Pagi ini langit bergelayut cuaca yang sangat cerah,
dengan cahaya matahari menatap tajam ke arah bumi. Walaupun tajam namun
sinarnya menyengat lembut menyapa tubuh tubuh manusia yang berkerumun di
pinggir pinggir jalan. Kerumunan tersebut membentuk suatu alur semrawut yang
memenuhi sisi sisi jalan. Mereka memenuhi sisi sisi jalan dengan mengendarai
sepeda motor dengan beraneka ragam aribut yang dikenakan oleh mereka. Entah apa
arti atribut tersebut bagi mereka, namun yang pasti atribut tersebutlah yang
membentuk mereka berkumpul menjadi satu memenuhi sisi sisi jalan tempat ini.
Atribut tersebutlah yang menyatukan mereka menjadi satu komando, satu tujuan,
walaupun banyak di antara mereka sebelumnya tidak merasa bergabung dalam
organisasi tersebut. Namun karena hal yang mereka tuntut sekarang menyangkut
kesejahteraan mereka di perusahaan tempat mereka berkerja, mau tidak mau mereka
pun ikut berkumpul di tempat ini.
“buruh bersatu tak mungkin di kalahkan, rakyat bersatu
menuntut kesejahteraan,” hal tersebut yang di dengung dengungkan wagimin kali
ini dalam demonya yang pertama kali. Wagimin kali ini ikut rombongan demo buruh
menuju wakil rakyat provinsi. Dengan peluh yang mengucur dan tangan yang basah
oleh keringat membasahi tangan yang memegang gas motor, wagimin pun dengan
penuh semangat mengendarai sepeda motornya mengikuti arah motor teman-teman
yang berada di depannya.
“sudah pak, gaji bapak khan udah cukup untuk kita
sekeluarga. Jangan ikut-ikutan demo lah. Bapak tidak berpikir kalau setiap
karyawan menuntut gaji dua kali lipat, apakah perusahaan bapak sanggup menggaji
dengan jumlah begitu. Jangan-jangan nanti ada pengurangan karyawan dan
perusahaan lebih baik menggunakan tenaga mesin di bandingkan tenaga manusia, mikir
dong pak,” terngiang perkataan istri nya pagi itu ketika ia akan berangkat
untuk berdemo.
“kamu perempuan diam saja!” bentak pak wagiman
“tau apa kamu tentang perusahaan, gaji naik kamu juga
yang senang dan menikmati. diam saja…urus itu anak kamu,” sambung pak Wagiman
sambil menatap melotot kea rah istrinya.
“Bapak harus sadar diri, punya keahlian apa? Sudah di
terima berkerja di pabrik sudah syukur Alhamdulillah, tapi kalau begini terus.
Pengusaha bisa berpikir dua kali untuk menaikkan gaji karyawan yang tidak ada
keahlian….
“kamu bisa diam tidak!” bentak pak Wagiman memotong
kalimat yang keluar dari mulut istrinya. Merasa sudah menampakkan gelagat
yang tidak baik, istri Wagiman pun tidak meneruskan perang mulut mereka. Ia pun
berlalu ke kamar Anto, untuk membangunkannya.
Tidak lama mereka pun sampai di tempat tujuan. Disana
sudah berkumput ratusan orang memakai atribut yang sama. Tujuan mereka satu
adalah untuk menggugat anggota dewan rakyat mengumumkan kenaikan Upah Minimum
Kota (UMK) maksimal dua kali lipat dari UMK yang sekarang mereka peroleh.
Dengan alasan bahwa kenaikan harga bahan pokok, harga upah yang masih kecil di
bandingkan Negara lain, serta dengan alasan kesejahteraan buruh masih jauh dari
harapan. Mereka pun meneriakkan yel-yel, bernyanyi serta berorasi dengan penuh
semangat.
“man, kamu yakin permintaan gaji ini akan di setujui oleh
pemerintah,” teriak teman wagiman yang sedari tadi di bonceng bermotor.
“sangat yakin mo,” seru Wagiman mantap.
“kalau gaji ku naik dua kali lipat, aku akan mengasuransikan
kesehatan dan pendidikan anakku mo,” sambung wagiman sambil menatap lurus ke
arah orator yang menyerukan bahwa “selama ini Negara Indonesia belum merdeka
sama sekali, kita di jajah oleh orang orang yang mengaku pengusaha, di jajah
tenaga serta pikiran, untuk supaya mereka mendapatkan keuntungan yang
berlipat-lipat namun memberikan gaji kepada buruhnya yang sangat minim sekali.
Sedangkan pemerintah kita sama sekali menutup mata akan keadaan ini dikarenakan
pemerintah kita sibut untuk memperkaya diri mereka sendiri. Para pengusaha yang
notabene kebanyakan orang-orang asing yang mempunyai modal besar menyuap para
pejabat dan pemerintah kita dengan peraturan-peraturan yang menguntungkan para
pengusaha. Apa yang di dapat para buruh? Jaminan Sosial Tenaga Kerja? Jaminan
Kesehatan? Apakah itu cukup? Tidak cukup saudara…saudara…jaminan tersebut pada
kenyataan nya selalu di persulit dengan birokrasi yang berbelit-belit,
tidak pernah bisa mengcover para buruh dan keluarga, pantaskah kalau kita meminta
lebih dari para pengusaha yang sudah mendapatkan keuntungan yang
berlipat-lipat?
Para buruh pun berteriak histeris dengan penuh semangat,
menjawab orasi yang penuh berapi-api tersebut. Banyak juga yang menghujat para
pejabat-pejabat. Orasi tersebut di tutup dengan lagu-lagu perjuangan yang
menggugah semangat para pendemo. Tidak terasa sang mentari yang merekam setiap
kegiatan yang ada didepan matanya pun menampilkan sorot sinarnya yang lebih
terang dan panas. Namun sang angin mendinginkan suasana panas tersebut dengan
membawa angin bulan November yang penuh dengan nuansa sejuk. Hal tersebut
menambah suasana yang lebih tenteram di hati para buruh. Lebih tenteram seperti
gunung es yang meleleh di tengah lautan biru nan luas. Terlebih lebih keinginan
pihak buruh mendapatkan tanggapan positif dari pihak pemerintah dengan
menjanjikan negoisasi dengan para pengusaha dan akan mengumumkan segera
perubahan UMK secepatnya. Para buruh pun bubar membawa secercah harapan yang
tumbuh di hati masing-masing kembali ke perususahaannya masing-masing.
Tidak beberapa lama pun pemerintah daerah memutuskan
untuk menaikkan UMK dua kali lipat sesuai dengan permintaan para buruh. Para
buruh pun bernyanyi riang dan menanti aplikasi keuputusan tersebut di
perusahaan masing-masing. wagiman pun bernyanyi riang, impian untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih layak pun menghias di depan mata. Dengan gaji begitu
besar, wagiman dapat memenuhi harapannya untuk memperbaiki rumah,
mengalokasikan gajinya untuk tabungan serta mengasuransikan kesehatan untuk
keluarganya serta asuransi pendidikan untuk jenjang yang lebih tinggi pada
anaknya. Semangat kerjanya pun meluap tinggi sekali, harapannya untuk berjuang
pada perusahaan pun tinggi sekali. Seperti pagi ini, wagiman pun berangkat
pagi-pagi sekali, banyak yang ia sudah pikirkan apa yang harus ia lakukan di
tempat kerjanya. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk berkerja sekuat tenaga.
Belum sampai di pintu gerbang perusahaan tempat ia
berkerja, ia melihat beberapa truk polisi dan tentara di parker di pinggir
jalan menutupi pagar tempat perusahaannya berkerja. Beberapa perkerja yang ia
kenal bergerombol di pintu masuk berteriak marah dan memaki. Sementara itu di
dalam pagar perusahaannya pun tampak bergerombol polisi dan tentara bertameng
siap siaga.
Salah satu teman akrabnya pun tampak terlihat sangat
marah. Ia pun mendekati, tampak dari raut wajahnya menampilkan kekesalan yang
sangat namun berbaur jadi satu dengan kesedihan yang mendalam tampak dari sorot
mata temannya. Sorot mata yang tidak lagi tajam memandang namun sayu penuh
kesedihan dengan menahan air mata yang sulit untuk di keluarkan.
“kenapa mo? Tanya Wagiman dengan penuh selidik dan
penasaran menatap temannya yang tidak seperti biasanya.
Malmo pun terdiam dan hanya menatap temannya dengan kesedihan
yang mendalam dan tidak pernah bisa keluar. Ia hanya menyodorkan dua carik
kertas kepada Wagiman. Ia pun membaca kertas tersebut, tampak yang menarik
perhatian pertamanya kop surat yang bertanda logo perusahaannya serta tulisan
“DAFTAR KARYAWAN YANG DI RUMAHKAN” kata-kata tersebut membuat wagiman berdebar
kencang. Tidak sadar tangannya mengeram keras memegang ujung-ujung kertas,
matanya pun di dekatkan ke list karyawan yang ada di depannya dengan
mempelototi satu persatu nama yang ada. Tertera nama Wagiman, dengan Nomor
Induk Karyawan yang persis sama dengan apa yang telah di hapalnya selama 7
tahun. Ia pun kembali memastikan berulang-ulang dan nama tersebut tidak pernah
pindah ataupun berubah, begitu nomor induk karyawan masih tetap sama seperti yang
ia baca pertama kali.
Ia pun terlemas dan melepas tatapan matanya beralih ke
muka temannya Malmo. Tangannya masih tetap meremas kertas yang tadi di bacanya,
ia pun menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam,
“tidak mungkin, tidak mungkin dan ini tidak adil, tidak
adil dan sangat tidak adil,” berkali-kali gumaman tersebut di ulang ulang
sambil matanya menatap nanar setiap orang yang ada di sana serta beralih
pandangannya menatap aparat serta gedung pabrik yang sudah ia tempati selama 7
tahun berkerja di tempat tersebut. Tidak ada yang dapat ia lakukan, tidak ada
yang harus ia teriakkan, tidak ada yang ia perjuangkan, lambat laun telinganya
mendengar dengungan beberapa karyawan yang membaca keras isi surat tersebut
“perusahaan secara keuangan tidak mampu untuk membayar gaji karyawan, oleh
karena itu ada beberapa karyawan yang dengan hormat di rumahkan. Atas
pengabdiannya selama ini perusahaan dengan sangat hormat berterima kasih atas
hal tersebut. Untuk masalah ganti rugi akan kembali di bicarakan dan di atur
oleh perusahaan dengan segera. Demikian dan terima kasih…
Tidak beberapa lama perusahaan tempat wagiman berkerja
pun di tutup secara resmi. Perusahaan tersebut di nyatakan pindah dan
memutuskan untuk membuka perusahaan produksinya di Bangladesh. Mungkin rakyat
Bangladesh masih banyak yang bisa di bodohi dan diperas keringat serta
pikirannya, bukannya hal yang terpenting bagi manusia adalah bisa makan dan
hidup berkecukupan walaupun jauh dari mewah,” mudah-mudahan bukan karena alasan
tersebut, tapi siapa yang tahu…
Namun yang pasti mentari tetap menyorotkan sinarnya ke
bumi ini dan selalu menanti sujud syukur bagi para manusia yang masih menikmati
sinarnya yang indah setiap hari. Mentari masih tetap tersenyum di saat sang
angin meniupkan wanginya harum bunga yang ia bawa dari lembah serta pegunungan.
Mentari masih tetap tersenyum di saat sang angin meniupkan angin nya yang
paling keras sekalipun menumbangkan pepohonan yang ada di tepi-tepi laut,
pinggir jurang serta lembah terdalampun. Paling pasti pun bersyukur merupakan
salah satu sujud dan perwujudan bagi manusia untuk tidak melupakan nikmat Tuhan
Yang Maha Esa.
No comments:
Post a Comment