Senin
pagi, Matahari yang baru beberapa waktu membuka matanya menampilkan sinar
kuning terang menerobos lobang-lobang tirai jendela kamar kost ku, yang aku
sendiri pun tidak mengerti kenapa tirai ini berlobang. Aku pun juga baru
membuka mataku yang baru kupejamkan selama 4 jam
“Huaaaaaaah,
malasnya, teriakku….dibenakku tergambar aku harus turun dari tempat tidur
empukku ini, mengambil sikat gigi plus odol dan sebotol cair sabun, serta
menarik handuk ku yang berwarna merah darah. Berjalan keluar dari kamar kost
ini, menuruni tangga dan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di luar rumah
kontrakan ini. Seperti kamar mandi umum, ya memang kamar mandi umum tapi hanya
umumnya penghuni kost an yang hanya berjumlah 8 orang.
“hmmmmmm,
aku pun bergumam kembali. Kuambil hapeku bermaksud untuk melihat jam berapakah
sekarang, tersentak bagai ada yang menarik rambut ku ke belakang ketika melihat
jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.25.
“telat
nih, telattt….sambil bangkit dari tempat tidur segera ku sambar peralatan
mandiku dan handuk, lalu membuka pintu kamar kost dan tidak lupa mengunci
kamarnya, karena seperti pengalamanku bertahun tahun tinggal di kamar kost,
walaupun satu rumah kost tetap rentan barang-barang berharga di dalam kamar
kost hilang. Kepercayaan untuk mempercayai teman-teman di tempat kost memang
sangat minim sekali dan itupun pernah aku rasakan ketika dengan teledor tidak
mengunci kamar kost, akhirnya hape dan uangku di dalam dompet yang tinggal
50.000 pun raib hilang. Tidak hanya sekali ataupun dua kali, setiap berganti
ganti tempat kost pun selalu terjadi.
Ritual
pagi pun sudah selesai di lakukan, hanya 15 menit.
“tinggal
tersisa 15 menit lagi aku harus sampai di pintu masuk karyawan,” pikirku.
Setengah berlari, aku pun mendekati jalan
depan rumah kost ku dan menunggu ada beberapa orang yang bisa aku kenal untuk
menumpang. Akhirnya dewi fortuna ternyata masih berputar di sekitar ku, aku
menumpang kenalanku seorang gadis yang juga berkerja sebagai spg di dept store
tempatku berkerja juga, namun dia menangani supplier yang berbeda denganku.
Jam 8
kurang 5 menit pun akhirnya sampai di pintu karyawan. Beberapa ritual masuk ke
suatu kantor pun berjalan seperti biasanya, dengan finger scan, cek body, dan
briefing singkat dari spv area dept store. Ada
yang aneh briefing kali ini, spv area mengambil tema briefing yaitu disiplin
waktu dengan mengambil contoh kasus yang sedang dia tangani saat ini
berdasarkan laporan supplier yang complain terhadap dept store tersebut. Namun
yang sangat janggal sekali pagi ini adalah tatapan sang spv selalu mengarah
kepada ku, atau jangan…jangan….pikiranku pun melayang ke beberapa hari yang
lalu.
Senin
minggu yang lalu ada kunjungan dadakan dari supplier kantor pusat Bandung ke
daerah kami. Meeting dadakan pun di gelar dengan semua spg dan spb se area
Surabaya. Kami di panggil satu per satu dan di interogasi mengenai kinerja kami
sebagai spg/spb.
“Dew,
kenapa seperti ini, sebenarnya ada masalah apa?” aku bertanya kepada dewi teman
spg satu supplier namun beda Mall.
“entahlah,
ini karena mba anik mengadu kalau kita susah di atur serta beberapa counter
turun karena katanya kita tidak disiplin, saya hanya pasrah mas wijaya, mana
saya lagi hamil lagi 7 bulan.” Jelas Dewi sambil mengusap perutnya yang
membuncit. Saya pun menurunkan
pandanganku ke perut dewi, sambil menghela napas.
“saya gak
bisa in charge terus menerus di counter seperti waktu saya tidak hamil, memang
ada peraturannya kalau kita hanya di batasi sampai dengan umur kehamilan 5
bulan, tapi saya butuh uangnya untuk persiapan persalinan, harus bagaimana
lagi, suami saya juga khan spb mas wijaya. Lihat sajalah apa keputusannya.” Sambung
Dewi terlihat pasrah sambil melihat ke pintu masuk kantor tempat interogasi
beberapa spg/spb.
Spg/spb
yang sudah di interogasi di larang untuk berbicara ke spg/spb yang belum di
interogasi. Pintu keluarnya pun di bedakan dan di jaga oleh petugas keamanan.
Saya pun menjadi tidak yakin juga mengenai kapasitas saya berkerja, karena
ingat selalu sering telat karena kegiatannya di luar perkerjaan. Saya adalah
seorang supporter kental club sepak bola di kota ini, setiap ada pertandingan
saya pun tidak pernah ketinggalan untuk menonton. Bahkan sering memaksa untuk
bertukar jadwal dengan rekanku, hal ini juga sering menjadi peringatan dari
coordinator brand tempatku berkerja kepada saya, belum lagi kesenanganku untuk
menonton setiap pertandingan bola Mancanegara di televise sampai larut malam
bahkan subuh, sedangkan keesokan harinya harus masuk pagi.
“ya saya
pun harus pasrah juga sepertinya, harus mengaku salah. Memang performance kerja
saya seperti ini, saya sudah coba berubah tetapi tidak bisa berubah. Apakah
harus pribadi prinsip saya yang berubah? Ataukah pola berkerja saya yang
berubah? Ini selalu menjadi pertanyaan besar bagi diriku setiap aku sadar akan
kelakuannya, namun sampai saat ini pun belum bisa aku temukan jalan keluarnya.”
Pikirku sambil mengusap usap rambutku dan bersandar di dinding sambil
menengadah menatap langit langit ruangan.
Berganti-ganti
supplier sudah saya jalankan selama di Surabaya ini. Selepas menempuh
Pendidikian Sekolah Menengah Umum di Kampungku yaitu Kediri. Saya pun merantau
ke Surabaya yang hanya 2 jam dari kampungku jika mengendarai sepeda Motor.
Dengan semangat yang masih muda dan belum memikirkan masa depanku, Saya berniat
ke Surabaya hanya ingin dekat dan melihat secara langsung club kesayanganku
berlatih dan bertanding. Namun dengan alasan yang berbeda ke orang tuaku
akhirnya saya pamit. Saya pun tidak melupakan niatku ke orang tua untuk
berkerja, saya pun akhirnya melamar menjadi spb di suatu dept store terbesar
Nasional di kota Surabaya. Pikirku dengan menjadi spb saya bisa mempunyai waktu
banyak untuk menonton bola, mengatur jadwal seenak hatiku dan bisa berkerja
santai tanpa tekanan apapun.
Namun
semuanya salah, tidak ada yang bertahan lama dengan prinsip kerja saya seperti
itu, supplier di dept store juga mempunyai target tersendiri terhadap spg/spb
nya, karena mereka berada di dept store tersebut juga mempunyai target
pencapaian yang tidak sedikit. Itu tidak disadari olehku, sering di peringatkan
beberapa kali oleh staf-staf serta teman-teman di Dept store tersebut, namun
kebiasaaan tersebut tidak bisa di ubah. Menurut pengakuan teman-temanku saya
memang terkenal rajin, suka menolong jika melihat teman kesusahan, jika jaga di
counter juga tidak pernah no sale dan selalu bisa memikat pembeli walaupun
secara target individual belum bisa tercapai. Punya potensi namun tidak
disadari oleh pribadiku sendiri walaupun sudah sering di ingatkan.
Keluar
dari pintu interogasi pun masih menjadi tanda Tanya besar bagiku untuk
kelangsungan saya berkerja di supplier ini. Secara polos juga saya mengakui
kesalahanku dalam berkerja. Saya menjabarkan alasan saya secara jujur dan apa
adanya. Syukurnya memang tidak ada sesi penekanan dalam interogasi ini.
Semuanya berjalan secara santai dan tidak terkesan adanya unsur pemaksaan harus
mengikuti aturan ini dan itu. Hanya sharing atau tukar pikiran serta mengambil
jalan tengah biar kelakuan saya tidak terulang kembali. Pak Johan Spv dari
Bandung juga hanya menasehati.
“Untuk
makan jangan sendok yang kamu suruh untuk menyendokkan makanan kemulutmu tapi
dengan tangan yang memegang sendok dan mulut menganga lah makanya makanan bisa
masuk dan dikunyah dengan baik. Artinya jangan perkerjaan yang kamu paksakan
menuruti kemauan kamu tapi kamulah yang harus mengkondisikan kemauan kamu untuk
berkerja, berusaha, sehingga segenap pikiran dan tenaga kamu tercurah dengan
ikhlas untuk berkerja.” Salah satu nasehatnya yang melekat sampai saya keluar
dari kantor tersebut.
Namun
setelah 3 hari sehabis kunjungan, petuah itu pun hilang setelah melihat di
Koran pertandingan club kesayangannya pada hari sabtu. Penyakitnya pun kambuh,
namun hal ini lebih parah karena Saya tidak lagi menukar jadwal namun tidak
masuk sama sekali tanpa adanya kabar baik ke toko maupun ke coordinator. Saya
khilaf karena pertandingan ini adalah pertandingan final di Liga Indonesia.
Saya melupakan semua, melupakan apa yang menjadi komitmen diri saya, melupakan
jalan satu-satunya untuk meniti karir di retail.
Kesadaranku
mungkin sudah terlambat, tapi tidak ada kata terlambat toh? Selama manusia
ingin terus berubah. pagi ini mungkin awal pikirku sambil terus mendengarkan
materi briefing dari spv areaku
“mungkin
ini saatnya, pikirku kembali, sambil menunduk dan mengingat kembali perkataan
pak Johan pada waktu sesi sharing tempo hari,
“yah, ini
saatnya untuk berubah, harus, ”gumamku. Namun lamunanku pun buyar ketika mendapat
tepukan di bahu.
“Wijaya,
ikut saya ke kantor,” seru Pak Herry Spv Toko.
Sampai di
dalam toko, Pak Herry yang memang terkenal tanpa basa basi langsung menyodorkan
surat kepadaku. Melihat kalimat pertama saja sudah menampilkan sudut cemas di
wajahku, lemas seluruh persendianku, hilang apa yang aku pikirkan pagi ini. Ku
hela napas panjangku dan kuteruskan membaca surat pemutusan kontrak dari
Supliernya.
“Kamu juga
per mulai hari ini tidak bisa berkerja lagi di Dept Store ini lagi Wijaya, baik
di cabang ini maupun di cabang manapun di seluruh Indonesia.” Seru pak Herry.
Kabar kedua yang membuat saya tidak bisa berkata-kata dan hanya bisa menelan
ludah, tidak terasa tanganku terus memegang kertas dalam posisi membaca padahal
mataku menatap ke kaki meja.
Dengan
langkah gontai, Aku pun meninggalkan dept store tersebut. jam di hapeku
menunjukkan angka jam 9.30. Hanya dalam jangka waktu satu setengah jam nasibku
pun berubah menjadi pengangguran.
"Itulah
hidup wijaya, kita tidak bisa merubah suatu peraturan atau kondisi sesuai
dengan kemauan pribadi kita. Dimana orang lain masih bergantung terhadap
kondisi atau peraturan tersebut, tetapi kita yang harus bisa menyesuaikan diri.
Dimana bumi di pijak di situ langit di junjung.” Gumam wijaya sambil
melangkahkan kaki gontainya menuruni tangga menuju pintu yang bercahaya paling
terang dari ruangan disekitar Wijaya saat ini.
Cuaca kota
Surabaya yang biasanya panas menyengat namun di bulan Januari ini cukup mendung
dan berangin. Ditandai dengan bulir bulir air hujan rintik rintik yang tertiup
angin kencang, Saya pun bersiap berkemas untuk kembali ke kampungku karena Aku
tidak mempunyai uang lagi untuk membayar kost bulan ini.
No comments:
Post a Comment