Friday, January 20, 2017

MISTERI PEREMPUAN BERGAUN MERAH

“Hei, kenapa bengong an," tanya derry kepada aan yang bingung melihat perubahan air muka aan, yang terpana menghadap ke luar pintu kamarnya.
Derry pun spontan ikut melihat ke arah yang di tatap aan, ia pun berulang ulang ikut memperhatikan ke arah yang di lihat aan, namun bertambah heran dan bingung karena tidak melihat sesuatu yang aneh.
"An, hei...jangan berlagak seperti baru melihat hantu," seru derry sambil melambai-lambaikan tangannya menghalangi arah tatapan aan di mukanya.
Aan pun menepis tangan derry sambil mengalihkan pandangannya dari arah pintu kamar ke muka derry.
"Nggak apa apa der, cuma...ketika kita ngobrol, aku penasaran karena sudut mataku selalu melihat sepertinya ada orang yang mondar-mandir di depan pintu kamar menuju kearah kamar mandi. " Ujar aan berusaha menjelaskan dengan menunjuk-nunjuk ke arah luar kamarnya.
"Makanya karena penasaran, aku panteng untuk melihat, tapi kok memang gak ada yang lewat, aneh..." lanjut aan seraya tangannya mengambil bungkus rokok kreteknya dan mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya.
Asap rokok keluar dari sela sela mulut dan hidung aan bergerombol saling berebut posisi untuk memenuhi ruangan kamar yang luasnya hanya 3x3 m. Tidak lama kemudian ruangan kamar berganti aroma tembakau rokok yang khas dan menyengat, serta di penuhi dengan asap yang membumbung di langit langit kamar.
Aan merupakan salah satu penghuni kost yang menempati kamar paling belakang. Di depan pintu kamar aan adalah 2 buah kamar mandi dengan pintu menghadap ke samping dan satu pintu akses keluar menuju halaman belakang, yang juga berfungsi sebagai tempat menjemur pakaian. Kamar ini paling disukai aan, selain karena tempatnya di belakang, penuh privasi serta jendelanya mempunyai ventilasi paling baik diantara kamar-kamar lain di rumah kost ini.
Rumah kost ini hanya mempunyai 5 kamar dengan luas yang hampir sama. Aan berasal dari kota Palembang, Sumatera Selatan. Kebanyakan seperti orang Palembang lainnya, aan mewarisi warna kulit putih, berparas seperti orang keturunan Cina dengan rambut hitam gelap. Kebanyakan ciri ciri fisik aan mewarisi genetik ibunya yang asli Palembang. Terlihat dari photo-photo keluarga yang di pajang aan di kamar kost-nya.
Seperti anak muda lainnya yang baru menginjak dewasa. Pertemanan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup mereka. Loyalitas yang tinggi terhadap teman-teman, sehingga tidak heran mereka sering membentuk komunitas sendiri seperti gank atau kelompok yang satu hobby, satu kelas ataupun satu kegiatan.
Begitu juga aan, ia mempunyai sifat yang lebih sosial dan menjunjung tinggi teman. Sesama teman satu kost, aan di kenal sebagai orang yang paling peduli dengan hidup teman-temannya. Dikala anak anak sudah kehabisan kiriman uang dari orang tuanya, aan bisa berbagi uang kiriman dengan teman-temannya. Hal ini bukan karena aan mempunyai kehidupan yang berkecukupan, namun memang tanggal jadwal kiriman uangnya selalu lebih awal di banding teman-temannya. Jika teman-temannya yg lain setiap tgl 1, sedangkan aan sudah menerima di tanggal 25 setiap bulannya. 

Gaya hidupnya aan juga tidak berlebihan. Masih suka berpuasa di hari senin dan kamis. Jarang sekali sarapan dan hanya meminum segelas air putih lalu ke kampus. Sifat yang rendah hati dan selalu mengalah membuat aan banyak di senangi teman-temannya. Aan bisa di pakai tempat berkeluh kesah, karena ia bisa sebagai pendengar yang baik, bisa di mintai pendapat, karena aan bisa memberikan masukan yang bisa di anggap tepat oleh anak anak yang lain. Mungkin karena aan anak pertama dalam keluarganya sehingga berpikiran lebih dewasa dibandingkan teman-temannya.
"Akh, perasaanmu saja an, dari tadi aku yang duduk di sini gak ada mahkluk satupun yang lewat, tuhhhhh...loe denger nggak? suara pay yang sedang mengobrol dengan rubby pun masih terdengar.” Seru derry mengingatkan.
Kamar pay sebenarnya tidak persis berada didepan kamar aan, namun agak menyamping dan tepat persis berada didepan kamar nya Apri. Hal ini disebabkan karena pintu kamar aan memang persis berada dilorong depan kamar mandi dan tepat mengarah ke pintu akses keluar pintu belakang kost.
“An..kedengeran gak? Pay juga masih ngobrol sama rubby," kata derry mengulangi kembali pertanyaannya, sambil merebahkan badannya ke kasur. Aan pun hanya mengangguk anggukkan kepalanya sambil terus termenung.
Kebetulan memang dery duduk di depan aan. Posisi nya memang menghadap kearah luar kamar. Jadi Derry pasti melihat siapapun atau bahkan seekor binatang pun, seperti kucing atau tikus yang lewat. Derry merupakan teman satu jurusan dengan aan. Sengaja malam ini derry menginap di kamar kost aan, karena kemalaman sehabis mengerjakan tugas kuliah.
"Benar juga, suara rubby dan pay masih jelas terdengar. Di sebelah ada apri yang sedang membaca majalah misteri. Sedangkan robert dan Dion bermain catur di kamar depan." Batin aan menerawang posisi teman-temannya.
Rumah ini merupakan rumah kost yang di sewakan kepada mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri, di sebuah tempat kota besar Jakarta. Posisinya persis di samping jalan raya menuju kampus perguruan tinggi tersebut. Sudah tepat 1 bulan mereka menempati kost-an ini semenjak mereka diterima menjadi mahasiswa.
Tepat di seberang kost merupakan gang masuk ke sebuah kampung. Di muka gang yang juga persis didepan kost tumbuh pohon waru yang besar sekali. Tidak jelas berapa umur pohon ini, orang kampung juga tidak tau menahu mengenai asal usul pohon tersebut. Yang Jelas pohon ini terlihat sangat tua jika di nilai dari besarnya batang pohon.
Rumah yang menjadi tempat kost tersebut berasitektur gaya lama. Memang ada beberapa perubahan supaya menampilkan seperti rumah-rumah kost lainnya. Seperti bagian depan ruang berkumpul di beri Jendela kaca nako yang sangat besar.
Menurut penuturan pak de, "Biar jelas kalau kalian melihat cewek-cewek kampus yang lewat di jalan ini," jelas pak de sambil bercanda.
"Pak de" nama panggilan yang di sebut oleh anak anak kost, merupakan orang yang mempunyai rumah kost ini. Pak de sebenarnya tidak lama membeli rumah ini dari sebuah developer property. Harga yang di tawarkan oleh pihak property pun sangat murah, tidak sebanding dengan posisinya yang strategis di pinggir jalan. Dengan posisi rumah seperti ini harganya pasti sangat mahal. Tetapi tidak dengan rumah ini, tidak jelas sebelumnya siapa-siapa saja yang pernah menempati rumah ini.
Pak de bercerita ikhwal awal keinginannya membeli rumah ini kepada setiap anak yang baru masuk kost pun, “tidak peduli siapa saja yang menempati rumah ini dan apa sejarahnya.” Seru pak de didepan anak anak kost
Pak de mempunyai tujuan membeli rumah ini memang untuk di renovasi menjadi rumah kost, yang kebetulan beliau berprofesi sebagai pengusaha rumah kost. Rumah kost yang di punyai nya terhitung ada lima di beberapa tempat ibu kota Jakarta. Namun tidak tahu alasannya kenapa, pak de memang tidak bertempat tinggal di rumah ini, hanya sebulan sekali ia mengontrol rumah kost ini. Satu kamar pribadinya pun paling depan di rumah ini dan selalu kosong. Hanya di tempati ketika ia berkunjung ke tempat kost ini dan itu pun tidak pernah lama.
Berstatus tercatat sebagai mahasiswa baru dengan lebel anak perantauan sangat beruntung mendapatkan tempat kost yang masih baru. Letak yang strategis, dekat dengan kampus, transportasi dan rumah makan mudah, sangat pas dan cocok untuk kebutuhan anak mahasiswa.
"Blentang..tong...prak" Sebuah bunyi yang cukup keras berbunyi tepat di depan kamar, mengagetkan aan dan derry.
Beberapa botol plastik tepat jatuh di muka pintu kamar sehingga menimbulkan bunyi yang begitu keras dan cempreng menyengat telinga dan melunturkan nyali. Melihat dari arahnya sepertinya di lemparkan dari samping kamar aan.
Tidak lama kemudian muncul robert dengan tidak memakai baju dan bercelana pendek casual memperlihatkan mukanya yang tersenyum tanpa merasa bersalah.
"Kaget ya, curhat melulu nih...gaplek dongggggg..." Serunya cempreng setengah berteriak namun dengan logat jawa timurnya yang kental. Ia pun masuk lalu duduk disamping derry dan tersenyum lebar memperhatikan kekagetan kami berdua.
Robert memang terlihat sangat berumur. Dia mengaku sudah berumur 25 tahun, umur yang cukup tua sebenarnya untuk memulai kuliah. Robert mengaku kepada kami bahwa, masa mudanya ketika selepas SMU di habiskan berkerja di Jawa Timur, kampung asal tempat orang tuanya, untuk membantu bisnis keluarga. Sementara itu orang tuanya sudah bertempat tinggal di Bekasi Jawa barat. Setelah dirasa cukup menikmati masa kerja, Robert pun kembali ke bekasi dan meminta untuk berkuliah.
Perutnya yang menonjol bulat seperti kantung gandum serta mukanya yang kebapakan menambah kesan lebih tuanya, melebihi umur anak-anak yang kost di rumah ini. Kesan pertama kali memang menimbulkan rasa segan ketika berhadapan dengannya. Namun hal tersebut akan segera luntur jika melihat kelakuan kocaknya. Walaupun sudah berumur, tapi tingkah robert masih kekanak-kanakan. Karena sifatnya tersebutlah rumah kost ini selalu ramai, ceria dan tidak membosankan.
Tidak beberapa lama muncul si cungkring, Dion teman satu kamar Robert. Di sebut cungkring memang anaknya sangat kurus bahkan kebih kurus kerempeng di banding aan. 

Menu makannya pun selalu irit, setiap makan siang dan malam hanya memesan nasi dan telur plus kecap "tok". Pedagang warung makan dekat rumah kost pun sudah hapal betul dengan menunya. Sehingga tidak di suruh pun sudah inisiatif menyediakan. Menu di pagi hari pun hanya makan mie plus telor serta susu coklat. Cukup bergizi juga sih, tapi tetap saja tidak merubah timbangan badannya menjadi naik.
Malam ini dion memakai celana pendek basket dan tidak memakai baju. Terlihat persis seperti tengkorak hidup yang sedang berjalan menuju tempat tidur pemakamannya.
"Gaplek yokkkk..."Serunya sambil mengeluarkan kartu gaplek dari saku celananya dan membanting kartu tersebut ke lantai. Terlihat guratan-guratan membentuk kerangka di dada ketika membanting gaplek. Dion pun duduk bersila disamping robert, dengan spontan mereka pun membentuk lingkaran berkeliling bagai menggelar suatu rapat kecil.
Tidak beberapa lama kamar sempit itu pun penuh. Hadir juga pay, rubby serta apri. Pay dan dion berasal dari daerah yang sama yaitu Cirebon. Walaupun dari asal yang sama tapi keduanya tampak tidak akur. Perbedaan karakter masing masing individual sehingga membentuk nilai sensitivitas yang tinggi di mata mereka berdua. Pada akhirnya keduanya tidak bisa saling menerima perbedaan tersebut dan saling membenci.
Dion lebih terkesan cuek, asal bicara sehingga tidak menyadari lawan bicaranya tersinggung atau tidak, namun memang mudah bergaul dan tidak pilah-pilih teman. 

Sedangkan pay lebih pendiam, berhati hati dalam berbicara serta sopan, sehingga terkesan lebih menutup diri. Pay tidak bisa menerima setiap perkataan ataupun guyonan yang bernada meremehkan atau tidak sopan, sedangkan Dion tidak pernah mau mengintrospeksi dirinya sendiri malah lebih sering mengolok-olok pay, karena pay tidak bisa menyembunyikan ekspressi rasa tidak sukanya dan lebih suka menghindar.
Tidak beda halnya dengan pay, rubby dan Apri yang mempunyai persamaan dalam bentuk tubuh gempal dan pendek, hampir mempunyai karakter yang sama dengan Pay. Tidak heran jika ketiga anak ini sangat dekat secara emosional. Hanya yang menjadi perbedaan asal daerah dan hobby masing-masing. 

Rubby yang berasal dari Sukabumi Mempunyai hobby seperti kebanyakan anak muda lainnya yaitu musik. Hanya Rubby, salah satu anak di kost an ini yang menguasai alat musik gitar, sekaligus mempunyai suara yang merdu. Karena mempunyai sifat yang tertutup, mungkin dengan musik Rubby bisa mengutarakan dan menyalurkan perasaannya. Sedangkan Apri berasal dari Jawa Timur, sangat kental dengan adat kejawen. Tidak heran jika hobby bacaannya adalah Majalah misteri serta hal-hal yang berbau mistis lainnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut sebenarnya bukan masalah dan tidak menimbulkan sesuatu yang merusak persahabatan, apalagi posisinya dalam satu atap. Pada kenyataannya mereka sudah dewasa dan mengerti kapasitasnya masing-masing. Sehingga masih bisa menempatkan diri dengan baik dan benar dalam pergaulan.
Malam ini seperti hari-hari sebelumnya, jika dalam keadaan kumpul, semua perbedaan tersebut lenyap. Berbaur dengan perasaan kebersamaan, kebahagiaan dan suka cita anak kost-an yang saling membutuhkan hiburan. Salah satu hiburan murah meriah dan tidak memerlukan uang banyak yaitu bermain gaplek, catur, ataupun berkumpul menyanyikan beberapa lagu. Kost-an ini memang tidak di lengkapi dengan media elektronik Televisi. Paling hiburan elektronik satu-satunya adalah Radio tape recorder, dimana setiap kamar mempunyai masing-masing satu.
"An, jam berapa nih," seru Robert, membuyarkan konsentrasi aan yang serius memperhatikan kartu gaplek yang berada di lipatan tangannya.
"Jam 11 malam bet," seru aan sambil melirik ke arah jam weker yang berada di atas radio tape nya
"An, setel radio "genjreng fm" dong, buruan...keburu sudah mulai acaranya...serunya dengan tidak sabar dan berusaha untuk menggapai tombol on/off nya radio aan namun tidak sampai sehingga akhirnya mengurungkan niatnya.
 "Buruan...an..acara nightmarenya sudah mulai....sekarang malam Jumat khan?," sambungnya dengan nada memaksa, sambil beralih meneruskan bermain.  Melihat kartunya lalu meletakkan salah satu kartu gapleknya merunut sesuai jumlah bulatan merah kecil sehingga membentuk barisan kartu yang seperti ular.
"Oh iya...ya... benar sekarang malam Jumat," mengulangi perkataan robert, aan secepat kilat menyalakan radio dan langsung menyetel frequensi Radio genjreng fm.
Terdengar suara penyiar radio yang sedang mengudara diikuti dengan suara-suara menakutkan seekor srigala dan gongongan anjing yang mencekam. Latar belakang suaranya pun diiringi dengan musik musik horor klasik mencekam. Terkadang ada suara perempuan tertawa mengikik dan mengeram diikuti dengan suara tangisan bayi dan eraman suara kucing berkelahi. Setiap malam jumat acara radio genjreng fm mengudarakan acara interaktif nightmares. Acara ini melibatkan pendengar yang mau berbagi cerita pengalamannya mengenai alam lain atau misteri yang pernah di temui. Setiap malam Jumat acara ini selalu menjadi rutinitas dan tidak pernah ketinggalan walau satu hari pun.
"Pas banget acaranya baru mulai, mantaplah," seru apri yang suka sekali dengan acara ini. Ia pun mengubah posisi duduknya dengan agak santai.
Aan, dery, robert dan dion, masih serius bermain gaplek sambil mendengarkan acara yang mengudara. Pay dengan posisi berbaring tertelungkup di tempat tidur aan, apri yang bersandar santai di dinding kamar dengan posisi di samping rubby yang sedang memegang gitar kesayangannya. Robert, dion yang duduk bersila membelakangi pintu masuk kamar, derry yang duduk membelakangi jendela kamar aan, sedangkan aan duduk menghadap ke pintu kamar dan membelakangi radio yang sedang mengudara.
Semuanya khusuk memasang telinganya masing-masing sambil masih memegang kartu gaplek, sibuk memasang posisi senyaman mungkin. Sesekali anak-anak mengomentari penyiar radio atau bahkan si pencerita. Bahkan apri dan robert sesekali mengklarifikasi kejadian-kejadian yang sedang di ceritakan. Menambah suasana mencekam di antara kami sebagai bumbu penyedap dari cerita yang sedang di bawakan. Ketika acara yang di bawakan menunjukkan tanda tanda akan selesai, bersamaan dengan itu juga turun hujan rintik rintik menyirami kediaman kost di malam jumat ini.
Ada sesuatu yang aan rasakan dari tadi sore sampai malam ini. Perasaan seperti ada sesuatu yang memperhatikan dirinya. Kali ini, ia merasa ada yang memperhatikan mereka yang sedang bermain gaplek. Perasaan ini membuat ia bermain tidak fokus dan sering mengocok kartu karena kalah. Terkadang aan terlihat memperhatikan sekitar atau sekeliling mereka dan melihat keluar kamar dengan perasaan gelisah. Bertambah gelisah ketika mendengarkan acara nightmare di radio karena suara-suara yang terdengar seperti bukan dari Radio tetapi berasal dari dalam rumah ini sendiri. Seperti ada penambahan suara perempuan di antara musik klasik horor, teriakan-teriakan menakutkan dan lolongan srigala.
"Suasananya sangat tidak biasa, tidak seperti malam biasanya. Mungkin karena cuacanya akan hujan dan bertambah dingin dengan turunnya hujan rintik-rintik." Pikir aan, namun batinnya berkata lain. Entahlah apa yang aan rasakan, ada sesuatu yang lain terjadi di rumah kost ini.
"Apakah ini perasaannya karena telah mendengarkan acara radio nightmares? Mungkin juga, " pikirnya lagi. Namun hal ini berlangsung semenjak dari tadi sore sampai sekarang. Jika di lihat dari kondisi teman-temannya yang lain, mereka sepertinya tidak merasakan seperti apa yang aan rasakan. Teman-temannya terlihat lebih ceria, tidak ada menampilkan mimik muka yang tegang atau pun gelisah seperti dirinya.
Malam pun bertambah larut sejurus dengan selesainya acara nightmares. Menjelang jam 12 malam, mendadak bulu kuduk aan meremang. Namun perasaan gelisahnya selalu di tepis aan dengan lebih banyak bercanda dan fokus pada permainan. Namun beberapa kali bulu kuduknya meremang sehingga akhirnya aan pun tidak tahan dan menjatuhkan semua kartunya ke bawah tanda permainannya selesai.
"Guys, maaf nih...jujur perasaan ku malam ini gak enak," seru aan.
"Kalau gak enak jangan di makan an," jawab dion sambil tertawa berusaha bercanda. Sedangkan anak anak lain menimpali hanya tertawa lirih.
Namun aan pun tidak tertawa, sambil mengosok-gosok belakang lehernya yang sebelumnya terasa bulu kuduk. Berharap dengan menggosok leher bisa meredakan bulu kuduknya yang meremang,
"Serius dion, ini bulu kudukku meremang terus setelah acara nightmares..sepertinya ada yang terus memperhatikan kita dech," lanjut aan sambil matanya mencari berkeliling berusaha menemukan sesuatu yang dia cari.
Namun yang ia cari tidak di temukan, malah aan melihat teman-temannya pada tertawa mengejek. "Akh...penakut loe an," seru apri, "tenang, sudah di terawang sama gue, gak bakalah ada setan ganggu," seru apri bangga.
"Iya an, tenang dukun apri sudah bertindak," dukung pay mengaminkan pendapat apri.
Robert terlihat mendadak diam setelah mendengar penuturan aan. Ia juga tidak menggubris guyonan dan ejekan teman-temannya ke aan bahkan tidak tertawa dan terkesan hanya diam. Satu persatu ia membereskan kartu yang berserakan di lantai, menyusun dengan rapi di lipatan telapak tangannya. Setelah rapi, gaplek tersebut dikocok sambil melihat ke arah muka aan dengan menampilkan senyuman yang di paksakan.
"Menurut sampeyan di rumah ini ada apa an," seru robert menatap serius.
"Paling hantu nenek-nenek an," dion menyahut menimpali perkataan robert.
"Aan...aan...ini cucu nak..." Seru dion menirukan suara nenek-nenek, sambil raut mukanya di ciutkan mengkerut dengan mata menyipit, serta tangan mengambai kedepan seperti ingin mencekik. Yang lain pun tertawa melihat tingkah dion.
"Pas banget loe dion jadi tengkorak hidup seperti itu. Berdiri aja di depan kostan jam segini di jamin pada kabur anak anak yang mau lewat," seru rubby sambil tertawa.
"Dari tadi sore perasaanku ada yang mondar mandir didepan kamar bet, kalau di lihat dari ujung mata menyamping tapi ketika di lihat, gak ada siapa-siapa" ujar aan menjelaskan sambil menunjuk ujung matanya sebelah kiri dan melihat ke luar kamar.
Robert kebetulan duduk menyamping menghadap aan, sedangkan pintu kamar masuk ada di sebelah kanannya agak membelakangi. Sedangkan yang paling membelakangi pintu kamar adalah Dion.
"Akh loe an, nakut nakutin," seru dion sambil melompat menjauhi pintu kamar dan memandang ke luar kamar.
Tepat memang di luar kamar adalah pintu menuju akses keluar ke arah jemuran. Di sampingnya adalah kamar mandi serta dapur, yang pada saat itu keadaannya gelap gulita karena lampunya memang lagi putus.
"Yah, itu lagi an, tadi khan udah di bilang gak ada siapa-siapa," kali ini derry berusaha menjelaskan bahwa itu hanya hayalan atau perasaan aan saja.
Aan pun tidak menghiraukan pendapat derry maupun teman-temannya yang lain untuk mengajak bercanda. Aan sekarang menatap Robert yang kelihatan kali ini menanggapi masalah ini dengan serius, terlihat dari sikapnya yang kali ini tidak banyak tertawa dan memasang mimik yang cukup tegang.
"Aku pikir, Robert pasti tahu apa yang terjadi di kost ini," batin aan pun berkata. "Dia pasti tahu sesuatu." Sambung pikir aan.
"Bet, do you wanna say something? Tanya aan. Melihat robert yang seperti menimbang-nimbang sesuatu dalam pikirannya yang ingin ia utarakan. Terlihat dari cara mengkocok kartu yang tidak teratur dan mukanya pun tertunduk berusaha menyembunyikan kecemasannya. Ia pun menghentikan kocokan kartunya, mendorong pintu kamarku sehingga tertutup sebagian dan mengeluarkan rokok Marlboro dari kantong celana pendek casualnya, lalu mulai merokok. Sambil menghembuskan asap rokok yang dihisapnya, robert pun berkata yang membuat anak-anak terdiam terpaku.
"Malam Jumat minggu kemarin aku melihat sesuatu ketika akan ke kamar mandi...,"ujar Robert tidak meneruskan.
Aan ingat, malam Jumat kemarin ketika mereka bermain gaplek di kamar Robert, sambil mendengarkan nightmare. Aan melihat perubahan pada wajah Robert sehabis kembali dari kamar mandi. Ia begitu pucat dan ketakutan serta langsung berhenti bermain dan mulai merokok, diam membisu. Robert malam itu begitu pendiam dan pintar menyembunyikan perasaannya. Ia hanya menatap teman-temannya bermain saat itu, tidak ada lagi celetukan-celetukan yang membuat kami harus tertawa. Misteri itu pun terungkap malam ini dan menjadikan kami penasaran.
"Melihat apa bet," seru rubby mendekatkan wajahnya kedepan sambil menatap Robert.
Sedangkan yang lain diam membisu penasaran sehingga berusaha menyimak dan menunggu kata-kata selanjutnya dari Robert. Kali ini semuanya melupakan apa yang sedang mereka lakukan dan pikirkan. Semuanya senyap, suara yang terdengar kali ini adalah suaru Radio yang sedang melantunkan lagu mancanegara, itu pun segera di kecilkan volumenya oleh Rubby.
"Perempuan bergaun merah...ia membelakangi ku dan rambutnya panjang,...ia bernyanyi dengan bergumam...tidak jelas apa yang di nyanyikannya...ujar Robert pucat dan sambil matanya menatap pintu kamar yang tadi di dorongnya untuk berusaha menutup pintu kamar aan.
Kalau aku perhatikan, Kali ini robert berkata serius. Terlihat dari mimik muka robert yang pucat pasi serta agak tersendat dalam berbicara. Tidak seperti biasanya, kali ini mukanya tidak menampilkan kesan segan ataupun menarik orang untuk tertawa. Kesan  yang timbul adalah masih ada rasa takut yang tersembunyi di hati nya sehingga menampilkan muka pucat pasi tanpa darah, bibirnya yang terbuka bercerita seperti bergetar ketakutan. Tidak ada lagi celetukan kocak dari mulutnya. Semuanya diam membisu dan terpaku, tidak ada celetukan kocak dari Dion teman sekamar Robert. Sepertinya Dion pun terpaku dan mempercayai apa yang di bicarakan Robert.
Setiap orang yang berada dikamar ini diam terpaku beberapa saat. Saling tidak percaya bahwa sudah satu bulan mereka berada di kost ini dan tidak satu pun yang pernah mengalami, hanya Robert dan kali ini pun Aan. Apri yang merasa punya keahlian dalam hal mistis pun pada akhirnya membuka percakapan setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Bet, serius loh...kata apri tidak percaya. "aku kok gak pernah merasakan kalau rumah ini ada penghuninya," sambung apri.
"Masa sih, jadi penasaran pengen ketemu,"sahut apri kembali dan mengambil ancang ancang untuk berdiri. Ketika akan melangkah ke luar kamar dengan maksud ingin melihat tempat robert bertemu dengan perempuan bergaun merah, tiba-tiba...
Klik...
Senyap...lampu padam...
Aan melihat ke arah jendela untuk melihat siluet lampu tetangga dan ternyata menyala...kesimpulannya hanya listrik kost kami yang padam.
Suara satu-satunya adalah desahan napas dan degupan jantung mereka yang berdebar kencang...
Tiba...tiba...entah dari mana asalnya muncul suara perempuan yang sedang menggumamkan sebuah lagu. Entah lagu apa...suara perempuan tersebut seperti terpendam atau tertahan suatu dinding namun jelas terdengar.
Braaaaaak....
Tiba-tiba entah dari mana ada angin yang begitu kencang menghentak pintu kamar aan, sehingga pintu tersebut membentang terbuka. Sangat mengagetkan, membuat beberapa dari kami hampir meloncat dari tempatnya dan reflek merapat saling berdesakan. Debaran jantung kami satu sama lainnya bisa terdengar, saking rapatnya kami berdekatan.
Malam ini kebetulan malam bulan Purnama, siluet sinarnya pun menembus kisi-kisi dapur dan kaca ventilasi kamar mandi, menyinari bagian dapur, di tambah siluet dari lampu tetangga belakang rumah. Tempat yang tadi di ceritakan robert pun terbentang di depan kami di terangi siluet sinar bulan yang masuk. Tidak ada siapa pun di sana, namun suara perempuan bergumam menyanyi pun masih terdengar. Terkadang menjauh terkadang mendekat....
Apri yang tadinya bernyali ingin bertemu...kini terlihat meringkuk ketakutan dan memejamkan mata sambil berkomat-kamit. Ingin rasanya lari, tapi entahlah ada sesuatu yang menghalangi mereka melakukan hal tersebut. Kenyataannya di depan mereka tidak ada penampakan apapun. Hanya ada suara...dan kemungkinan itu pun bisa terjadi dan hanya bisa menduga-duga di dalam hati...dimana asalnya suara tersebut. Sedangkan untuk lari keluar, mereka harus melewati lorong kamar yang kemungkinan makhluk bergaun merah tersebut ada disana. Tempat yang aman ya di sini berada bersama teman-teman.
Muncul angin dingin yang bertiup sepoi sepoi dari luar kamar ke arah mereka. Angin dingin yang membawa aroma bunga melati sehingga membuat bulu kuduk mereka bertambah meremang. Suara gumaman perempuan tersebut masih terus terdengar, bersamaan dengan tiupan angin dingin yang mengusap muka mereka yang pucat pasi, terpaku, dan dingin.
Entah beberapa waktu mereka seperti ini, tiba-tiba...
Dari samping kiri pintu kamar muncul dengan pelan sekelebatan perempuan bergaun merah dengan rambut panjang sepinggang melintas di hadapan mereka menembus dinding kamar mandi dan menghilang. Kemunculan tersebut sempat membuat aan dan teman-temannya menahan napas terperangah tidak percaya, semua persendian terasa kaku, jantung serasa mau copot keluar, lidah pun kelu dan kering tanpa air liur.
Bersamaan dengan menghilangnya perempuan tersebut, listrik pun menyala. Aan dan teman-temannya masih terpaku di tempatnya. Aan pun masih terlihat melotot ke arah tempat hilangnya perempuan tersebut. Satu-satunya yang menyadarkan mereka adalah munculnya semi si tukang mie 24 jam di depan pintu kamar aan.
"Woiiii, kirain sudah pada tidur...listrik turun gak ada yang naekin,"teriaknya lantang.
Wajah bulat semi yang polos dengan senyuman dan suara sundanya yang khas, terngiang dan terpampang jelas di mata kami. Menyadarkan mereka semua dari kekakuan atas kejadian barusan. Sadar atas apa yang terjadi, tanpa di komando, mereka pun lari lintang pukang ke luar rumah. Tujuan satu-satunya adalah menuju warung mie semi, mereka kabur tanpa berpikir panjang serta meninggalkan semi yang berdiri mematung, bingung, di tinggal sendiri di pintu kamar aan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 malam ketika tiba di warung semi. Warungnya memang tidak jauh dari kost, tempatnya pun berada di samping pohon waru depan kost mereka berada. Selain tempat kost, warung semi memang merupakan post kedua tempat berkumpulnya para anak anak kost yang memang doyan bergadang. Namun untungnya kali ini anak-anak kost lain tidak ada, hanya ada mereka dan dua orang petugas ronda yang cukup tua.
Tidak menunggu waktu lama, semi pun akhirnya mengetahui apa yang terjadi. Petugas ronda yang sedari tadi menyimak penuturan kami pun akhirnya angkat bicara.
"Dahulu, bangunan yang jadi kost kalian tidak sebesar ini. Hanya setengah dari bangunan sekarang. Di belakang rumahnya tumbuh pohon waru menaungi rumah tersebut. Pemilik rumah itu dahulu mempunyai seorang anak perempuan yang mati gantung diri di pohon waru tersebut. Sebab gantung dirinya masih menjadi tanda tanya orang kampung dari dahulu. Kebetulan anak perempuannya menyukai pakaian-pakaian yang berwarna merah, sehingga ketika gantung diri pun ia memakai gaun tidur berwarna merah." Jelas pak tino si petugas ronda. Pak tino merupakan orang paling tua di kampung tersebut. Usianya sudah 78 tahun dan terlihat masih kuat untuk menjadi hansip petugas ronda kampung ini.
"Sudah puluhan orang yang menjadi penghuni rumah tersebut, tidak ada yang betah," lanjut pak tino.
"Apa? Puluhan..." Seru aan dalam hati.
"Wajar kalau puluhan orang yang menempati tidak betah, wong setannya juga berani menampakkan diri sama orang banyak,"seru apri. "Baru kali ini setannya juga berani." Sambungnya.
Pak Tino hanya tertawa, "gak usah takut, ia biasanya hanya menampakkan diri satu kali, istilahnya perkenalanlah dengan orang baru, setelah itu menghilang," jelas pak Tino berusaha menghibur. Tapi terdengar seperti konyol juga menurut aan.
"Yang di khawatirkan ya itu...orang-orang baru yang menginap atau main di kost-an kalian. Pasti akan di ganggu," ujar pak tino.
"Masa begitu sih pak? Kok bapak tau," seru pay menyelidik dan curiga.
"Saya pernah ngontrak di rumah kost kalian, cukup lama juga, ada 3 tahunlah." Jelas pak Tino sambil berdiri dan memberikan uang sepuluh ribuan kepada semi sang tukang warung.
"Ayo dek, saya ngelanjutin rondanya ya, saran saya...terusin saja kost nya. Kost kalian sangat bagus, strategis dan paling bersih," jelasnya menasehati sambil membayar dan pergi keluar warung untuk kembali meronda.
Penuturan Pak Tino membuat perasaan sedikit lega juga, namun masih tetap penasaran. Mungkinkan perempuan tersebut akan terus-terusan mengganggu mereka lagi atau hanya kali ini saja. Dari hasil rembukan, akhirnya mereka sepakat untuk satu kamar di huni dua orang. Lagian mereka juga sudah membayar uang kost untuk jangka waktu yang panjang yaitu satu tahun, sayang jika harus keluar mencari kost lain karena sudah pasti akan keluar biaya lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Sayup sayup terdengar suara orang mengaji dari pengeras suara Mesjid untuk membangunkan orang yang akan bersalat Subuh. Waktunya juga buat mereka untuk kembali ke kamar masing-masing dan tidur. Walaupun masih mempunyai perasaan yang sama seperti keluar dari kost, dengan langkah cepat mereka memasuki kamar masing-masing dan mengunci pintu.
Seiring berjalannya waktu, ucapan pak Tino ternyata benar. Setelah itu tidak ada lagi keanehan yang terjadi kepada para penghuni kost. Penampakan dan gangguan aneh memang terjadi pada teman-teman kampus mereka yang menginap ataupun bermain hingga subuh di kost. Secara logika memang aneh juga ada makhluk yang seperti ini, tapi mau gak mau harus percaya adanya alam lain.

Secara positif juga, kost juga aman dari pencuri yang ingin berbuat jahat. Karena kabar seperti ini memang cepat menyebar di kampung dan kampus tempat mereka berada. Tidak terasa 4 tahun, mereka habiskan di rumah kost tersebut. Tinggal bersama si perempuan bergaun merah sampai hari kelulusan tiba. Kabarnya ketika malam mereka ingin meninggalkan kampus dan kost, si perempuan bergaun merah pun muncul dengan isakan tangis yang terdengar pilu. Hanya robert, dion, rubby dan pay yang menyaksikan, sedangkan aan yang sudah mengantisipasi hal tersebut menginap di kost teman yang lain.

Jika kalian ingin bertemu dengan si perempuan bergaun merah, berbau melati. Cukup bisikkan sebuah kata, "perempuan bergaun merah jl timbul aku ingin bertemu,...." Ia pasti sudah ada di belakangmu sekarang...


POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO