Saturday, October 9, 2021

BIARKAN WAKTU YANG BERBICARA




Senin pagi, Matahari yang baru beberapa waktu membuka matanya menampilkan sinar kuning terang menerobos lobang-lobang tirai jendela kamar kost ku, yang aku sendiri pun tidak mengerti kenapa tirai ini berlobang. Aku pun juga baru membuka mataku yang baru kupejamkan selama 4 jam

“Huaaaaaaah, malasnya, teriakku….dibenakku tergambar aku harus turun dari tempat tidur empukku ini, mengambil sikat gigi plus odol dan sebotol cair sabun, serta menarik handuk ku yang berwarna merah darah. Berjalan keluar dari kamar kost ini, menuruni tangga dan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di luar rumah kontrakan ini. Seperti kamar mandi umum, ya memang kamar mandi umum tapi hanya umumnya penghuni kost an yang hanya berjumlah 8 orang.

“hmmmmmm, aku pun bergumam kembali. Kuambil hapeku bermaksud untuk melihat jam berapakah sekarang, tersentak bagai ada yang menarik rambut ku ke belakang ketika melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.25.

“telat nih, telattt….sambil bangkit dari tempat tidur segera ku sambar peralatan mandiku dan handuk, lalu membuka pintu kamar kost dan tidak lupa mengunci kamarnya, karena seperti pengalamanku bertahun tahun tinggal di kamar kost, walaupun satu rumah kost tetap rentan barang-barang berharga di dalam kamar kost hilang. Kepercayaan untuk mempercayai teman-teman di tempat kost memang sangat minim sekali dan itupun pernah aku rasakan ketika dengan teledor tidak mengunci kamar kost, akhirnya hape dan uangku di dalam dompet yang tinggal 50.000 pun raib hilang. Tidak hanya sekali ataupun dua kali, setiap berganti ganti tempat kost pun selalu terjadi.

Ritual pagi pun sudah selesai di lakukan, hanya 15 menit.

“tinggal tersisa 15 menit lagi aku harus sampai di pintu masuk karyawan,”  pikirku.

 Setengah berlari, aku pun mendekati jalan depan rumah kost ku dan menunggu ada beberapa orang yang bisa aku kenal untuk menumpang. Akhirnya dewi fortuna ternyata masih berputar di sekitar ku, aku menumpang kenalanku seorang gadis yang juga berkerja sebagai spg di dept store tempatku berkerja juga, namun dia menangani supplier yang berbeda denganku.

Jam 8 kurang 5 menit pun akhirnya sampai di pintu karyawan. Beberapa ritual masuk ke suatu kantor pun berjalan seperti biasanya, dengan finger scan, cek body, dan briefing singkat dari spv area dept store.          Ada yang aneh briefing kali ini, spv area mengambil tema briefing yaitu disiplin waktu dengan mengambil contoh kasus yang sedang dia tangani saat ini berdasarkan laporan supplier yang complain terhadap dept store tersebut. Namun yang sangat janggal sekali pagi ini adalah tatapan sang spv selalu mengarah kepada ku, atau jangan…jangan….pikiranku pun melayang ke beberapa hari yang lalu.

Senin minggu yang lalu ada kunjungan dadakan dari supplier kantor pusat Bandung ke daerah kami. Meeting dadakan pun di gelar dengan semua spg dan spb se area Surabaya. Kami di panggil satu per satu dan di interogasi mengenai kinerja kami sebagai spg/spb.

“Dew, kenapa seperti ini, sebenarnya ada masalah apa?” aku bertanya kepada dewi teman spg satu supplier namun beda Mall.

“entahlah, ini karena mba anik mengadu kalau kita susah di atur serta beberapa counter turun karena katanya kita tidak disiplin, saya hanya pasrah mas wijaya, mana saya lagi hamil lagi 7 bulan.” Jelas Dewi sambil mengusap perutnya yang membuncit.  Saya pun menurunkan pandanganku ke perut dewi, sambil menghela napas.

“saya gak bisa in charge terus menerus di counter seperti waktu saya tidak hamil, memang ada peraturannya kalau kita hanya di batasi sampai dengan umur kehamilan 5 bulan, tapi saya butuh uangnya untuk persiapan persalinan, harus bagaimana lagi, suami saya juga khan spb mas wijaya. Lihat sajalah apa keputusannya.” Sambung Dewi terlihat pasrah sambil melihat ke pintu masuk kantor tempat interogasi beberapa spg/spb.

Spg/spb yang sudah di interogasi di larang untuk berbicara ke spg/spb yang belum di interogasi. Pintu keluarnya pun di bedakan dan di jaga oleh petugas keamanan. Saya pun menjadi tidak yakin juga mengenai kapasitas saya berkerja, karena ingat selalu sering telat karena kegiatannya di luar perkerjaan. Saya adalah seorang supporter kental club sepak bola di kota ini, setiap ada pertandingan saya pun tidak pernah ketinggalan untuk menonton. Bahkan sering memaksa untuk bertukar jadwal dengan rekanku, hal ini juga sering menjadi peringatan dari coordinator brand tempatku berkerja kepada saya, belum lagi kesenanganku untuk menonton setiap pertandingan bola Mancanegara di televise sampai larut malam bahkan subuh, sedangkan keesokan harinya harus masuk pagi.

“ya saya pun harus pasrah juga sepertinya, harus mengaku salah. Memang performance kerja saya seperti ini, saya sudah coba berubah tetapi tidak bisa berubah. Apakah harus pribadi prinsip saya yang berubah? Ataukah pola berkerja saya yang berubah? Ini selalu menjadi pertanyaan besar bagi diriku setiap aku sadar akan kelakuannya, namun sampai saat ini pun belum bisa aku temukan jalan keluarnya.” Pikirku sambil mengusap usap rambutku dan bersandar di dinding sambil menengadah menatap langit langit ruangan.

Berganti-ganti supplier sudah saya jalankan selama di Surabaya ini. Selepas menempuh Pendidikian Sekolah Menengah Umum di Kampungku yaitu Kediri. Saya pun merantau ke Surabaya yang hanya 2 jam dari kampungku jika mengendarai sepeda Motor. Dengan semangat yang masih muda dan belum memikirkan masa depanku, Saya berniat ke Surabaya hanya ingin dekat dan melihat secara langsung club kesayanganku berlatih dan bertanding. Namun dengan alasan yang berbeda ke orang tuaku akhirnya saya pamit. Saya pun tidak melupakan niatku ke orang tua untuk berkerja, saya pun akhirnya melamar menjadi spb di suatu dept store terbesar Nasional di kota Surabaya. Pikirku dengan menjadi spb saya bisa mempunyai waktu banyak untuk menonton bola, mengatur jadwal seenak hatiku dan bisa berkerja santai tanpa tekanan apapun.

Namun semuanya salah, tidak ada yang bertahan lama dengan prinsip kerja saya seperti itu, supplier di dept store juga mempunyai target tersendiri terhadap spg/spb nya, karena mereka berada di dept store tersebut juga mempunyai target pencapaian yang tidak sedikit. Itu tidak disadari olehku, sering di peringatkan beberapa kali oleh staf-staf serta teman-teman di Dept store tersebut, namun kebiasaaan tersebut tidak bisa di ubah. Menurut pengakuan teman-temanku saya memang terkenal rajin, suka menolong jika melihat teman kesusahan, jika jaga di counter juga tidak pernah no sale dan selalu bisa memikat pembeli walaupun secara target individual belum bisa tercapai. Punya potensi namun tidak disadari oleh pribadiku sendiri walaupun sudah sering di ingatkan.

Keluar dari pintu interogasi pun masih menjadi tanda Tanya besar bagiku untuk kelangsungan saya berkerja di supplier ini. Secara polos juga saya mengakui kesalahanku dalam berkerja. Saya menjabarkan alasan saya secara jujur dan apa adanya. Syukurnya memang tidak ada sesi penekanan dalam interogasi ini. Semuanya berjalan secara santai dan tidak terkesan adanya unsur pemaksaan harus mengikuti aturan ini dan itu. Hanya sharing atau tukar pikiran serta mengambil jalan tengah biar kelakuan saya tidak terulang kembali. Pak Johan Spv dari Bandung juga hanya menasehati.

“Untuk makan jangan sendok yang kamu suruh untuk menyendokkan makanan kemulutmu tapi dengan tangan yang memegang sendok dan mulut menganga lah makanya makanan bisa masuk dan dikunyah dengan baik. Artinya jangan perkerjaan yang kamu paksakan menuruti kemauan kamu tapi kamulah yang harus mengkondisikan kemauan kamu untuk berkerja, berusaha, sehingga segenap pikiran dan tenaga kamu tercurah dengan ikhlas untuk berkerja.” Salah satu nasehatnya yang melekat sampai saya keluar dari kantor tersebut.

Namun setelah 3 hari sehabis kunjungan, petuah itu pun hilang setelah melihat di Koran pertandingan club kesayangannya pada hari sabtu. Penyakitnya pun kambuh, namun hal ini lebih parah karena Saya tidak lagi menukar jadwal namun tidak masuk sama sekali tanpa adanya kabar baik ke toko maupun ke coordinator. Saya khilaf karena pertandingan ini adalah pertandingan final di Liga Indonesia. Saya melupakan semua, melupakan apa yang menjadi komitmen diri saya, melupakan jalan satu-satunya untuk meniti karir di retail.

Kesadaranku mungkin sudah terlambat, tapi tidak ada kata terlambat toh? Selama manusia ingin terus berubah. pagi ini mungkin awal pikirku sambil terus mendengarkan materi briefing dari spv areaku

“mungkin ini saatnya, pikirku kembali, sambil menunduk dan mengingat kembali perkataan pak Johan pada waktu sesi sharing tempo hari,

“yah, ini saatnya untuk berubah, harus, ”gumamku. Namun lamunanku pun buyar ketika mendapat tepukan di bahu.

“Wijaya, ikut saya ke kantor,” seru Pak Herry Spv Toko.

Sampai di dalam toko, Pak Herry yang memang terkenal tanpa basa basi langsung menyodorkan surat kepadaku. Melihat kalimat pertama saja sudah menampilkan sudut cemas di wajahku, lemas seluruh persendianku, hilang apa yang aku pikirkan pagi ini. Ku hela napas panjangku dan kuteruskan membaca surat pemutusan kontrak dari Supliernya.

“Kamu juga per mulai hari ini tidak bisa berkerja lagi di Dept Store ini lagi Wijaya, baik di cabang ini maupun di cabang manapun di seluruh Indonesia.” Seru pak Herry. Kabar kedua yang membuat saya tidak bisa berkata-kata dan hanya bisa menelan ludah, tidak terasa tanganku terus memegang kertas dalam posisi membaca padahal mataku menatap ke kaki meja.

Dengan langkah gontai, Aku pun meninggalkan dept store tersebut. jam di hapeku menunjukkan angka jam 9.30. Hanya dalam jangka waktu satu setengah jam nasibku pun berubah menjadi pengangguran.

"Itulah hidup wijaya, kita tidak bisa merubah suatu peraturan atau kondisi sesuai dengan kemauan pribadi kita. Dimana orang lain masih bergantung terhadap kondisi atau peraturan tersebut, tetapi kita yang harus bisa menyesuaikan diri. Dimana bumi di pijak di situ langit di junjung.” Gumam wijaya sambil melangkahkan kaki gontainya menuruni tangga menuju pintu yang bercahaya paling terang dari ruangan disekitar Wijaya saat ini.

Cuaca kota Surabaya yang biasanya panas menyengat namun di bulan Januari ini cukup mendung dan berangin. Ditandai dengan bulir bulir air hujan rintik rintik yang tertiup angin kencang, Saya pun bersiap berkemas untuk kembali ke kampungku karena Aku tidak mempunyai uang lagi untuk membayar kost bulan ini.


No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO