Saturday, September 9, 2017

FREEBITCO.IN FAUCET YANG TERBUKTI MEMBAYAR


https://static1.freebitco.in/banners/468x60-3.png

FREE BITCO FAUCET YANG TERBUKTI MEMBAYAR

Berikut adalah bukti jika faucet freebitco memang melakukan pembayaran. Untuk lebih lengkapnya silahkan mencoba

https://freebitco.in/?r=6378746

Sunday, July 30, 2017

AAN KECIL “TRAGEDI DI RUMAH SAKIT (BAG 3)”

“Dari mana mah?” tanya Aan menyelidik sambil memperhatikan mama yang seperinya kedinginan. Mama terlihat pucat lalu dengan cepat memakai Sweater kesayangan mama. Sweater tebal polos berwarna biru sampai menutupi leher sudah sering aku lihat mama memakainya. Semenjak aku masih berumur 4 tahun dan masih kanak kanak, hanya sweater tersebut yang selalu menemani mama kemanapun mama pergi.
                   Mama yang sambil sedang memakai sweaternya menjawab,” Dari depan pos jaga suster an,” Jawab mama masih sambil merapikan sisi kanan dan kiri lengan sweaternya, lalu menyedekapkan tangannya tampak seperti orang yang memang menahan dingin luar biasa. Memang malam ini rasanya dingin luar biasa. Aku pun mengecek temperatur AC yang ada di atas  kepalaku. Tampak 24 derajat dan normal menurutku. Mama yang berada tidak jauh dari depanku tampak seperti orang kebingungan, melihat ke kanan dan kekiri tampak seperti mencari sesuatu. Lalu tertegun menatap wajah guanteng anaknya (hi hi hi...) dan mencoba untuk tersenyum. Melihat mama tampak seperti orang linglung, aku pun mecoba membantu, maklum aku orangnya rajin membantu orang tua dan tidak sombong, aku pun ikut ikutan menengok ke kanan dan kekiri lalu mampir dan tertegun melihat gadis cantik yang tengah tidur di seberang kanan ranjangku.

“hm, seksi dan tampak cantik sekali, kapan aku jadi pacarmu ya.” Pikirku sedikit jorok, lalu mengalihkan perhatianku karena ibunya yang tengah tertidur disofa samping tempat tidur anaknya menggeliat.

“lihat apa Aan, masih kecil udah mulai kotor otaknya.”

“lihat yang indah indah ma, kata ustad mubazzir jika tidak dilihat.” Jawabku sembarang mencoba untuk menghibur mama

“hm, bandelnya gak sembuh sembuh udah dikasih sakit juga.”

“he he he, baiklah mama. Iya iya bercanda. Mah...kenapa sih ma kok gak panjang berkoteknya malam ini? Tadi sudah jalan jalannya? Ada info terupdate dan termuktahir?” Tanyaku merentet panjang dan aku pun mencoba untuk memperbaiki posisi berbaringku dan mencoba untuk berbaring agak tinggi supaya bisa mendengan mama berkotek panjang.

“gak ada apa apa kok, besok dokter jam 9 pagi kontrolnya. Ya sudah mama bobo ya.” Mamapun lalu membentangkan selimut diatas tubuhnya lalu merapatkannya di bawah lehernya menutupi hampir semuat tubuh mama, lalu ia pun menutup matanya dan menikmati empuknya sofa di samping tempat tidurku. Aku pun hanya menatap mama heran, jam diatas meja kecil samping tempat tidurku pun menunjukkan jam 12 kurang 10 menuju tengah malam. Sedangkan diluar hujan rintik rintik pun masih berkonser ria membasahi bumi Palembang nan indah dan sejuk ini.

“mungkin mama lelah karena seharian ini menemaniku di rumah sakit ini, lagian dari sore sampai malam, mama tidak henti kemana mana bercengkrama dengan seluruh penghuni rumah sakit ini, seperti kontestan pemilihan gubernur yang terus bersafari menjelaskan rencana kerjanya mereka ke rakyat rakyat yang hanya mengerti harga sembako dan bahan bakan murah saja, yang lain mereka pun tidak mengerti.” Pikirku sambil kembali mengelusur kebawah dan coba untuk menikmati empuknya kasur dan bantal rumah sakit ini.

Aku pun mencoba untuk memandang keluar menembus kaca kamar tempat aku dirawat mencoba untuk melihat kegelapan malam yang menyelimuti taman di tengah faviliun ini serta bulir bulir air hujan yang mengguyur rata. Di tengah remang remangnya lampu teras pedesterian depan kamarku, aku pun menangkap sesosok tubuh sebaya denganku. Tampaknya ia tengah menengadah menatap air hujan yang jatuh di tengah taman tersebut. Ia pun memakai pakaian pasien seperti ku, aku pun terperanjat, “kok bisa?’ kok suster mengijinkan pasien bisa keluar kamar seperti itu,” Aku pun penasaran dan mencoba untuk mendekat ke arah jendela kamarku untuk memperhatikan anak tersebut, siapa tau aku bisa bermain main ditengah hujan seperti itu, ya minimal merasakan dinginnya terpaan air hujan walaupun hanya di tepi pedesterian. Namun ketika mendekat, yang aku lihat hanya lah pohon bonsai kaca piring yang tengah bergoyang goyang di terpa angin malam dan hujan.

“loh kok, aku yakin aku benar benar melihat anak sebayaku ada di tempat tersebut. Lama dan aku yakin benar dengan pandanganku. Lagian aku sudah capek tidur dari sore dan malam ini mataku benar benar tidak bisa di tipu. Aku pun bisa membedakan tanaman dengan tubuh seseorang apalagi sebayaku..

Rasa heran dan penasaran terus menerpaku sambil terus mengedarkan pandanganku untuk memastikan bahwa ada seseorang pasien sebayaku yang tengah berada di luar.

“mungkin orang tuanya tidak ada dan dia memanfaatkan waktu disaat suster juga tidak keliling.’ Pikirku untuk mengusir perasaan aneh dan penasaranku. Akhirnya ku pendam jauh jauh keinginanku untuk beranjak keluar mencari tau, kerena aku pun harus melewati tubuh mama yang tengah berada disamping tempat tidurku. Menggeser sofa tempat mama tidurku pun akan membangun kan mama, lebih baik aku kembali mencoba untuk tidur. Aku pun kembali menggelusur dan berbelok berbaring menghadap mama, yang otomatis pun aku juga menatap si gadis cantik yang juga tengah menghadap ku. Aku pun tersenyum melihat hal tersebut, perempuan tersebut tampak cantik dan bersinar di terpa lampu kamar ini dan sorot lampu pedesterian luar. Dibanding lampu kamar ini, lampu pedesterian luar tampak lebih terang di banding lampu kamar pasien. Mungkina maksud manajemen rumah sakit ini supaya pasien bisa tidur dengan tenang atau memang tadi sore  mama sudah mengatur frekuensi terang nya sehingga tidak terlalu menyilaukan di dalam kamar.

Namun tampak sesuatu menghalangi sorot terang lampu luar. Sesuatu yang seperti tengah memperhatikan ku dari luar kamar dan menempel dikaca jendela belakang ku. Sesuatu yang membentuk bayangan proyeksi anak kecil yang gelap pada bidadari didepanku. Aku pun mencoba untuk berbalik, namun tampaknya ada sesuatu yang membuat aku tidak bisa bergerak. Aku pun terus mengerang dan mencoba untuk melawan untuk berbalik, melihat siapa gerangan yang berusaha untuk memperhatikan ku dari balik kaca. Namun tetap saja tubuh ku tidak merespon. Keringat dingin pun mengucur diatas dahiku, badan ku pun terasa keram karena berusaha untuk terus melawan mengusir motorik motorik ototku yang tidak bisa bergerak mengikuti kemauan otak sadarku. Tidak ku perhatikan lagi detik detik jarum jam ku yang terletak di depan mataku yang betada diatas meja kecil, Aku hanya memperhatikan sesosok proyeksi bayangan hitam yang membekas gelap tersorot oleh lampu luar pedesterian dihadapanku yang tidak hilang dan terus memperhatikanku dari belakang. Pada akhirnya aku pun tersentak berbalik kebelakang sesuai keinginanku dan aku pun langsung menatap ke kaca jendela yang tampak kosong, bening dan tidak ada seseorang pun disana. HENING.......

Kulongokkan kepalaku sampai menempel ke kaca jendela untuk melihat kanan dan kirinya kamarku serta melihat ke bawah kaca. Siapa tau ada seseorang yang coba untuk mempermainkanku. Namun tidak ada seseorang pun yang ada, jelas itu adalah bayangan anak kecil sebayaku, dan tidak ada seseorang anak kecil sebayaku pun diluar. Serta memang tidak ada seseorang pun juga yang terlihat. Aku pun bingung, aneh dan mulai bermunculan pikiran pikiran aneh yang menerpaku. Aku pun merasa akhirnya lelah karena sudah mengeluarkan tenaga hanya untuk berbalik. Ku buang dahulu rasa penasaranku, yang  kurasa hanyalah rasa lelah yang luar biasa. Kuhempaskan tubuhku lalu ke tutup mataku dan melupakan apa yang barusan terjadi. Karena hanya itu yang bisa kulakukan saat ini dan kubuang juga jauh jauh rasa penasaran karena pikirku dengan tidur aku pun bisa melupakan apapun yang tengah terjadi didunia ini.

“An, gimana perasaannya? Sudah merasa sehat kah?” Tanya Mama pagi ini ketika ku baru membuka mata. Raut muka mama menampakkan muka penasaran menunggu jawaban yang keluar dari mulutku. Aku pun mencoba untuk merasakan semua hal yang ada di tubuhku, “everything is oke,” pikirku,namun nampaknya mama tidak sabar menunggu jawaban dari ku.

“kalau udah enakan, menurut mama lebih baik rawat jalan aja ya An, lebih fokus ngerawat aan dirumah. Mana di rumah khan banyak makanan, semua pasti diperbolehkan sama mama. Apapun yang aan minta, mama sediakan” lanjut mama tanpa sabar menunggu jawaban dari ku.

Tumben mama seperti ini, padahal baru satu malam dirawat dirumah sakit ini. Dikontrol dokter pun baru pagi ini dan ini pun belum datang dokternya.

“Mah, emang Aan sakit apa sih? Kalau masuk rumah sakit kan berarti agak parah, setidaknya ada beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Aneh si mama”

“Ya benar sih, mama juga tidak tahu sakit persisnya apa. Cuma kata dokter ya tipes. Kalau tipes ya memang yang di serang hati atau radang hati. Ya memang tidak semua makanan di perbolehkan sih An,”

“Nah itu tahu ma, terus memang kenapa kok maksa Aan pulang sih. Hm....ngomong ngomong Aan sih rada betahan, he he he,” Seruku sambil tersenyum menggoda mama. Namun mama tampaknya tidak terlalu menghiraukan gurauanku. Mama hanya memangdangku dan tampak ada nada cemas di raut mukanya.

Tumben, seru benakku, mama kok serius sekali tampaknya dan tidak menghiraukan gurauanku. Aku pun merasa ada yang disembunyikan mama sehingga mengganggu konsentrasi mama pagi ini

“Nanti mama obrolkan dengan papa An, mama perlu tukar pikiran dengan papa. Mudah mudahan papa ketika jam istirahat kantor bisa ke rumah sakit.” Seru mama sambil berjalan keluar menuju ke ruang suster jaga untuk meminjam telp.

Aku pun memperhatikan kepergian mama. Lalu pandanganku ku alihkan menuju wanita cantik yang tengah berbaring tidak jauh dari tempatku. Tampaknya ia masih tertidur pulas dan tidak terganggu dengan pembicaraanku dengan mama. Ibunya pun tengah membereskan selimut serta beberapa pakaian untuk ganti. Aku pun mengalihkan pandanganku tidak ingin di cap orang yan selalu ingin tau urusan orang lain. Tampak sinar matahari mulai bersinar terang menyinari koridor depan kamar tempatku dirawat. Teringat kejadian tadi malam dimana tempat anak sebayaku berdiri sambil memandangi derasnya hujan sudah mulai di terangi oleh sinar matahari pagi.

“siapakah anak itu?” Benakku bertanya 

Friday, April 7, 2017

CATATAN HARIAN ARI “PERJUANGANKU BARU DIMULAI”

PERJUANGAN DI MULAI
Tergopoh-gopoh pagi ini aku terbangun, tidak ingin ketinggalan moment dan akan menyesalkan hari ini jika gagal. Hari yang begitu penting di berikan kepercayaan untuk handle toko sendiri. Kebetulan hari ini aku shift berbarengan dengan ary dan sinta. Kedua tim service yang paling senior sehingga dapat membantuku jika ada masalah di toko. Pagi ini langit sedikit agak berawan dan berangin.
"Mudah-mudahan turun hujan," pikirku sambil berjalan menuju toko. Jam menunjukkan angka 6.35 menit. Aku meraba kantong belakangku, "akh, ada," gumamku, merasakan adanya kunci besar dan kecil yang berada di kantong belakangku.
Kunci tersebut adalah kunci pintu rolling door toko dan kunci brankas serta kunci lemari dokument. Aku sudah mempunyai janji dengan Ary dan sinta untuk on time jam 6.45 menit sudah ada di depan toko. Mereka mau membantu untuk hari pertamaku "single fighter".
Semuanya berjalan lancar, buka toko, buka kassa, serah terima uang kasir, pengiriman data sales, penarikan data promo, up load data, delegasi penggantian SKU dan pemasangan POP promo, semuanya berjalan. Transaksi di kasir pun sudah berjalan, costumer yang datang lumayan ramai karena hari minggu. Di tambah dengan suasana yang tidak terlalu panas sehingga banyak yang berolah raga pagi sampai dengan menjelang siang hari jam 10 memenuhi jalan raya di depan toko.
Kepadatan di jalan raya juga selain di penuhi oleh orang yang ingin berolah raga, juga di penuhi oleh para pembeli yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya satu minggu kedepan. Alun-alun Mesjid besar Ciparai pun menjadi ramai, banyak juga penjual dadakan yang menjajakan barangnya di sana, membludak sampai ke jalan utama. Setiap hari minggu pagi, memang jalan-jalan di sekitar mesjid besar ini ramai di kunjungi orang. Entah mulai kapan terjadinya, namun prosesi seperti ini selalu terjadi dalam satu minggu sekali dan selalu ramai di kunjungi oleh para pembeli.
Sedari tadi sambil mengamati kesibukan orang yang hilir mudik di depan toko serta memperhatikan semua yang ada didalam toko takut ada yang terlupa ataupun ada yang terlewat olehku. Tiada lain untuk meminimalisir bahan komplain dari customer serta bahan penilaian jelek dari Pak Erwin dan Pak Herman. Namun ada satu hal yang terlupa, satu hal yang memang seharusnya mudah sekali ku ingat. Memang sangat tidak berpengaruh penting dalam operasional toko namun berpengaruh terhadap atmosfer agar toko tidak terkesan sunyi senyap dan costumer betah untuk berlama-lama di toko. Baru ku sadari ketika costumer pelanggan sebelah toko mengingatkanku,
"tumben, kok sunyi senyap...biasanya full music," serunya...

"Aduuuh, poho euy aing," seru ku berlari menuju back office lalu menyalakan media player music di komputer.
Aku baru ingat pak Herman selalu menyimpan koleksi musiknya di folder pribadinya. Untuk saat ini, music beliau yang aku pakai. Karena jujur musicnya terlalu ke sundaan dan aku tidak mengerti bahasanya. Namun pepatah lama mengatakan "Dimana bumi di pijak di situ langit dijunjung,"
“geuss itu mah berarti kita harus menyesuaikan dengan kebiasaan costumer sekitar kita. Teu bisa pakai lagu barat, ieuh..." Seru si akang costumer samping toko.
Semuanya berjalan dengan baik, semua tugas adminstrasi sudah ku kerjakan. Cek sku yang tidak ada sudah di buatkan semua dan di pasang pada tempatnya. Cek barang yang kosong dan face out berjalan dengan baik. Untuk barang yang kosong sudah di list untuk di komunikasikan kepada anak-anak yang memegang departementnya.
Hari ini pak Herman off dan pulang ke Ciamis katanya selama 2 hari, 1 hari off dan 1 hari cuti. Pak Erwin seperti biasa masuk siang sebagai buffer penting di siang untuk proses tutup tokonya. Proses tutup toko pun sebenarnya tidak bermasalah buatku. Selain proses EOD (End Of Day), proses penghitungan omzet siang, penyisiran area toko, serta memastikan toko terkuci dengan rapat dan tidak ada bahan-bahan yang bisa menimbulkan kebakaran di dalam toko.
Ketika pak erwin masuk siang pun, beliau memuji tugas-tugasnya yang sudah ku kerjakan. Email penting yang di peruntukkan utk kepala toko sudah aku list dan mark (tandai) untuk di baca oleh Pak Erwin. Dengan tulus aku pun meminta ijin untuk meneruskan sampai dengan tutup toko untuk melihat proses tutup toko sekali lagi. Karena aku baru satu kali terlibat dalam shift siang dan proses tutup toko. Semuanya sudah tercatat dalam ingatanku dan jurnal catatan perkerjaanku. Aku terbiasa mencatat setiap detail perkerjaanku, sebagai reminder. Setiap yang mau aku kerjakan pun untuk berkerja selalu tercatat dengan rapi. Dengan tujuan biar terorganisir dengan baik, terselesaikan dan sebagai media informasi juga buat anak-anak tim ku nantinya.
Malamnya dengan lelah, ku salin lagi informasi-informasi yang aku dapatkan. Tetap di temani dengan suara dan langkah-langkah kecil burung dara dan burung terkukur tak beraturan. Seakan menyapa dan mengomentari setiap gerakan-gerakan tulisanku yang melekatkan tinta hitam penuh dengan lika liku perjuangan anak manusia, dalam mengarungi kehidupan ini.
"Thanks, ya Allah, kau berikan kemudahan untuk ku dalam hari pertama aku di beri kepercayaan. Semoga hari ini sebagai langkah awal profesional ku dalam meniti karir dalam dunia retail. Jika memang ini yang terbaik bagiku, maka mudahkanlah, luaskanlah ilmuku dan ringankanlah langkahku,
Namun jika ini bukan yang terbaik bagiku, maka jauhkanlah segera ya Allah, karena engkaulah yang maha pengasih, maha tahu dan maha besar. Kabulkanlah permintaan hambamu ini, amieeen...”
Malam semakin larut, kutinggalkan ruangan tempatku menulis menuju kamarku. Ku rebahkan badanku dan mengucap syukur atas nikmat yang Kau berikan kepadaku. Ku tutupkan mataku hingga akhirnya terbentang dua raut wajah hadir yang tidak pernah kulupakan dan telah kutinggalkan di sebuah tempat ujung dunia. Aku berjuang demi kalian berdua....
Paginya aku merasa sangat percaya diri. Kulangkahkan kaki ku sepanjang trotoar menuju ke arah toko tempat kerjaku. Di halaman depan sudah menunggu Ari dan Tini yang memang gilirannya masuk pagi bersamaku. Hari ini tidak ada satu pun manajerial yang akan menemaniku menjaga toko. Hari ini adalah hari keduaku berjuang sendiri full sampai dengan malam hari.
“bismillahirrahmanirrahim,” Seruku dalam hati sambil membuka pintu gembok yang mengunci rolling door toko ini. Satu persatu kami pun masuk, dimulai dari ku lalu tini dan Ari paling belakang. Setelah di dalam kuperiksa satu persatu rolling door sebagai sesuatu hal prosedur keamananan yang harus aku jalani. Kulangkah kan kakiku kembali ke teras toko untuk memerika kwh meteran listrik sebagai prosedur tambahan. Aku melihat Ari yang sudah berbenah untuk membuka rolling door dan Tini pun sudah memperbaiki pajangan seperti rutinitas biasanya sambil menunggu uang modal yang akan aku berikan.
Setelah di rasa aman, aku memberikan instruksi ke Ari untuk membuka rolling penuh, sambil melangkahkan kaki kearah brankas belakang untuk mengambil uang modal dengan tidak lupa mengeceknya terlebih dahulu bersama sama dengan Tini. Setelah klop, Tini pun mulai membuka program kassa dan memisahkan uang uang kecil di dalam Cash Drawer. Aktifitas ku selanjutnya adalah mengecek hasil penjualan yang tadi malam antara fisik uang yang ada di brankas dengan data program. Pagi ini semuanya berjalan sesuai dengan yang ku inginkan, sambil membuka komputer Back Office, aku pun memikirkan bagaimana caranya untuk meningkatkan penjualan kembali sambil memandang lorong gondola yang mengarah ke arah meja kasir. Namun hal tersebut menghilang searah dengan adanya email program promo dan perubahan harga yang harus aku load dan aplikasikan hari ini juga.
“Ri, ini tolong ubah SKU nya,” seruku ke Ari ketika ia masuk ke back office sambil menenteng lap pel dan ember yang berisi air bekas. Aku pun memberikan lembaran kertas sku yang sudah aku print out karena ada perubahan SKU. Kertas tersebut tinggal di gunting lalu diletakkan pada sebelah kiri dalam mika gondola tempat menaruh SKU. SKU adalah Stock Keeping Unit, dimana SKU tersebut terdapat keterangan jenis barang, harga serta tanggal update SKU tersebut. Tidak beberapa lama SKU tersebut sudah berada di mini counter dalam keadaan tergunting dan siap untuk dipasang. Terlihat Ari dan Tini sudah mulai mengganti SKU lama dengan update yang baru. Tidak lupa juga Tini mencoba di program untuk cek apakah SKU baru sudah terupdate untuk menghindari komplain dari customer. Setelah di rasakan semuanya sudah dijalankan oleh team. Aku pun mencoba untuk menganalisa barang mana yang bisa di buatkan POP sebagai info promo ke customer dan di gantung supaya bisa terlihat oleh customer yang masuk ke dalam toko ataupun dari luar.
Menganalisa barang untuk di jadikan POP tidak lah mudah. Barang tersebut harus memenuhi syarat, Syaratnya antara lain barang tersebut merupakan barang top penjualan atau yang paling banyak dicari atau terjual ke customer. Data tersebut sebenarnya dengan mudah aku dapatkan dari program. Program tersebut dapat menginformasikan top 100 penjualan baik perhari, perbulan bahkan pertahun. Aku pun menemukan beberapa barang yang bisa di jadikan tema untuk menarik perhatian customer membeli barang barang promo, namun yang jadi masalah adalah aku belum percaya diri menuangkan tulisan di atas kertas POP. POP adalah Point of Puchase atau istilah bahasa Indonesianya adalah Informasi Penawaran untuk Customer. POP di retail yang aku geluti berupa tulisan di atas kertas berwarna kuning dan menginformasikan jenis barang yang promosi dengan harga asli di coret dan di gantikan dengan harga promonya. Kertas POP yang di gunakan adalah berukuran A2 berwarna kuning dan diatas kepala kertas tertera lambang icon perusahaan ditambah tulisan “PROMOSI MINGGU INI”.
“Ri, tolong dong tulis POP, dapat info dari pak Herman kalau Ari tulisannya paling bagus,’ seruku tersenyum kecut, karena tahu kalau tulisan ku sendiri jauh dari bagus atau kalau mama ku bilang tulisanku seperti “cacing kepanasan.”
“Siap pak, mana pak kertas dan spidolnya,’ seru Ari sambil membawa sisa SKU yang belum sempat terpasang. Aku pun menyerahkan beberapa kertas POP dan kertas informasi mengenai barang apa saja yang harus ditulis pada kertas POP. Tidak beberapa lama pun Ari tenggelam dengan keasyikannya menuliskan informasi Promo di kertas POP. Tini pun sambil sibuk melayani customer tetap update SKU barang barang yang ada di gondola.
Jam sudah menunjukkan angka 10 pagi lebih 11 menit. Semua aktifitas pagi sudah aku jalankan semua. Semua aktifitas operasional team pun berjalan dengan baik. Area Floor Baverage seperti telor dan gula yang sering habis, sudah terisi dengan baik dan penuh. Customer pagi ini cukup ramai dan banyak di dominasi oleh ibu-ibu rumah tangga. Aku pun mencoba untuk menyisir ke seluruh gondola untuk crosscek ketersediaan barang. Apakah barang sudah ter face out dengan lebih baik, tidak ada barang yang kosong ataupun masuk dalam kondisi minimal pajang dan tidak sesuai dengan planogramnya.   
“Mba, ini gimana?...kok harga di tempatnya sama di kasir kok beda!!!” teriak seseorang dari depan kasir. Dari nadanya suara si ibu tersebut tampak marah dan nada membentak sehingga membuat seluruh perhatian customer ke arah sumber suara. Dengan tergopoh gopoh Ari menemui ku yang sedang memperbaiki face out di departemen Drink.
“Pa, ada ibu marah marah di depan, katanya harga di kasir sama di sku beda,” Seru Ari tampak cemas.
“barang apa Ri?” Seru ku dengan nada yang kubuat setenang mungkin karena seluruh perhatian customer mengarah kepadaku dan kepada ibu ibu yang sedang mengeluarkan seluruh energi nya untuk memarahi Tini. Aku pun melangkah mendekati area kasir dan terlihat Tini mencoba untuk setenang mungkin dan tersenyum simpul sambil memperhatikan ku. Tampak dari sinar mata Tini mencoba untuk memberikan isyarat minta tolong. Sambil berjalan aku mencoba untuk berpikir apa yang harus di lakukan untuk mengatasi hal ini. Maklum aku juga baru mengalami hal ini dan di saat perdana aku memegang shift sendiri. Terbesit sesuatu yang membuat aku tenang dan membuat hati ku terpatri pasti bisa mengatasi hal ini semua. Entahlah..ada sesuatu yang membuatku tenang menghadapi hal ini semua, atau memang mental dan moralku yang sudah tertempa bertahun tahun dalam menghadapi tantangan hidup. Dari semenjak menginjak sekolah lanjutan pertama dan Atas aku sering menghadapi masalah sendiri. Lalu berlanjut ke perguruan tinggi merantau ke Jakarta yang kata orang salah satu kota yang lebih kejam dari ibu tiri dan memang terbukti benar.
“Ri, minta tolong ambilkan SKU yang ada di mika barang tersebut ri. Segera..” seruku agak sedikit berbisik memberikan instruksi ke Ari yang sedari tadi ada di belakangku mengikuti ku ke arah kasir.
“Ada apa bu, kalau boleh tau?” Tanyaku dengan sedikit pelan, sopan, santun dan agak sedikit membungkuk. Kuusahakan setenang mungkin dan tidak gagap ataupun takut menghadapi galaknya ibu yang berada di depanku. Tampak tahi lalat sebesar kacang polong menempel pada sisi sebelah kanan dari mulutnya dan tidak jauh dari lobang hidung ibu tersebut. Tahi lalat tersebut tampak terkesan bahwa ibu tersebut tampak cerewet dan jutek. Kerudung biru muda tampak asal asalan menempel pada kepalanya, dengan ujungnya terbelit dengan kesan tampak asal-asalan juga pada leher kerah blus biru berbahan kaos polos yang di pakai oleh si ibu. Tampak berat badan berlebih terlihat dari lekuk tubuh dan lipatan pipinya yang bergerak ketika mukanya mengarah ke arah ku. Ibu tersebut masih memegang barang yang akan di belinya sedangkan tangan kanannya mengepit sebuah dompet dengan bahan beludru berwarna merah muda. Ketika melihatku dengan tampak sopan dan tersenyum ramah, si ibu pun menghela nafas terlebih dahulu, lalu dengan tenang mencoba untuk memulai dengan sebuah pertanyaan.
“bapak penanggung jawab toko ini?”
“Iya bu, kalau boleh tau ada apa ya bu? Karena saya dengar tadi ibu agak sedikit emosi dengan salah satu team saya.” Ujarku sambil tersenyum ramah dan menggerakkan badanku agar tampak relaks dan tidak kaku menghadapi hal yang memang baru pertama aku alami terjadi.
“begini pak, ini kok harga barang yang diraknya beda dengan yang tertera di struk nya. Untung tadi saya belum meninggalkan toko ini. Saya belanja banyak loh mas” seru si ibu sambil menunjuk plastik besar yang teronggok di bawah meja kassa.
“Mohon maaf ibu, boleh saya lihat struknya?” tanyaku sambil menyodorkan tangan untuk mengambil struk yang sedari tadi dipegang oleh Tini. Aku pun mengambil sku yang di pegang oleh Ari yang sedari tadi sudah standbye berada di sampingku. Memang benar ternyata beda, beda hanya 1500 rupiah.
“masih ada lagi gak bu yang salah atau ada hal lain yang ingin ibu sampaikan ke saya, sekedar sebagai perbaikan bagi kami perusahaan yang baru berkembang bu.” Ujarku agak merendah dan terkesan memberikan kesempatan ke ibu tersebut menyampaikan unek uneknya kembali.
“gak deh pak, saya sudah capek marah marah sama mba nya tadi,” serunya sambil agak tertawa karena melihatku yang mungkin agak merendah dan sangat sopan sekali.
“saya minta maaf bu, sekali lagi saya minta maaf. Ini memang kesalahan kami terutama saya yang kurang teliti untuk update kenaikan harga barang. Memang harusnya tadi pagi kami selesaikan pergantian SKU nya namun karena banyak pergantian SKU dan harus menulis POP juga sehingga kami lupa. Sekali lagi saya pribadi minta maaf. Kelebihannya akan kami kembalikan ke ibu sekarang juga.”
“Oooh begitu ya, ya sudahlah kalau begitu gak apa apalah,’ sudah gak apa apa. Saya yang harusnya malu dan minta maaf sudah marah marah. Saya tidak tahu kalau memang sibuk dan keteteran dalam mengganti harga barang,” Jawab siibu dengan sambil tersenyum ramah. Tidak tampak lagi jutek yang diperlihatkannya barusan.
“Ibu ini tampak terkesan cantik menurutku jika tersenyum dengan renyah dan bersahabat seperti sekarang” pikirku sambil memperhatikan mimik mukanya yang tampak bersemu merah karena mungkin merasa malu sudah marah marah. Dengan mengibaskan tangannya tanda bahwa tidak perlu di perpanjang kembali lalu meraih bungkusan belanjanya.
“ neng, ibu minta maaf ya sudah marah marah.” Teriak si ibu masih sambil tersenyum dan menepuk bahu Tini sambil berjalan menuju keluar toko. Matanya tampak bersahabat dan menatap Tini yang tampak kebingungan melihat keadaan yang berubah 180 derajat lebih baik.
“Hm...Ooooh...i..i..iya bu bu...” Seru Tini tampak gelagapan menghadapi keramahan yang lebih hangat dari sebelumnya. Mata Tini terus menatap kepergian si ibu sampai menghilang disamping toko.    
“Alhamdulillah,” pikirku dalam hati. Aku pun menghembuskan nafas dan mulai berjalan ke arah back office. “Hanya berserah diri dan berdoa pada yang di Atas nya lah sehingga masalah ini bisa aku selesaikan dengan setenang mungkin. Jika aku tidak tenang dan terlalu ngotot serta tidak mendengarkan keluh kesah customer tersebut mungkin bakal ada keributan besar sehingga bisa merusak brand image dari toko ini,” lanjut pikirku kembali.
Back office ini penuh dengan barang dagangan, namun tertata dengan rapi dan ter-grouping sehingga mudah untuk di cari. Hampir semuanya non food dan barang yang fast moving sehingga mudah untuk mengisi gondola yang kosong. Disebelah meja terdapat tumpukan dus dus yang berisi cooking oil yang juga termasuk barang fast moving terpisah dengan departement non food yang berbau sangat tajam. Baru saja aku duduk didepan komputer terdengar bunyi bel yang cukup keras sebagai tanda bahwa kasir membutuhkan acc pembatalan barang atau ada kendala di area depan. Ketika tiba didepan pintu yang memisahkan back office dan selling area, Ari sudah menghadang jalanku. Dengan muka yang cengar cengir seperti kebiasaannya, ari pun berkata
“Pak, kemaren order telor?” Tanya Ari sambil memperhatikan lekat lekat mukaku. Ada alasannya Ari berlaku seperti itu, karena semenjak aku bergabung 3 hari yang lalu belum ada suplier yang datang, sehingga sudah pasti aku belum tahu prosedur datang barang dari suplier. Ari pun mengetahui hal tersebut karena dari pertama sampai dengan hari ini aku selalu satu shift dengan ia. Aku pun membalikkan badanku dan melihat kembali buku komunikasi manajerial, siapa tahu memang ada yang terlewat olehku. Aku pun juga menyesal kenapa pagi tadi aku tidak membaca dahulu info dari manajerial tadi malam untuk info pagi ini.
“Ooooh, iya ada ri, Soenarko Telor ya....oke lah....hm....biasanya seperti apa ri?” Tanyaku yang memang sengaja untuk “down to earth” bertanya kepada Tim service lama yang sudah berkecimpung di dunia retail. Memang kesempatan mereka akan terbuka luas kedepannya tinggal faktor pendidikan saja yang memang kurang beruntung. Namun menurutku kalau mereka di bina dan didik akan lebih bagus jadinya. Mereka juga akan terbiasa menangani customer yang seperti tadi pagi marah marah, trouble shooting komputer dan jaringan, bahkan menganalisa sendiri prilaku customer dan barang.
Baiklah pak,” seru Ari malu malu tetapi dari raut mukanya tampak bangga untuk menjelaskan kepada saya prosedur yang sudah berlaku ketika menerima barang dari suplier.
“Nanti mending lihat saja didepan ya pak..., bapak seakan akan sudah tahu prosedurnya sehingga fungsi bapak hanya kontrol saja dulu. Terpenting kitanya teliti dan jangan salah timbangan kalau untuk telor pak,” lanjut Ari menjelaskan sambil tangannya mengayun di depan badannya seakan akan menjelaskan prosedur yang ada dengan menitik beratkan pada tekanan di tangannya.
Aku pun hanya mengangguk anggukkan kepalaku sambil berjalan menuju kedepan. Ari langsung mengambil posisi didepan timbangan dan mengosongkan serta membersihkan area di sekitarnya untuk menaruh telor yang akan ditimbang. Sang panggul telor pun sudah siap sedari tadi dan ketika melihat Ari sudah siap di depan timbangan dengan buku dan ballpoint di tangan. Ia pun segera menuju mobil colt bak berwarna putih yang di parkir dengan pantat mobil menghadap ke pintu masuk toko. Ia pun membawa tumpukan tray yang berisi telor. Tinggi tumpukan tray telor tersebut kira kira hampir setengah meter. Tumpukan tray tersebut di taruh pada timbangan dan ari mencatat setiap angka berat yang muncul pada timbangan tersebut. Setelah berjalan sampai dengan 10 tray yang di timbang muncul rasa penasaran dari ku, namun untuk bertanya tetap aku tahan karena aku yakin Ari pasti berpengalaman dan bisa di andalkan dalam hal ini.
Setelah selasai 15 Tray seperti yang sudah di order dalam buku komunikasi manajerial yang di tulis oleh Pak Herman. Sang kuli panggul masuk kedalam mobil dan mengambil kertas dengan tulisan invoice pada pojok sebelah kanan. Kertas tersebut ada 4 rangkap dengan berbeda warna. Pada lembar pertama yang berwarna putih sudah ada tulisan tangan dengan jumlah kg yang ada. Ari pun terlihat mengkalkulasi hasil perhitungan yang sudah di tulisnya. Lalu ia pun mengecek dengan jumlah berat yang ada di invoice.
“Oke, cocok, pak minta tolong tanda tangan invoicenya,” seru Ari dengan senyum terkembang puas. Aku pun membalas senyumannya sambil mengambil invoice yang disodorkannya kepada ku. Aku pun meminta catatan yang ari pegang untuk sekedar formalitas pengecekan ulang. Setelah aku telaah memang tidak berbeda jauh, hasil pengukuran Ari terlihat lebih koma di belakang saja dari invoice. “Secara logika memang toko diuntungkan,” pikirku lalu mulai menanda tangan di tempat yang sudah disediakan. Setelah selesai lembar putih dan merah diserahkan kepada ku, “ Untuk diinput di program serta dikirim kepusat pak,” Seru Ari sok tahu.
“Ri, memang ada patokannya untuk telor?” seruku penasaran karena ketika aku melihat hasil timbangan semuanya di angka 12 koma sekian sekian lalu di belakangnya tertera kg yang artinya kilogram.
“ begini pak, kita timbang tray ya pak. Satu tray itu biasanya 1 gram atau dibawah 1 gram. Jumlah tray tadi ada 6 tray pak. Jadi jika 6 tray berarti sekitar 6 gram,” ujarnya sambil menimbang salah satu tray dan lalu menumpukkan 6 tray berikutnya sebagai tanda uji coba untuk menjelaskan kepadaku.
“berati tadi satu tumpukan harus 12,6 kg pak tidak boleh kurang dari angka tersebut.”sambungnya menjelaskan.
  “jadi total telor tersebut adalah 180 kg?” seruku berdecak kagum dan memang benar invoice yang aku pegang adalah 180,2 kg sedangkan catatan Ari adalah 180,90 Kg.
“Ooo begitu, oke saya mengerti, tapi memang yakin habis ri segitu dalam waktu minimal 4 hari maksimal seminggu loh?’ Ujarku penasaran
“Tenang pak, pasti habis. Seperti biasa dalam waktu 4 hari juga pasti kita order kembali. Kalau Jumat sabtu dan minggu kita biasanya order sampai dengan 20 Tray loh pak” ujarnya sambil tersenyum dan membereskan tray yang tadi di pakai sebagai contoh untuk mengajari ku.
Aku pun hanya mengangguk anggukkan kepalaku tanda mengerti dan juga kagum karena telor merupakan fast moving paling cepat di toko ini. Pantas saja siapapun manajerialnya di toko ini wajib untuk berdiri dan melayani di area telor. Karena anak anak juga sudah mempunyai tugas untuk selalu mobile isi barang lainnya. Aku pun memperhatikan invoice suplier dan berjanji dalam hati besok minta diajarkan untuk input suplier datang di program itu bagaimana.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan angka jam setengah dua siang menjelang sore hari. Pengunjung pun bertambah banyak dan terlihat juga team siang pun sudah datang satu persatu. Terdengar suara cemprengnya Tedi dan tertawa jeleknya Andi yang datang sambil meledek Tini. Aku pun hanya tersenyum dengan sedikit gembira karena setidaknya hari ini aku mendapatkan pelajaran yang berharga.
“ Perjuanganku baru dimulai” Seruku dalam hati

Monday, March 27, 2017

AAN KECIL “TRAGEDI DI RUMAH SAKIT (BAG 2)”

Malamnya....
                   Ramai sekali malam ini, papa datang bersama dengan para saudara, paman dan adik adikku. Di ranjang sebelah juga sedang berkumpul saudara saudaranya si makhluk cantik. Aku akui kalau keluarga mereka, adik adiknya juga cantik sehingga tidak heran jika hal tersebut sangat menarik perhatian para saudara dan adik laki laki ku. Tidak heran, jika mereka tidak beranjak sama sekali keluar dari kamarku ini. Tidak seperti sebelumnya, beberapa waktu yang lalu ketika kami sekeluarga menjenguk feby anak dari Mama Nawar (panggilan Mama adalah panggilan untuk paman atau saudara laki laki tertua di Palembang) yang masuk rumah sakit. Hanya sebentar bersalaman dan menanyakan kabarnya Feby, aku dan adikku akhirnya nongkrong di luar kamar dan membiarkan mama dan papa mengobrol di dalam kamar. Tapi kali ini mereka tidak beranjak sedikitpun dari tempat mereka. Aku pun hanya tersenyum melihat kelakuan para saudara dan adik laki laki ku.
                   “satu keluarga memang mata perempuan, meihat perempuan cantik pun luluh, dasar” pikirku sambil memperhatikan satu persatu adik laki laki serta saudara laki laki ku lainnya, yang memang saat itu sangat kalem sekali tidak seperti biasanya. Merasa dipandangi satu persatu mereka pun dengan kalem tetap tersenyum, walaupun mata mereka tidak lepas mencuri curi pandang ke keluarga sebelah.


                   Dikantor medis faviliun, tampak dua orang suster sedang membereskan berkas berkas pasien yang masih terpakai dan tidak terpakai. Sedangkan jam sudah menunjukkan waktu pukul 22.30 Malam dan sebentar lagi Shift Malam akan bertugas menggantikan mereka. Tampak dari jendela kaca yang mengarah ke belakang ruang medis ini cahaya temaram lampu lampu jalan yang berada di seberang kali buatan. Kali tersebut membatasi Rumah Sakit dengan Jalan Kompleks Perumahan, yang kabarnya kali tersebut sudah ada sejak lama semenjak Belanda menguasai daerah ini. Angin lembut membawa bulir bulir air yang turun dari langit tampak berjejer tak beraturan memenuhi jendela kaca kantor medis ini. Suara air yang konstan beraturan bertemu dengan benda benda keras bergelotak membentuk irama hujan rintik rintik yang menghiasi malam yang kelam ini.
                   Ruangan ini berbentuk persegi panjang dengan pintu masuk berada di tengah dari pedesterian panjang yang menghubungkan faviliun satu dengan yang lainnya. Sedangkan meja resepsionis berada di samping dari pintu masuk untuk memantau tamu tamu serta berfungsi sebagai tempat melapor pasien yang baru masuk dan juga keluar. Dari Meja resepsionis, terlihat pedesterian di dalam faviliun yang menghubungkan kamar pasien. pedesterian tersebut melingkar sampai pada akhirnya akan berakhir kembali di depan meja resepsionis. Ditengah faviliun ini juga di percantik dengan adanya taman hidup dibawah atap terbuka sehingga udara segar tetap terjaga.
                   “Sus ini pasien anak yang 3 hari lalu sudah meninggal sudah di data belum?” seru suster yang bertubuh langsing dan mempunyai muka yang bulat serta memakai kacamata. Ia tampak memegang sebuah map yang isinya beberapa berkas. Tampak di depan map tersebut tertera sebuah nama “Aditya Suseno” (mohon maaf jika ada kesamaan nama)
                   “belum sus, itu masih menunggu karena kasusnya masih ditangani kepolisian. Kebetulan masuk ke UGD keadaannya sudah dalam kondisi pengaruh obat terlarang dan tidak sadarkan diri bahkan jika sadar muntah dan pingsan kembali, terus berulang ulang. Di UGD sudah ditangani dan keadaannya sudah mulai membaik namun ketika masuk ke Faviliun ini keadaanya malah kembali drop dan tidak tertolong lagi.” Jelas Suster yang bertubuh gemuk tidak bergeming ketika menjelaskan, sambil matanya terus memperhatikan satu persatu berkas berkas yang ada atas mejanya. Tubuh gemuknya terlihat sampai memenuhi lengan kursi yang di dudukinya. Belum lagi lipatan pipinya tampak menggembung searah dengan kepala yang tertunduk.
                   “3 hari juga faviliun ini mengalami kejadian aneh semenjak anak tersebut pergi,” Gumam sang suster yang bertubuh langsing, sambil meletakkan tumpukan map tadi kearah meja suster gendut dan mengambil tumpukan kertas lainnya yang memang sudah disepakati harus di pindah ke ruang arsip atau tetap di lemari failing faviliun ini. Suster gendut pun mengerlingkan matanya lalu menoleh ke arah suster langsing tersebut. Lalu matanya menatap tajam ke arah suster tersebut.
                   “jangan membuat cerita cerita aneh yang bisa membuat pasien dan para keluarganya resah suster, sudah kewajiban kita untuk mengurus mereka dan membuat mereka nyaman sehingga keluarga yang sakit bisa cepat sembuh.” Serunya tampak berwibawa, namun ia pun menambahkan dengan suara lebih pelan, ”Bukan kali ini saya mengalami kejadian ini, namun 10 tahun karirku dan semenjak rumah sakit ini di dirikan aku pernah mengalami hal hal aneh namun memang belum pernah sampai bertemu....” tampak sang suster menghembuskan nafas dan seperti berat untuk berkata kata kembali namun ia pun melanjutkan, “...memang...sekarang yang sering terjadi hal hal aneh di faviliun ini semenjak selesai di bangun,” Nadanya pada akhirnya setuju dengan apa yang diutarakan sebelumnya oleh suster yang bertubuh langsing tersebut.
                   Suster yang bertubuh langsing pun tersenyum dan meminta maaf. Dia memaklumi ucapan suster gendut tersebut karena memang dia adalah suster paling senior di rumah sakit ini sedangkan ia baru 1 tahun. 1 tahun pertama di habiskan bertugas di faviliun Melati. Baru genap 1 tahunnya diangkat jadi suster tetap di rumah sakit ini, dia mendapat tugas untuk berjaga di faviliun Delima. Sampai dengan malam ini ia sudah berusia 1 tahun 10 hari bertugas di rumah sakit ini. 10 hari bertugas di faviliun Delima, ia pun sudah merasa ada kejanggalan yang terjadi di faviliun ini.
                   Menurut cerita, di awal berdirinya rumah sakit ini, faviliun Delima merupakan kompleks kamar mayat. Seiring dengan bertambahnya peningkatan pelayanan dan pasien yang masuk, maka Rumah sakit ini memindahkan kamar mayat dan menjadikan tempat sebelumnya sebagai faviliun Delima. Dilihat dari kondisinya memang Faviliun Delima merupakan faviliun paling baru diantara faviliun lainnya. Namun semenjak didirikan banyak kejadian diluar nalar yang terjadi baik di alami oleh pasien dan keluarga beserta staff medis Rumah Sakit.
                   “Jika dulu sering muncul hal aneh dari arwah penasaran yang menghuni kamar mayat, namun sekarang ini malah arwah penasaran dari orang orang yang meninggal di Faviliun ini,” Gumam Suster gendut sambil kembali menghembuskan nafas dan menarik tinggi tubuhnya keatas untuk meluruskan badannya yang sedari tadi menjadi tumpuan dari berat tubuhnya. Sedangkan suster yang bertubuh langsing malah berdehem dan merapatkan diri ke arah suster gendut karena perkataan suster tersebut bukannya mencairkan masalah malah menambah suasana seram di antara keduanya. “padahal di Faviliun lain banyak yang meninggal tapi tidak pernah ada yang mengalami hal hal aneh,” Sambung Suster gendut sambil menekuk kepalanya kebelakang untuk merenggangkan otot otot lehernya yang tegang karena terlalu lama menunduk. Lalu kembali terpekur menghadapi dokumen dokumen yang ada didepan mata mereka. Sedangkan Suster yang bertubuh langsing sekarang tampak berlutut di bawah untuk membongkar arsip yang ada di lemari bawah tersebut.
                   “Sus......saya boleh minta tolonggggggg......” terdengar suara laki laki yang tiba tiba terdengar nyaring sampai kedalam ruangan. Asal suara tersebut berada di luar kamar medis, tepatnya di pintu masuk pedesterian yang menghubungkan faviliun satu dengan yang lainnya. Tidak sempat kedua suster tersebut menengok ataupun beranjak dari tempatnya, suara tersebut terdengar lagi dengan lebih menghipnotis sehingga membuat mereka terpaku dan lebih  memilih berdiam diri.
                   “Sus.....saya boleh minta tolongggggg......saya Adit sus....kamar 5...tolong saya Sus, saya mau.....” suara tersebut awalnya menggema seperti suara pertama namun perlahan lahan melemah dan terputus sama sekali sampai tidak terdengar apa apa lagi. Yang terdengar hanyalah klotakan suara rintik air hujan yang turun membahasi jendela kaca ruangan medis ini.

Tiba-tiba...

                   “Sus, besok dokter kontrol jam berapa ya?” Seru suara seorang perempuan setengah baya, memecahkan rintikan suara hujan dan membuyarkan kekakuan kedua suster tersebut. Berdua secara refleks melihat kearah seorang perempuan yang tiba tiba hadir di tepi meja resepsionis dengan muka oval dan bermata sipit serta mempunyai rambut hitam pendek dengan berperawakan kurus. Kedua suster tersebut tampak sangat terkejut dengan mulut teranga dan mata melotot melihat kehadiran tiba tiba perempuan tersebut didepan mereka. Suster yang bertubuh langsing tampak refleks beringsut mundur dan terduduk bersilang sedangkan suster gendut tampak tertekan kebelakang kursi dengan raut muka tertekuk ke belakang. Perempuan yang melihat keterkejutan mereka atas kehadirannya, juga sama sama kaget tidak menyangka kalau kehadirannya bisa membuat hal yang sangat luar biasa bagi kedua suster tersebut.
                   “apa karena aku mirip artis kali ya?” pikir perempuan tersebut sambil masih tidak percaya kalau kehadirannya bisa membuat kedua suster tersebut terkejut.
                   “atau....make up ku ada yang aneh? Atau memang rambut ku acak acakan, ada belek gede, ada tahi lalat ngegede kali atau ada bekas makan di bibir?,” seru perempuan tersebut tampak panik sambil meraba pipi, mata, hidung tepi mulut sampai bibir dan rambutnya sendiri. Perempuan tersebut celingak celinguk sibuk mencari kaca cermin.
                   “Cari apa ya bu? Tanya suster yang bertubuh langsing sambil berdiri dan berusaha untuk tersenyum ramah berusaha untuk melupakan apa yang terjadi barusan.
                   “Cari kaca cermin atau punya kaca kecil rias kali sus,” Seru perempuan tersebut seperti tampak memaksa dengan menempelkan tubuhnya ke meja resepsionis ingin menggapai sebuah tas yang tampaknya tas suster tersebut.
                   “oh ini bu, pakai punya saya aja,” Sekarang giliran Suster yang bertubuh gendut yang menjawab dan mengambilkan dari dalam sebuah laci meja tempat duduknya. Sebuah tempat bedak berwarna putih yang jika di buka terdapat kaca dan alas bedak. Perempuan tersebut pun tidak menunggu lama, segera membuka dan langsung berkaca di depan kedua suster tersebut. Sambil memperhatikan tingkah aneh perempuan yang ada didepan mereka serta memastikan semuanya baik baik saja dan memang tidak ada orang yang minta tolong. Suster gendut pun tergelitik dan penasaran sehingga akhirnya keluar dari tempatnya dan meminta maaf untuk permisi ke depan pintu faviliun sebentar kepada perempuan tersebut. Tidak beberapa lama suster gendut pun kembali dan memberikan isyarat dengan dua lengan di bentangkan dan bahu di naikkan ke atas kepada suster bertubuh langsing.
                   “tidak ada siapa siapa,” serunya tanpa bersuara dan hanya isyarat bibir yang berucap kepada suster yang bertubuh langsing.
                   “Semua oke dan tidak ada yang perlu di khawatirkan,” pikir perempuan tersebut sambil memperhatikan permukaan kaca cermin kecil tempat bedak yang ada di telapak tangannya. Pada akhirnya dia menyadari bahwa kedua suster sedari tadi memperhatikan tingkahnya.
                   “Loh, tadi saya kesini mau apa ya?” Pikir perempuan tersebut sambil tersenyum malu kepada kedua suster tersebut dan mengembalikan tempat bedak kecil sambil mengucapkan terima kasih.
                   “Oh ya.....” Seru perempuan tersebut seperti sadar dan ingat sesuatu yang sebelumnya terjadi,” tadi kaget kenapa ya? Kok seperti melihat saya seperti melihat artis atau hantu begitu loe,’ Ucap perempuan tersebut ingin tahu dan berlagak seperti sudah kenal sangat dekat sebelumnya.
                   “Begini bu..ta......” Belum selesai suster bertubuh langsing menyelesaikan perkataannya, Suster gendut pun langsung berkata,” Ada yang bisa kami bantu bu?” Serunya memotong dengan lembut dan sambil berdiri lebih dekat dengan suster yang bertubuh langsing.
                   “Tadi kita kaget bu, karena lagi benar benar fokus dengan kerjaan. Seperti yang ibu lihat, dokumen yang harus kita sortir lumayan banyak,” Serunya menambahkan dan sambil mengibaskan tangan seperti mempersilahkan perempuan tersebut melihat ke tumpukan dokumen yang terkapar di meja dan tergeletak di lantai. Sambil mengibaskan tangannya tidak sengaja mata suster gendut melihat ke arah dokumen paling atas yang ada di meja yang barusan dia akan sortir. Sebuah map dengan tulisan nama “Aditya Suseno”  dan pada garis bawah tertulis Kamar No 5 Faviliun Delima. Tanpak tertegun sebentar ia pun mengalihkan perhatiannya ke arah perempuan di depannya.
                   “Ibu dari kamar no berapa bu dan nama pasiennya siapa...hm tadi keperluannya apa ya bu?” Tanya suster gendut sambil mencoba untuk tersenyum namun tetap saja tidak dapat menyembunyikan sorot kegelisahan pada mata suster tersebut. Suster tersebut pun kembali menoleh ke arah pintu masuk lalu kembali menatap perempuan didepannya sambil mencoba untuk menarik nafas pelan menunggu jawaban.
                   Perempuan tersebut tampak berpikir sejenak serta tampak tidak percaya atas jawaban dari kedua suster tersebut. Namun sepertinya ia tidak mencoba untuk bertanya lebih jauh. “Anak saya masuk ke kamar no 5 atas nama Aan, tadi saya tanya besok dokter kontrol jam berapa ya? Karena saya harus pagi pagi pulang dahulu kerumah untuk ngurus adik adiknya.”
            Kedua suster tersebut pun saling berpandangan karena sebelumnya ada yang meminta tolong atas nama Aditya, pasien anak yang baru 3 hari meninggal yang sebelumnya berada di kamar no 5. Sambil terbata bata dan dengan sedikit bergidik gemetar karena kedinginan disebabkan tiba tiba angin berhembus agak kencang dari arah pintu Faviliun, Suster gendut pun berkata, “beeeesooook jam 8 pagi brrr, Dokter biasanya kontrol dan paling telat jam 9 bu brrr,” 

Sunday, March 26, 2017

AAN KECIL “TRAGEDI DI RUMAH SAKIT (BAG 1)”

“Ini kecapean sepertinya bu, terus asupan makanan juga seperti jajanan yang kurang sehat masuk jadi kena Tipes,” Ujar dokter yang memeriksa ku pagi ini sambil menulis di sebuah secarik kertas berwarna putih mirip notes punya papa yang sering aku jumpai di lemari buku. Dokter ini terus menulis sambil mulutnya tidak berhenti berbicara, kacamatanya menggantung di atas hidung tampak bergerak gerak mengikuti irama mulutnya yang tidak berhenti mendektekan apa yang di tulis oleh nya sambil matanya terus terarah ke arah tulisan yang di buatnya. Tampak tubuh gemuknya tertutup oleh jas putih panjang menggantung sampai ke bawah tampak apik dan rapi duduk di balik meja pemeriksaan yang merupakan meja satu satunya yang ada diruangan tersebut selain tempat tidur dan lampu besar yang menaungi tempat tidur tersebut. Sementara itu gadis dengan topi berbentuk pita besar berwarna putih di atas kepalanya dan juga memakai dress up berwarna putih berdiri di samping dokter tersebut dan tampak memperhatikan apa yang di tulis oleh dokter tersebut.
“Tolong bawa ke Faviliun Delima dan kasih ke dokter jaga,” Seru  sang Dokter menginstruksikan sebuah perintah sambil memberikan secarik kertas yang di buat oleh nya sedari tadi.
“Tolong juga bawa ibu ini ke ruang pendaftaran pasien dan adeknya langsung saja di rawat ya sus,” Sambungnya kembali dan sambil mengalihkan perhatiannya ke arah ku dan mama.
“Nanti saya kontrol setiap jam 8 Pagi yang bu dan jangan khawatir adeknya pasti cepat sembuh, ya... paling lambat satu minggu lah beristirahat di Rumah Sakit,” seru Dokter tersebut sambil tersenyum. Namun tatapan dan senyuman Dokter tersebut tidak membuat ku nyaman atau terhibur sama sekali, bahkan aku beranggapan bahwa Dokter tersebut sepertinya merencanakan sesuatu yang jahat terhadapku. Aku pun bergidik menatapnya dan merasa sangat takut luar biasa.
Aku pun merasa menyesal karena tidak memperhatikan kesehatan ku selama ini dan banyak jajan di luar rumah serta jarang berisitrahat dengan baik. Waktu tidur siangku kebanyakan di habiskan bermain dengan teman temanku, Ditambah semenjak kejadian sepedaku terjun ke kali membuat kesehatanku drop drastis. Tadi malam aku mengeluh sakit di perut dan muntah muntah tanpa henti. Sehingga Papa dan Mama memutuskan untuk membawa ku ke Rumah Sakit Swasta dekat tempat tinggalku.

Disinilah sekarang aku berada, didalam salah satu bangsal Rumah Sakit. Aku pun mengenakan pakaian orang sakit resmi yaitu piyama berwarna biru laut. Dibangsal ini hanya berkapasitas untuk 2 orang, salah satu tempat tidur dalam kamarku belum di tempati siapa pun. Disamping masing masing tempat tidur terdapat lemari kecil tempat menyimpan pakaian dan atasnya bisa di jadikan tempat menaruh makanan kecil. Tempat tidurku berada tepat di samping jendela kaca yang berbatasan dengan  teras pedesterian Faviliun Rumah Sakit. Sedangkan pintu masuk tepat berada di depanku agak menyamping sejajar dengan dinding jendela kaca. Pintu masuk juga terbuat dari pintu kaca dan dari tempat ku istirahat, aku dapat melihat aktivitas para suster dan para pengunjung yang datang.
Tiba tiba masuk suster bersama mama, mereka kelihatannya sangat akrab sekali. Mengobrol dan tertawa yang aku tidak mengerti ke arah mana pembicaraannya. Sepertinya membicarakan masalah pasien atau apalah...entahlah. Aku pun tidak heran jika mama akrab dengan siapa saja.
“dek, kata dokter, kita pasang impus dulu ya,” seru suster yang memakai kacamata dan tampak riasan ala kadarnya dengan bedak tipis dan lipstik pun tipis, beberapa helai rambut poni menutupi dengan manis jidat yang seperti ku sama seperti jidatku yaitu jidat lapangan terbang, rambutnya pun hanya diikat kebelakang. Ia pun tersenyum sambil mempersiapkan beberapa peralatan dan menarik sebuah tiang yang sepertinya sudah tersedia dari tadi namun luput dari pengamatanku.
“ini suster pasti suruhan dokter jahat tadi,“ pikirku dan aku tidak suka atas apa yang akan dia perbuat dengan ku, “namun jika aku tidak menuruti apa kemauannya, bakal lama nih di rumah sakit,” pikirku kembali. “tadi dia bilang apa “inpus” apa itu inpus kok susternya mempersiapkan seperti jarum suntik dengan ada selang sih.” Tanyaku kembali dalam hati dan aku pun mengkerut dan takut setengah mati. Maklum aku sangat takut sekali dengan jarum suntik mending berantem ataupun berhadapan dengan hantu sekalipun lah dari pada harus di suntik dan sudah benar benar kapok. Jarum suntik menurutku merupakan sesuatu yang paling aku takuti selain harus berhadapan dengan beberapa perempuan yang ingin berkenalan denganku.
“mah...mah....” ujarku setengah berteriak sambil berusaha beringsut menjauhi suster dan akan bangkit menuju mama. Mama yang sudah mengerti akan ketakutanku hanya tersenyum dan berusaha untuk menghalangi ku bangun dari tempat tidur.
“An, mau sembuh nggak? Gak bakalan sakit dan hanya seperti di gigit semut, itu pun kata dokternya juga sebagai pengganti cairan tubuh dan vitamin biar gak lemes dan sehat kembali,” ujar mama sambil terus memegangi badanku.
“dokter lagi dokter lagi....teriakku dalam hati...aku sangat membenci dokter satu ini,” ujarku dalam hati dan berusaha untuk tidak panik. “ya mau tidak mau harus pasrah demi cepat sembuh dan bisa main lagi,” pikirku dalam hati sambil mengalihkan perhatianku kearah jendela kaca. Tidak beberapa lama suster mengambil tanganku sebelah kanan yang sebelumnya aku dekapkan ke tangan mama yang memegang dadaku. Aku pun mulai meringis dan membayangkan sakitnya pasti luar biasa. Tidak terasa air mata pun mulai keluar dan aku pun berusaha menahan isakan dan berusaha untuk tidak melihat ke arah suster atau pun kearah  tanganku yang akan di inpus.
“Aan, belum di apa apain udah nangis tuh gimana sih?” ujar Papaku yang tiba tiba muncul dari pintu kamar bangsalku. “bodo amat,” teriakku dalam hati dan aku pun mulai beringsut kembali agak menjauh dari tepi tempat tidurku dan berusaha menengok ke arah jendela pintu kamar bangsalku. Tidak ku pedulikan kehadiran papaku dan beberapa orang yang masuk ke dalam kamarku. Aku pun berusaha menahan bayangan rasa sakit yang sebentar lagi akan kurasakan ke dalam tanganku. Kurasakan papa menahan gerakan kaki ku yang sedari tadi tidak bisa diam. Tiba tiba aku merasakan seperti suatu benda di masukkan ke dalam pergelangan tanganku agak kesamping, yang membuatku kaget luar bisa dan tidak tertahankan air mataku pun tumpah ruah walaupun masih aku tahan isakannya agar tidak keluar, yang keluar hanyalah teriakan “awww, duuuuh duuuh,” teriakku sambil akhirnya aku refleks melihat apa yang di masukkan ke dalam pergelangan tanganku. Teriakan ku pun searah dengan dorongan jarum suntik tersebut masuk ke dalam pergelangan tanganku.
Aku pun memperhatikan hasil dari kerja suster tersebut. Yang di maksud dengan infus itu adalah memasukkan beberapa cairan ke dalam tubuhku dengan jarum suntik yang di hubungkan dengan selang dan tabung plastik yang di gantung tinggi di tiang dekat tempat tidurku. Mama ku pun mengusap pipiku yang penuh dengan air mata dan tersenyum melihat ku tampak pucat dan merenggut tanda tidak suka atas apa yang barusan terjadi. Aku pun masih memperhatikan jarum suntik yang di plester dengan warna coklat tertanam pada lenganku sebelah kanan. Lalu memperhatikan suster yang akan beranjak dari pinggir tempat tidurku yang terlihat senang dan menampilkan senyum lebar pada muka yang sangat menyebalkan bagiku yang melihatnya.
“Suster, tolong di bantu ke sini sebentar dong,” teriak salah satu suara yang berasal dari belakang sang suster dan tampaknya ada baju putih lain yang ada di tempat tidur sebelah dari tempat tidurku. Suster di sebelah tempat tidurku pun menoleh lalu beranjak kearah tempat tidur yang agak jauh ke sebelah kanan dari tempat tidurku. Ada suster lain yang tampak lebih gendut dan lebih tua bahkan mukanya pun sepertinya lebih jutek dari suster yang mengurusku ini. Mereka berbincang bincang dengan agak pelan sehingga aku agak samar mendengarnya dan aku pun tidak peduli apa yang mereka perbincangkan. Yang aku perhatikan adalah seraut wajah yang terpampang agak tertutup oleh badannya suster gendut. Seraut wajah cantik dengan muka oval dan rambut panjang hitam tergerai menutupi bantal yang menopang kepala cantiknya.
“kapan masukknya ya? Kok bisa sih tanpa radarku berfungsi ada mahkluk cantik masuk ke dalam bangsal kamar,” pikirku kagum dan tersenyum sambil terus memperhatikan dan meneliti siapa tau aku pun salah lihat. Sejurus kemudian timbul malu dalam diriku, bukannya aku tadi barusan menangis. Kalau di tau aku menangis “akkhhh, malu lah,” seruku dalam hati dan mengalihkan perhatian ku dari dia dan memandangi papaku yang memperhatikan ku tertangkap basah sedang memperhatikan perempuan cantik yang berada dalam satu kamar denganku. Papaku tampak tersenyum lebar melihat aku rada kikuk karena tertangkap basah.
“Gak ada suara nangis dan kesakitan kok dari sebelah ya An, beda dengan anak papa kok cengeng sih laki laki, ganteng ganteng cengeng,” seru papaku setengah berbisik supaya tidak mengundang perhatian yang lain dan pada akhirnya akan mentertawakan diriku, jika terjadi hilang sudah harga diriku dan papa ku tahu betul anak laki lakinya satu ini. Aku pun hanya tersenyum dan mengalihkan perhatian ku dari papa sambil memperhatikan jendela kaca kamarku untuk melihat taman yang berada di tengah faviliun rumah sakit ini dan memperhatikan gerak gerik pengunjunga taupun suster ataupun petugas yang hilir mudik di pedesterian faviliun ini. Tidak beberapa lama terdengar mama mengobrol tentang tetanggaku yang baru dengan papa. Kebiasaaan mama yang selalu bisa tahu dan ingin tahu apa yang terjadi disekelilingnya. Ternyata tetanggaku mengidap penyakit yang sama denganku, barusan mama dapat info dari ibunya yang menemani perempuan cantik ini.

Berbagai bayangan bayangan aneh muncul di kepalaku atas apa yang terjadi pada hari ini. Dalam satu kamar ada makhluk cantik seperti ini membikin ku pun salah tingkah. Belum lagi membayangkan apa lagi yang bakal di lakukan oleh Dokter jahat terhadapku pun terus menghantui sepanjang hari ini. Namun pikiran itu pun sirna jika aku memperhatikan mahkluk cantik di seberang tempat tidurku. Ada rasa....apa ya??...terpenting aku suka memperhatikan seluruh gerak geriknya.
“Namanya Wulan sari Guritno aan, dia tinggal di kalidoni,” teriak mama mengagetkanku karena pandanganku terpaku ke pintu kamar mandi dimana makhluk cantik tersebut menghilang bersama dengan ibunya sambil menenteng impus. Aku pun memandangi mama yang tengah senyam senyum penuh arti sambil mengusap dahi dan rambuk di kepalaku dengan air hangat. Merasa sudah tertangkap basah dua kali oleh orang tua ku, aku pun hanya tersenyum dan mengalihkan perhatianku dari mama.
“ya namanya juga laki laki mah, wajarlah kalau ada perempuan cantik, he he he he,” seruku tertawa renyah dan membalikkan badanku untuk menghadap ke arah jendela.
“pikir dulu sembuh an, itu Amir sama Angel pada nanyain telp ke rumah,”
“wah, kalau Teman temanku pada tau aku sekamar dengan makluk cantik bakal keterusan ke rumah sakit terus nih mereka, gawat,” pikirku termenung
“bilang aja besok juga pulang mah, jangan di bilang Aan seminggu di rumah sakitnya. Oh ya Bilang juga kalau di rumah sakit anak kecil gak boleh jenguk orang sakit, nanti ketularan,” Jawabku agak sedikit panik.
Mama hanya tersenyum, “Aneh, ya paling kayanya sekelas bakal ngejenguk dech An sama ibu guru juga,” Kata mama sambil membereskan baskom berisi air hangat untuk di kembalikan ke petugas pantry, lalu berjalan keluar kamar.
“Waduuuuh, iya bakal sekelas nih ngejenguk...sewaktu Sehat juga sakit, satu kelas ngejenguk Sehat, yah..hilang sudah....”gumamku sambil mengeleng gelengkan kepala dan terpaku kembali melihat makhluk manis muncuk kembali dari pintu kamar mandi. Namun.....
Ia menatapku dan tersenyum....aku pun terhenyak kaget merasa tertangkap basah dan berusaha untuk mengalihkan perhatian, namun tidak bisa....mukaku memerah, tatapanku agak menunduk dan mencoba untuk membalas senyumannya dengan malu malu.
“Sekolah di SD 1 Sungai Musi ya?” serunya sambil berjalan menuju ke arah tempat tidurnya. Ibunya pun ikut memperhatikan ku sambil tersenyum, baru saja aku mau menjawab ibunya mengiyakan.
“Mana mamanya?” tanya ibu nya kembali.
“Anu tante, sedang keluar,” Seruku sambil mukaku masih bersemu merah.
“Kayanya masih panas ya, kok mukanya merah sekali,” seru ibunya kembali sambil terus memperhatikanku.
“Hadeuuuh bukannya anaknya yang ngajak ngobrol ini malah emak emak. Nggak tau apa lagi malu makanya mukanya merah,” Seruku dalam hati dan aku pun hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan ibunya. Sambil berharap mama cepat kembali biar tidak terus ngobrol. “Namun bukannya yang ngajak ngobrol calon mertua, harus sopan dan tidak boleh kurang ajar, hi hi hi,” Seruku dalam hati sambil tersenyum kecil membalikkan badanku karena takut kalau mereka tahu kalau aku sedang malu karena tertangkap basah kembali memperhatikan makhluk cantik. Ada sesuatu yang ingin kembali aku tanyakan, namun sepertinya sudah tidak penting sekarang. Paling ya rasa penasaran, kenapa dia tau aku bersekolah di SD 1 Sungai Musi, “apakah dari mama yang cerita, tapi kapan ceritanya?” tanyaku dalam hati. “Sudahlah nanti saja aku tanya,” desahku sambil berpikir keras dan mengingat ingat, “lah emang dia sekolah dimana? ya mungkin saja dia satu sekolah denganku atau dia bersekolah di SD 2 nya ya? Kalau seluruh SD1 aku pasti kenal. ya mungkin di SD 2 kali.”
“Sudah mandi?” tiba tiba teriak mama membuyarkan lamunanku
“Sudah bu, lumayan agak segarlah. Kemaren 2 hari di rumah tidak berani sentuh air dan menggigil terus kedinginan,” Jawab Ibu si Makhluk cantik.
“Iya sama aja seperti Aan,” Jawab mama sambil mendekati Ibu si Makhluk Cantik.
“Tadi ngobrol sama ibu sebelah kamar, katanya kalau malam faviliun ini seram loh bu,” bisik mama yang memang tidak sengaja aku dengar.
“Haduuuuh mama, udah tau lagi kondisi kaya gini, ini malah cerita aneh aneh,” seruku dalam hati dan melotot sambil memperhatikan mama. Namun mama tampaknya sangat serius sekali.
“Mah....diluar aja dech mah, berisik akh, mau tidur Aan nih,” seru ku sambil berkeliat ke samping dan berusaha untuk tidak melihat mereka berdua. Padahal dalam hati “aku mau ngajak ngobrol nih cewek sebelah, hi hi hi,” Tidak lama aku mendengar suara pintu berderit tanda membukia lalu langkah mama dan ibu si makhluk cantik menjauh dari pintu. Aku pun dengan sigap langsung berbalik ke arah tempat tidur makhluk manis, namun.....
“yah, molor....sialan....” umpatku dalam hati dan aku pun kembali berbalik, “namun....sebentar dech jangan dulu, jarang sekali bertemu dengan moment seperti ini,” pikirku dan aku pun kembali berbalik menghadap ke arah tempat tidur makhluk cantik tersebut. “hm...cantik sekali hidung mancung, rambut panjang hitam mirip mama, bibirnya tipis, tubuhnya kurus ramping, memang cantik,” gumamku sambil memperhatikan mahkluk cantik yang ada diseberangku. Namun ada sesuatu yang mengusik perhatianku, yaitu perkataan mama barusan, maklum aku sangat penakut sekali jika yang berhubungan dengan masalah gaib hantu. “Apa iya ya, rumah sakit sebesar ini menyeramkan,” pikirku kembali. Aku pun berbalik untuk melihat mama dan ibu si mahkluk cantik yang sedang mengobrol di luar. Mereka tampak sangat akrab sekali, sesekali mama menunjuk nunjuk terkadang mereka tertawa bersama, terkadang mama serius mendengarkan ucapan si ibu, “dasar emak emak, paling juga ngegosip yang nggak nggak, udahlah gak mungkin dan gak akan lah. Masa orang ganteng kaya ku bisa takut, malu lah sama sebelah,” gumamku sambil tersenyum. Sambil menutup mata terbayang di wajahku mimik muka Muklis, Amir, Angel dan Sehat jika mereka tau aku sekamar dengan mahkluk cantik. Mereka akan protes dan bakal rebutan untuk menemaniku di rumah sakit dan bertambah juga sainganku untuk mendapatkan sicantik. Mereka berempat pada akhirnya menghiasi mimpi tidurku di sore ini.

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO