawa dan terkesan hanya diam. Satu
persatu ia membereskan kartu yang berserakan di lantai, menyusun dengan rapi di
lipatan telapak tangannya. Setelah rapi, gaplek tersebut dikocok sambil melihat
ke arah muka aan dengan menampilkan senyuman yang di paksakan.
"Menurut sampeyan di rumah ini
ada apa an," seru robert menatap serius.
"Paling hantu nenek-nenek
an," dion menyahut menimpali perkataan robert.
"Aan...aan...ini cucu
nak..." Seru dion menirukan suara nenek-nenek, sambil raut mukanya di
ciutkan mengkerut dengan mata menyipit, serta tangan mengambai kedepan seperti
ingin mencekik. Yang lain pun tertawa melihat tingkah dion.
"Pas banget loe dion jadi
tengkorak hidup seperti itu. Berdiri aja di depan kostan jam segini di jamin
pada kabur anak anak yang mau lewat," seru rubby sambil tertawa.
"Dari tadi sore perasaanku
ada yang mondar mandir didepan kamar bet, kalau di lihat dari ujung mata
menyamping tapi ketika di lihat, gak ada siapa-siapa" ujar aan menjelaskan
sambil menunjuk ujung matanya sebelah kiri dan melihat ke luar kamar.
Robert kebetulan duduk menyamping
menghadap aan, sedangkan pintu kamar masuk ada di sebelah kanannya agak
membelakangi. Sedangkan yang paling membelakangi pintu kamar adalah Dion.
"Akh loe an, nakut
nakutin," seru dion sambil melompat menjauhi pintu kamar dan memandang ke
luar kamar.
Tepat memang di luar kamar adalah
pintu menuju akses keluar ke arah jemuran. Di sampingnya adalah kamar mandi
serta dapur, yang pada saat itu keadaannya gelap gulita karena lampunya memang
lagi putus.
"Yah, itu lagi an, tadi khan
udah di bilang gak ada siapa-siapa," kali ini derry berusaha menjelaskan
bahwa itu hanya hayalan atau perasaan aan saja.
Aan pun tidak menghiraukan
pendapat derry maupun teman-temannya yang lain untuk mengajak bercanda. Aan
sekarang menatap Robert yang kelihatan kali ini menanggapi masalah ini dengan
serius, terlihat dari sikapnya yang kali ini tidak banyak tertawa dan memasang
mimik yang cukup tegang.
"Aku pikir, Robert pasti tahu
apa yang terjadi di kost ini," batin aan pun berkata. "Dia pasti tahu
sesuatu." Sambung pikir aan.
"Bet, do you wanna say
something? Tanya aan. Melihat robert yang seperti menimbang-nimbang sesuatu
dalam pikirannya yang ingin ia utarakan. Terlihat dari cara mengkocok kartu
yang tidak teratur dan mukanya pun tertunduk berusaha menyembunyikan
kecemasannya. Ia pun menghentikan kocokan kartunya, mendorong pintu kamarku
sehingga tertutup sebagian dan mengeluarkan rokok Marlboro dari kantong celana
pendek casualnya, lalu mulai merokok. Sambil menghembuskan asap rokok yang
dihisapnya, robert pun berkata yang membuat anak-anak terdiam terpaku.
"Malam Jumat minggu kemarin
aku melihat sesuatu ketika akan ke kamar mandi...,"ujar Robert tidak
meneruskan.
Aan ingat, malam Jumat kemarin
ketika mereka bermain gaplek di kamar Robert, sambil mendengarkan nightmare.
Aan melihat perubahan pada wajah Robert sehabis kembali dari kamar mandi. Ia
begitu pucat dan ketakutan serta langsung berhenti bermain dan mulai merokok,
diam membisu. Robert malam itu begitu pendiam dan pintar menyembunyikan
perasaannya. Ia hanya menatap teman-temannya bermain saat itu, tidak ada lagi
celetukan-celetukan yang membuat kami harus tertawa. Misteri itu pun terungkap
malam ini dan menjadikan kami penasaran.
"Melihat apa bet," seru
rubby mendekatkan wajahnya kedepan sambil menatap Robert.
Sedangkan yang lain diam membisu
penasaran sehingga berusaha menyimak dan menunggu kata-kata selanjutnya dari
Robert. Kali ini semuanya melupakan apa yang sedang mereka lakukan dan
pikirkan. Semuanya senyap, suara yang terdengar kali ini adalah suaru Radio
yang sedang melantunkan lagu mancanegara, itu pun segera di kecilkan volumenya
oleh Rubby.
"Perempuan bergaun merah...ia
membelakangi ku dan rambutnya panjang,...ia bernyanyi dengan bergumam...tidak
jelas apa yang di nyanyikannya...ujar Robert pucat dan sambil matanya menatap
pintu kamar yang tadi di dorongnya untuk berusaha menutup pintu kamar aan.
Kalau aku perhatikan, Kali ini
robert berkata serius. Terlihat dari mimik muka robert yang pucat pasi serta
agak tersendat dalam berbicara. Tidak seperti biasanya, kali ini mukanya tidak
menampilkan kesan segan ataupun menarik orang untuk tertawa. Kesan yang timbul adalah masih ada rasa takut yang
tersembunyi di hati nya sehingga menampilkan muka pucat pasi tanpa darah, bibirnya
yang terbuka bercerita seperti bergetar ketakutan. Tidak ada lagi celetukan
kocak dari mulutnya. Semuanya diam membisu dan terpaku, tidak ada celetukan
kocak dari Dion teman sekamar Robert. Sepertinya Dion pun terpaku dan
mempercayai apa yang di bicarakan Robert.
Setiap orang yang berada dikamar
ini diam terpaku beberapa saat. Saling tidak percaya bahwa sudah satu bulan
mereka berada di kost ini dan tidak satu pun yang pernah mengalami, hanya
Robert dan kali ini pun Aan. Apri yang merasa punya keahlian dalam hal mistis
pun pada akhirnya membuka percakapan setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Bet, serius loh...kata apri
tidak percaya. "aku kok gak pernah merasakan kalau rumah ini ada
penghuninya," sambung apri.
"Masa sih, jadi penasaran
pengen ketemu,"sahut apri kembali dan mengambil ancang ancang untuk
berdiri. Ketika akan melangkah ke luar kamar dengan maksud ingin melihat tempat
robert bertemu dengan perempuan bergaun merah, tiba-tiba...
Klik...
Senyap...lampu padam...
Aan melihat ke arah jendela untuk
melihat siluet lampu tetangga dan ternyata menyala...kesimpulannya hanya
listrik kost kami yang padam.
Suara satu-satunya adalah desahan
napas dan degupan jantung mereka yang berdebar kencang...
Tiba...tiba...entah dari mana
asalnya muncul suara perempuan yang sedang menggumamkan sebuah lagu. Entah lagu
apa...suara perempuan tersebut seperti terpendam atau tertahan suatu dinding
namun jelas terdengar.
Braaaaaak....
Tiba-tiba entah dari mana ada
angin yang begitu kencang menghentak pintu kamar aan, sehingga pintu tersebut
membentang terbuka. Sangat mengagetkan, membuat beberapa dari kami hampir meloncat
dari tempatnya dan reflek merapat saling berdesakan. Debaran jantung kami satu
sama lainnya bisa terdengar, saking rapatnya kami berdekatan.
Malam ini kebetulan malam bulan
Purnama, siluet sinarnya pun menembus kisi-kisi dapur dan kaca ventilasi kamar
mandi, menyinari bagian dapur, di tambah siluet dari lampu tetangga belakang
rumah. Tempat yang tadi di ceritakan robert pun terbentang di depan kami di
terangi siluet sinar bulan yang masuk. Tidak ada siapa pun di sana, namun suara
perempuan bergumam menyanyi pun masih terdengar. Terkadang menjauh terkadang
mendekat....
Apri yang tadinya bernyali ingin
bertemu...kini terlihat meringkuk ketakutan dan memejamkan mata sambil
berkomat-kamit. Ingin rasanya lari, tapi entahlah ada sesuatu yang menghalangi
mereka melakukan hal tersebut. Kenyataannya di depan mereka tidak ada
penampakan apapun. Hanya ada suara...dan kemungkinan itu pun bisa terjadi dan
hanya bisa menduga-duga di dalam hati...dimana asalnya suara tersebut.
Sedangkan untuk lari keluar, mereka harus melewati lorong kamar yang
kemungkinan makhluk bergaun merah tersebut ada disana. Tempat yang aman ya di
sini berada bersama teman-teman.
Muncul angin dingin yang bertiup
sepoi sepoi dari luar kamar ke arah mereka. Angin dingin yang membawa aroma bunga
melati sehingga membuat bulu kuduk mereka bertambah meremang. Suara gumaman
perempuan tersebut masih terus terdengar, bersamaan dengan tiupan angin dingin
yang mengusap muka mereka yang pucat pasi, terpaku, dan dingin.
Entah beberapa waktu mereka seperti
ini, tiba-tiba...
Dari samping kiri pintu kamar
muncul dengan pelan sekelebatan perempuan bergaun merah dengan rambut panjang
sepinggang melintas di hadapan mereka menembus dinding kamar mandi dan
menghilang. Kemunculan tersebut sempat membuat aan dan teman-temannya menahan
napas terperangah tidak percaya, semua persendian terasa kaku, jantung serasa
mau copot keluar, lidah pun kelu dan kering tanpa air liur.
Bersamaan dengan menghilangnya
perempuan tersebut, listrik pun menyala. Aan dan teman-temannya masih terpaku
di tempatnya. Aan pun masih terlihat melotot ke arah tempat hilangnya perempuan
tersebut. Satu-satunya yang menyadarkan mereka adalah munculnya semi si tukang
mie 24 jam di depan pintu kamar aan.
"Woiiii, kirain sudah pada
tidur...listrik turun gak ada yang naekin,"teriaknya lantang.
Wajah bulat semi yang polos dengan
senyuman dan suara sundanya yang khas, terngiang dan terpampang jelas di mata
kami. Menyadarkan mereka semua dari kekakuan atas kejadian barusan. Sadar atas
apa yang terjadi, tanpa di komando, mereka pun lari lintang pukang ke luar
rumah. Tujuan satu-satunya adalah menuju warung mie semi, mereka kabur tanpa
berpikir panjang serta meninggalkan semi yang berdiri mematung, bingung, di
tinggal sendiri di pintu kamar aan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 1.30
malam ketika tiba di warung semi. Warungnya memang tidak jauh dari kost,
tempatnya pun berada di samping pohon waru depan kost mereka berada. Selain
tempat kost, warung semi memang merupakan post kedua tempat berkumpulnya para
anak anak kost yang memang doyan bergadang. Namun untungnya kali ini anak-anak
kost lain tidak ada, hanya ada mereka dan dua orang petugas ronda yang cukup
tua.
Tidak menunggu waktu lama, semi
pun akhirnya mengetahui apa yang terjadi. Petugas ronda yang sedari tadi
menyimak penuturan kami pun akhirnya angkat bicara.
"Dahulu, bangunan yang jadi
kost kalian tidak sebesar ini. Hanya setengah dari bangunan sekarang. Di
belakang rumahnya tumbuh pohon waru menaungi rumah tersebut. Pemilik rumah itu
dahulu mempunyai seorang anak perempuan yang mati gantung diri di pohon waru
tersebut. Sebab gantung dirinya masih menjadi tanda tanya orang kampung dari
dahulu. Kebetulan anak perempuannya menyukai pakaian-pakaian yang berwarna
merah, sehingga ketika gantung diri pun ia memakai gaun tidur berwarna
merah." Jelas pak tino si petugas ronda. Pak tino merupakan orang paling
tua di kampung tersebut. Usianya sudah 78 tahun dan terlihat masih kuat untuk
menjadi hansip petugas ronda kampung ini.
"Sudah puluhan orang yang
menjadi penghuni rumah tersebut, tidak ada yang betah," lanjut pak tino.
"Apa? Puluhan..." Seru
aan dalam hati.
"Wajar kalau puluhan orang
yang menempati tidak betah, wong setannya juga berani menampakkan diri sama
orang banyak,"seru apri. "Baru kali ini setannya juga berani."
Sambungnya.
Pak Tino hanya tertawa, "gak
usah takut, ia biasanya hanya menampakkan diri satu kali, istilahnya
perkenalanlah dengan orang baru, setelah itu menghilang," jelas pak Tino
berusaha menghibur. Tapi terdengar seperti konyol juga menurut aan.
"Yang di khawatirkan ya
itu...orang-orang baru yang menginap atau main di kost-an kalian. Pasti akan di
ganggu," ujar pak tino.
"Masa begitu sih pak? Kok
bapak tau," seru pay menyelidik dan curiga.
"Saya pernah ngontrak di
rumah kost kalian, cukup lama juga, ada 3 tahunlah." Jelas pak Tino sambil
berdiri dan memberikan uang sepuluh ribuan kepada semi sang tukang warung.
"Ayo dek, saya ngelanjutin
rondanya ya, saran saya...terusin saja kost nya. Kost kalian sangat bagus,
strategis dan paling bersih," jelasnya menasehati sambil membayar dan
pergi keluar warung untuk kembali meronda.
Penuturan Pak Tino membuat
perasaan sedikit lega juga, namun masih tetap penasaran. Mungkinkan perempuan
tersebut akan terus-terusan mengganggu mereka lagi atau hanya kali ini saja.
Dari hasil rembukan, akhirnya mereka sepakat untuk satu kamar di huni dua
orang. Lagian mereka juga sudah membayar uang kost untuk jangka waktu yang
panjang yaitu satu tahun, sayang jika harus keluar mencari kost lain karena
sudah pasti akan keluar biaya lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 4
pagi. Sayup sayup terdengar suara orang mengaji dari pengeras suara Mesjid
untuk membangunkan orang yang akan bersalat Subuh. Waktunya juga buat mereka
untuk kembali ke kamar masing-masing dan tidur. Walaupun masih mempunyai
perasaan yang sama seperti keluar dari kost, dengan langkah cepat mereka
memasuki kamar masing-masing dan mengunci pintu.
Seiring
berjalannya waktu, ucapan pak Tino ternyata benar. Setelah itu tidak ada lagi
keanehan yang terjadi kepada para penghuni kost. Penampakan dan gangguan aneh
memang terjadi pada teman-teman kampus mereka yang menginap ataupun bermain
hingga subuh di kost. Secara logika memang aneh juga ada makhluk yang seperti
ini, tapi mau gak mau harus percaya adanya alam lain.
Secara
positif juga, kost juga aman dari pencuri yang ingin berbuat jahat. Karena
kabar seperti ini memang cepat menyebar di kampung dan kampus tempat mereka
berada. Tidak terasa 4 tahun, mereka habiskan di rumah kost tersebut. Tinggal
bersama si perempuan bergaun merah sampai hari kelulusan tiba. Kabarnya ketika
malam mereka ingin meninggalkan kampus dan kost, si perempuan bergaun merah pun
muncul dengan isakan tangis yang terdengar pilu. Hanya robert, dion, rubby dan
pay yang menyaksikan, sedangkan aan yang sudah mengantisipasi hal tersebut
menginap di kost teman yang lain.
Jika
kalian ingin bertemu dengan si perempuan bergaun merah, berbau melati. Cukup bisikkan
sebuah kata, "perempuan bergaun merah jl timbul aku ingin
bertemu,...." Ia pasti sudah ada di belakangmu sekarang...
No comments:
Post a Comment